Dakwah Bukan untuk Popularitas

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Penulis: Yulweri Vovi Safitria
Managing Editor CemerlangMedia.Com

Sebagai amunisi agar niat dakwah selalu terjaga, ada baiknya kita berkaca pada para pendahulu, ulama terdahulu, para sahabat dan sahabiyah yang senantiasa ikhlas tanpa tergoda oleh urusan dunia. Dengan begitu, niat mulia untuk menyampaikan kebenaran Islam selalu terjaga.

CemerlangMedia.Com — Dakwah adalah kewajiban bagi setiap muslim. Banyak cara untuk dijadikan media dakwah. Melalui tulisan, quote singkat, ataupun desain.

Bagi seorang muslim, dakwah adalah pusat segala aktivitasnya. Dakwah adalah poros hidupnya dan harus senantiasa berjalan secara berkesinambungan selama hidup hingga ajal menjemput. Dakwah bukanlah beban, tetapi sebuah amalan yang menghasilkan pahala apabila diniatkan lillah.

Dakwah bukan untuk terkenal maupun mencari popularitas. Bukan pula untuk mengejar materi sebagai prioritas. Melainkan untuk meraih rida Allah Taala sehingga hidup selalu dalam keberkahan-Nya.

Namun, bisikan setan sering kali membelokkan niat yang ikhlas karena Allah Subhanahu wa Taala. Niat yang semulanya karena Allah, berbelok mengejar urusan duniawi dan materi.

Peradaban kapitalisme yang memandang semua urusan diukur dengan materi ikut menjadi andil terhadap pola pikir manusia, termasuk kaum muslim. Niat yang ikhlas senantiasa berbenturan dengan tekanan hidup, finansial, dan beragam persoalan.

Bukan sesuatu yang haram jika kita diberi upah terkait aktivitas dakwah. Akan tetapi, hal itu bisa menggugurkan niat setiap kali aktivitas dakwah untuk mengumpulkan materi. Aktivitas tersebut tidak akan menghasilkan apa-apa, kecuali apa yang kita niatkan. Tentu sangat disayangkan, niat yang semula ikhlas, tidak lagi berbuah pahala.

Oleh sebab itu, kita harus senantiasa meneladani dan mencontoh perilaku Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam membawa misi Islam. Beliau berdakwah dan menyampaikan risalah Islam ke seluruh dunia dengan satu niat, yaitu lillah.

Beliau menghabiskan usianya untuk dakwah Islam tanpa sedikit pun mengharapkan imbalan dunia, melainkan rida dan ampunan dari Allah Subhanahu wa Taala. Keikhlasan beliau tercatat dalam kalam Allah.

وَمَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ إِنْ أَجْرِيَ إِلَّا عَلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ

“Dan aku tidak meminta imbalan kepadamu atas ajakan itu, imbalanku hanyalah dari Tuhan seluruh alam.” (QS Asy-Syu’ara [26]:109).

Tidak hanya Rasullullah, Nabi dan Rasul sebelum beliau juga berdakwah karena Allah Subhanahu wa Taala semata, seperti ucapan Nabi Hud alaihissalam kepada kaumnya.

وَمَآ اَسْـَٔلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ اَجْرٍۚ اِنْ اَجْرِيَ اِلَّا عَلٰى رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ ۗ

“Dan aku tidak meminta imbalan kepadamu atas ajakan itu, imbalanku hanyalah dari Tuhan seluruh alam.” (QS Asy-Syu’ara [26]: 127).

Siapalah kita dibandingkan para Nabi dan Rasul. Mereka yang sudah dijamin masuk surga saja begitu totalitas dalam dakwah, tanpa pamrih, dan penuh keikhlasan. Sementara kita, begitu banyak kekurangan dan tanpa jaminan surga, tetapi berperilaku seolah paling hebat, berkuasa, dan bebas melakukan apa saja.

Oleh karena itu, sebagai seorang muslim, kita harus senantiasa muhasabah, meluruskan niat, untuk apa kita berdakwah. Apakah untuk menjalankan kewajiban atau ingin terkenal dan dikenal?

Sebagai amunisi agar niat dakwah selalu terjaga, ada baiknya kita berkaca pada para pendahulu, ulama terdahulu, para sahabat dan sahabiyah yang senantiasa ikhlas tanpa tergoda oleh urusan dunia. Dengan begitu, niat mulia untuk menyampaikan kebenaran Islam selalu terjaga.

Semestinya pula kita lebih memilih kecintaan kepada Allah Subhanahu wa Taala dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam daripada kemewahan dunia.

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ma’mar, dia berkata, telah menceritakan kepada kami Abu ‘Ashim dari Jarir bin Hazim berkata, aku mendengar Al Hasan berkata, telah menceritakan kepada kami ‘Amru bin Taghlib, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah diberi hadiah berupa harta atau tawanan wanita, beliau lalu membagi-bagikannya. Ada orang yang diberi dan ada yang tidak. Kemudian sampai berita kepada beliau bahwa orang-orang yang tidak diberi, mereka mencela (beliau). Maka beliau mengucapkan puja dan puji kepada Allah lalu bersabda,

“Amma ba’du. Demi Allah, memang aku telah memberi seseorang dan tidak kepada yang lain. Orang yang tidak aku beri sesungguhnya lebih aku cintai daripada orang yang aku beri. Namun, aku memberi sekelompok kaum karena aku melihat hati-hati mereka masih sangat bersedih dan punya rasa takut. Dan aku biarkan sekelompok orang karena Allah telah menjadikan hati-hati mereka penuh dengan perasaan cukup dan penuh kebaikan. Di antara mereka adalah ‘Amru bin Taghlib.” Amru bin Taghlib berkata, “Demi Allah, tidak ada yang lebih aku sukai dari unta yang paling baik dibandingkan ucapan Rasulullah sallallahu alaihi wasallam kepadaku tadi.” (HR Bukhari).

Untuk itu, kita perlu berhati-hati agar kemuliaan niat untuk dakwah tetap terjaga. Tanamkan dalam diri bahwa dakwah adalah semata-mata kewajiban kita sebagai seorang hamba. Jangan sampai niat yang ikhlas tersebut dikotori oleh hal-hal yang bersifat duniawi sehingga melalaikan dan menjauhkan kita dari rida dan berkah Allah Azza wa Jalla[CM/Na]

Views: 2

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *