Bab II Tak Sekadar Gaya, Islam Adalah Napas Hidup

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

#30HMBCM

Oleh: Hessy Elviyah, S.S.

CemerlangMedia.Com — Di tengah kehidupan modern, manusia disuguhi banyak simbol dan tampilan luar yang berubah dengan cepat. Media sosial, televisi, dan ruang pergaulan dipenuhi ekspresi bernuansa Islami, mulai dari pilihan pakaian, konten dakwah singkat, hingga kalimat-kalimat yang terdengar agamis. Di permukaan, semua ini menggembirakan. Sebab, Islam terlihat makin diterima, bahkan menjadi bagian dari tren sosial. Namun, justru di balik tampilan yang menyejukkan ini, ada kekhawatiran besar, jangan sampai Islam berhenti pada ranah visual, menjadi label yang menyentuh perasaan, tetapi gagal menggerakkan pemikiran dan perilaku.

Saat Islam dijalankan sebatas tampilan, maknanya menyusut dan menjadi dangkal, padahal Islam tidak datang hanya untuk mempercantik citra manusia. Akan tetapi untuk menata cara berpikir, membentuk karakter, dan mengatur seluruh interaksi kehidupan. Oleh karena itu, Islam tidak layak diperlakukan sebagai gaya hidup yang diikuti sesaat, melainkan harus menjadi jalan hidup yang dijalankan dengan kesadaran, keyakinan, dan kejujuran batin. Kesadaran inilah yang membedakan keislaman yang kokoh dengan keislaman yang mudah tergerus arus.

Kehidupan modern cenderung menilai manusia berdasarkan apa yang tampak. Seorang tampil rapi dan religius, maka ia dianggap religius. Seseorang mengutip ayat atau hadis, maka ia dikesankan saleh. Namun, Islam menginginkan sesuatu yang lebih dalam daripada itu, yaitu pembentukan pola pikir dan pola sikap yang berakar pada akidah. Ketika akidah menata cara berpikir seseorang, barulah Islam menyatu dengan jiwanya. Inilah inti dari menjadikan Islam bukan sekadar hiasan, tetapi napas yang menata keseluruhan hidup.

Gaya hidup dapat berubah mengikuti arus zaman, tetapi jalan hidup tidak akan berubah karena ia bertumpu pada prinsip. Jika Islam hanya diperlakukan sebagai gaya, seseorang akan mudah terombang-ambing oleh perubahan sosial dan selera publik. Namun jika Islam menjadi napas hidup, setiap langkah akan tetap terarah, meskipun dunia berubah cepat. Islam datang bukan untuk menyesuaikan diri dengan manusia, tetapi untuk menjadi standar yang mengarahkan manusia. Oleh karena itu, Islam harus lebih dari sekadar atribut.

Dalam masyarakat modern, gaya hidup sering bersandar pada citra diri. Seseorang bisa tampak religius karena lingkungannya menilai demikian, padahal keyakinannya belum tumbuh dengan kesadaran mendalam. Islam yang dijadikan sekadar identitas seperti ini mudah melemah ketika lingkungan berubah. Sebaliknya, ketika Islam telah menjadi prinsip hidup, seseorang tidak perlu menyesuaikan dirinya dengan pandangan manusia. Ia teguh sebab imannya, bukan sebab pujian. Ia konsisten bukan karena ingin dilihat baik, tetapi karena ingin taat kepada Allah.

Di titik inilah tampak jelas perbedaan antara menampilkan Islam dan menghidupkan Islam. Menampilkan Islam hanya menyentuh permukaan, sedangkan menghidupkan Islam menembus hati dan membentuk kesadaran. Perbedaan ini penting karena menentukan sejauh mana Islam benar-benar menjadi dasar hidup. Gaya hidup dapat ditinggalkan kapan saja, tetapi jalan hidup karena Islam berdiri di atas akidah yang tidak berubah.

Di tengah derasnya arus modernitas, sebagian orang masih memandang Islam sebagai ajaran yang cukup dijalani dengan ritual tanpa memahami arah besar yang dibawanya. Pandangan seperti ini membuat Islam terlihat sempit, padahal ia membawa visi hidup yang tinggi. Ketika seseorang hanya mengenal Islam dari permukaan, ia kehilangan keutuhan pesan yang sebenarnya —bahwa Islam datang untuk mengubah cara manusia membaca dunia. Islam tidak meminta pengikutnya sekadar menjadi baik, tetapi berpikir benar. Dengan cara ini, seorang muslim tidak mudah terbawa euforia tren keagamaan karena ia memahami apa yang ia jalankan dan mengapa ia harus menjalankannya.

Untuk itu, setiap muslim perlu mengambil jarak sejenak dari keramaian simbol dan kembali menghidupkan proses berpikir yang bersandar pada wahyu Allah Swt.. Bukan berarti meninggalkan ekspresi lahiriah, tetapi memastikan bahwa tampilan luar selalu lahir dari fondasi yang kukuh. Ketika hati, akal, dan tindakan selaras dalam kerangka syariat, Islam tidak lagi menjadi sekadar penanda identitas, tetapi menjadi tenaga penggerak kehidupan. Pada titik ini, seorang muslim tidak menanti tren untuk terlihat islami karena standar hidupnya sudah ditetapkan oleh Allah Swt., bukan oleh penilaian masyarakat. [CM/Na]

 

Views: 11

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *