Bestie Rasa Musuh

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

#30HMBCM

Penulis: Ndru
Bab 2 Tempe Mendoan

CemerlangMedia.Com — Malam telah sangat larut. Namun, Hisyam masih belum terpejam. Raga dan jiwanya melanglang buana ke masa lampau.

Segelas kopi hitam yang diseduh adik tersayang membuat hatinya lumayan membaik. Syamila hafal jika kakak laki-laki satu-satunya itu sedang merenung dan menyendiri, obatnya adalah segelas kopi hitam.

Ya, pertemuan sekejap dengan Arman tadi pagi membuka kembali peristiwa kelam yang sudah berusaha dilupakannya. Lepas itu, kondisi hati dan pikirannya menjadi tidak baik. Satu per satu bayangan buruk melintas di kepalanya dengan sendirinya. Ia berusaha mengenyahkannya.

Tiga tahun silam tatkala peristiwa itu terjadi, ia memang baru menginjak remaja dengan segala kelabilannya. Kepergian sosok ibu membuat luka hatinya menganga dan terjerumus pada kenakalan remaja.

*****
Suara kokok ayam baru terdengar. Namun, Sumi dan ibunya sudah terjaga sejak dini hari. Hari ini ibunya mendapat pesanan kue pisang 100 biji. Ibu bersyukur hampir setiap hari ada saja yang pesan kue dan aneka jajan basah.

“Bu, sarapannya nasi goreng saja, ya, yang cepat,” tawar Sumi.

“Iya, sembarang, Nduk,” jawab ibu.

Sumi terbiasa memasak sarapan, tentu saja yang ekspres biar tidak banyak waktu terbuang. Ardan, adiknya juga selalu suka apapun yang dimasak Sumi atau ibunya.

“Ayo, Bu, makan. Dan, cepetan dikit pake seragamnya, trus makan,” ajak Sumi.

Walaupun hanya dengan nasi goreng dan telor dadar yang sudah diiris tipis-tipis, Sumi beserta adik dan ibunya tetap menyantap dengan lahap. Mereka masih bersyukur walaupun dengan segala keterbatasan tak pernah kelaparan.

“Bu, berangkat dulu,” pamit Sumi.

“Tumben pagi banget,” ucap Ibu.

“Malu, Bu, sering telat,” ucap Sumi.

Bergegas Sumi mengayuh sepeda menuju ke sekolah. Berharap kejadian bocor ban kemarin tidak terulang lagi. Gadis dengan badan agak tambun itu ingin segera sampai di sekolah supaya bisa membaca sedikit materi Biologi hari ini. Semalam selepas pulang kerja jam 9 ia bergegas tidur karena dini hari harus bangun membantu ibu menyiapkan orderan kue pisang.

Begitu sampai, ia segera duduk meraih buku merapal materi sebentar. Namun, baru juga belum ada lima menit bel masuk telah terdengar. Deg-degan langsung merajai hatinya. Pasalnya, Bu Endah guru biologi kelasnya kerap melemparkan pertanyaan saat pelajaran berlangsung. Sumi agak berharap pelajaran biologi hari ini kosong.

Harapan tinggallah harapan. Langkah kaki Bu Endah yang mengampu pelajaran biologi kelas 10 telah terdengar memasuki kelas.

Ibu guru yang masih terlihat cantik dan modis walaupun usianya mendekati kepala lima itu memang terkenal tegas dan tanpa basa-basi. Seperti biasa, supaya suasana kelas hidup dan tidak monoton, Bu Endah beberapa kali melempar pertanyaan ke siswa.

Sami melirik ke seberang bangku, tampak Sumi tengah menguap kemudian meletakkan kepalanya di atas meja.

“Dasar Sumi. Bisa-bisanya situasi tegang kayak gini malah molor,” gumamnya.

“Tolong, itu mbak yang tidur segera cuci muka dulu,” ucap Bu Endah tegas.

Alia teman sebangku Sumi segera membangunkannya. Sumi pun tergagap. Sami terkikik geli melihat tingkah Sumi yang absurd. Momen langka itu segera diabadikan dengan sekali klik.

“Maaf, Bu!” ucap Sumi malu sekali.

“Kenapa bisa ketiduran? Kamu nggak suka pelajaran biologi?” tanya Bu Endah.

“Suka, Bu. Maaf tadi saya bangun jam 1 membantu ibu menyiapkan pesanan kue,” jawab Sumi lirih.

Ia sebenarnya tidak suka membeberkan tentang keluarganya dan apa saja yang harus ia lakukan untuk membantu perekonomian. Ia benar-benar tak ingin menjual kesedihannya. Namun, pertanyaan ibu guru tadi membuatnya dengan terpaksa berterus-terang.

“Ya, sudah. Lain kali jangan diulangi lagi,” ucap Bu Endah.

“Terima kasih, Bu,” jawab Sumi lega.

“Sumi nggak dikasih pertanyaan, Bu?” tanya Sami.

“Sumi? Nama dia Sumi?” tanya Bu Endah.

“Enggg … Astrid Bu, maaf,” jawab Sami.

“Jangan mengganti nama orang. Ibu salut sama Astrid karena mau membantu ibunya. Coba Ibu tanya, adakah kalian di kelas ini yang juga sibuk membantu pekerjaan ibunya? Perbuatan Astrid ini bagus sekali. Tapi ibu juga tidak setuju jika seorang siswa tidur di kelas saat pelajaran berlangsung,” ucap Bu Endah.

Setelah berlangsung dua jam pelajaran, Bu Endah pun mengakhiri kelasnya hari ini. Pelajaran biologi yang kerap memunculkan ketegangan para siswa.

*****
Sore hari kisaran jam empat, Sumi segera meluncur dengan sepedanya menuju GOR (Gelanggang Olah Raga) tempatnya berjualan tempe mendoan. Lumayan, dengan pekerjaannya itu, ia bisa untuk membayar SPP sekolah.

Ibunya sebenarnya tak tega melepas anak perempuan satu-satunya itu bekerja hingga malam. Namun, Sumi selalu meyakinkan kalau ia akan menjaga diri. Gerai tempe mendoan itu milik keponakan Bude Narti, tetangganya yang sangat baik. Ibu pun akhirnya dengan berat hati membolehkan Sumi bekerja. Dengan syarat tidak mengabaikan sekolahnya.

Sumi tampak sigap dan cekatan melayani para pembeli. Tempe mendoan tempat Sumi bekerja memang enak, makanya selalu ramai pembeli. Bahkan kerap sebelum jam 8 sudah habis tak bersisa, terlebih saat akhir pekan.

“Kak, tempe mendoan enak kayaknya,” ajak Sami.

“Rame banget. Kamu aja yang antri. Tak tunggu sambil ngopi, ya,” ucap Hisyam.

Karena ingin banget makan gorengan, mau tak mau Sami pun antri. Biasanya kalau banyak yang antri itu enak atau murah. Namun, saat hampir tiba giliran ia pun kaget. Ternyata penjualnya si Sumi yang kerap ia jaili di sekolah. Tak ingin melewatkan momen, ia pun memotret Sumi yang tengah sibuk melayani pembeli.

“Sssttt! Sumi. Beli 2 kotak yang paket hemat, ya,” ucap Sami.

Sumi kaget karena yang manggil dengan sebutan Sumi pasti teman sekolahnya. Setelah menyadari yang memanggil adalah Sami, ia pun lemas pasrah karena pasti kabar ia jualan akan cepat tersiar.

Benar saja, foto Sami tengah mengantri beli tempe mendoan tepat di depan Sumi ia jadikan status wa dengan caption: [Terima kasih Sumi. Tempe mendoannya nikmat tiada tara.]

Sontak, status tersebut mendapat banyak komentar. Termasuk Hisyam, kakaknya. Namun, semua pesan itu diabaikan.

“Biar pada penasaran. Aseeek,” gumamnya.

Sami memang senang menjaili Sumi. Ia tidak sadar perbuatan jailnya kali ini sangat melukai Sumi.

[CEPAT HAPUS STATUSMU! JAHAT KAU, DEK!]

Sami berjengit membaca puluhan pesan dengan huruf kapital dari kakaknya itu. Ia yang telah selesai dilayani segera keluar dari antrian menuju tempat kakaknya menikmati kopinya dengan hati deg-degan. Pasalnya, kakaknya ini seram kali jika marah.

“Kak, ini tempenya,” ucap Sami.

“Marah?” tanya Sami.

“Abang, marah?” tanya Sami lagi dengan menyebut abang sebagai tanda ia sangat risau dengan kemarahan kakaknya.

“Maaf.” Akhirnya kata itu keluar dari bibir Sami.

“Kalau mau minta maaf sama Astrid sana! Bukan sama Abang!” ucap Hisyam tegas.

(*Naskah ini original, tidak disunting oleh editor CemerlangMedia.Com) [CM/Na]

Views: 5

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *