Oleh: Maman El Hakiem
(Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — Perubahan yang diinginkan dari dakwah bukanlah perubahan dengan jalan ninja. Istilah jalan ninja mencuat setelah ada salah seorang anak muda yang secara instan memimpin partai politik di negeri ini. Padahal istilah itu diadopsi dari anime Jepang yang terkenal, “Naruto” yang berambisi menjadi seorang Hokage atau pemimpin di negeri Konoha.
Pesan yang tersirat dari politik jalan ninja adalah proses perubahan secara cepat, senyap, dan instan. Sekadar meminjam istilahnya, dakwah tentu bukan politik jalan ninja, melainkan jalan perubahan pemikiran yang secara alamiah akan membentuk sebuah kesadaran di masyarakat untuk menerapkan sebuah aturan yang telah ditetapkan Allah Swt. untuk ditaati bersama.
Dakwah adalah proses perubahan, bukan sekadar perbaikan yang bersifat temporal. Maka, hal yang wajar, jika dakwah membutuhkan waktu yang lama dan tingkat kesabaran yang tinggi. Satu-satunya orang yang dalam waktu relatif singkat mampu membuat perubahan hanyalah Rasulullah saw. yang dalam tempo kurang dari 23 tahun telah mampu mengubah sistem kehidupan dari jahiliah menjadi islamiah.
Perubahan Fundamental
Dakwah bukanlah perubahan yang parsial, melainkan perubahan mendasar atau fundamental. Perubahan yang berawal dari adanya pemahaman yang benar akan kehidupan, lalu menjadi sebuah keyakinan yang mantap, kemudian membentuk kesadaran secara kolektif yang dapat membangkitkan masyarakat dari keterpurukannya. Itulah gambaran perjalanan dakwah yang dilakukan Rasulullah saw. selama periode Makkah yang menghasilkan sebuah peradaban gemilang di Madinah.
Mungkin orang berpikir bahwa keberhasilan dakwah sangat bergantung pada sosok atau figuritas. Namun, nyatanya, keberhasilan dakwah bukan semata-mata karena adanya figur yang baik, melainkan adanya sistem atau pola dakwah yang diadopsi dari Kitabullah dan Sunah Rasulullah saw.. Dakwah berupa interaksi masyarakat secara langsung dengan pembinaan secara intensif sehingga mereka mau menjadikan syariat Islam untuk diterapkan di dalam kehidupannya. Hal ini tergambar jelas pada kesediaan para kabilah di Madinah yang menerima dakwah Rasulullah saw. sehingga terjadinya peristiwa hijrah yang menandai terbentuknya kekuasaan secara independen di Madinah.
Dengan demikian, sejatinya dakwah adalah sebuah proses perubahan yang mendasar dan berdasarkan kesadaran. Jika perubahan itu hanya sesaat dan tidak menyentuh akar masalahnya, maka itu tidak bisa dikatakan sebagai sebuah perubahan (taghyir), melainkan hanya sekadar perbaikan (ishlah). Jika hanya perbaikan, maka sifatnya hanya sementara, boleh jadi akan kembali menjadi buruk, jika sistemnya tidak diubah.
Perubahan (taghyir) berbeda dengan perbaikan (ishlah), seperti orang memperbaiki jalan aspal, hanya sekadar tambal sulam yang dalam waktu singkat bisa rusak kembali. Sementara dakwah sebagai tugas mulia memiliki cara dan metode yang harus dipisahkan. Cara (uslub) dakwah mungkin banyak ragamnya, tetapi metode (thariqah) dakwah sifatnya tetap dan hanya ada satu, wajib adanya dan akan berlaku dalam berbagai kondisi atau zaman.
Seperti halnya dakwah di tengah umat, mungkin caranya bisa dengan menggunakan berbagai sarana sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Namun, secara metode, dakwah untuk mengubah keadaan masyarakat harus tetap mengikuti dakwah yang telah dicontohkan Rasulullah saw. berupa dakwah pemikiran yang menjadikan akidah Islam sebagai asas berpikir dan menjadikannya kaidah dalam mengambil tindakan atau keputusan.
Sebab, sifat dakwah adalah seruan atau ajakan untuk melakukan segala kemakrufan dan mencegah terjadinya kemungkaran. Maka, dakwah yang efektif adalah dengan cara berjemaah yang menjadikan halal dan haram sebagai standar perbuatannya. Tentu, karena sifat dakwah yang menyeluruh akan selalu dihadapkan dengan berbagai tantangan dan ujian yang membuat seseorang merasa putus asa atau frustasi. Namun, untuk membangun ketahanan spiritual dalam dakwah diperlukan tekad kuat, ikhlas, dan istikamah.
Allah Swt. selalu memotivasi untuk tetap yakin mampu melewati segala macam hambatan dakwah dengan satu keyakinan bahwa kaum muslimin adalah umat terbaik untuk seluruh manusia di muka bumi. Sebagaimana makna surah Al-Imran [3]: 110,
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Seandainya Ahlulkitab (Yahudi dan Nasrani) beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, tetapi sebagian mereka adalah orang-orang yang fasik.”
Wallahua’lam bisshawwab. [CM/NA]