Perbedaan Dalil

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

#30HMBCM

Oleh: Fila KA

CemerlangMedia.Com — Kali ini aku bukan ingin bercerita, tetapi sedikit unik. Mau berbagi ilmu sedikit, barang kali ada yang bertanya perihal perkara yang akan aku jabarkan di sini.

Ketika membaca hadis ke-62 tentang silaturahim dari buku kumpulan 100 hadis, aku teringat pernah mempelajari sebuah perkara di hadis itu. Terdapat pertentangan makna antara hadis dan dalil Al-Qur’an. Hadisnya diriwayatkan oleh Anas bin Malik radiyallahu ‘anhu, sosok pelayan Rasulullah yang berkhidmat selama 10 tahun di sisi beliau.

“من أحب أن يبسط له في رزقه, و ينسأ له في أثره, فليصل رحمه” [متفق عليه].

Rasulullah bersabda, “Barang siapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan ditangguhkan ajalnya (dipanjangkan umurnya), hendaklah ia bersilaturahim.” (Mutafaq ‘alaih).

Sedangkan di Al-Qur’an surah al-A’raf ayat 34 dikatakan, ajal itu tidak dapat ditunda dan tidak juga bisa dipercepat. Maka pertanyaanya, mengapa hadis tersebut bertentangan dengan Al-Qur’an? Bukankah rezeki dan ajal sudah Allah tentukan, yang mana tidak mungkin ditunda dan dipercepat kedatangannya.

Maka kita lihat, bagaimana para ulama menjawab.
Imam an-Nawawi menjelaskan makna “dilapangkan rezeki” artinya adalah diluaskan dan dijadikan banyak hartanya. Walau ada tambahan pendapat lain yang menguatkan, maknanya adalah keberkahan harta, meskipun kelihatannya tidak bertambah banyak hartanya tersebut.

Sedangkan makna “ditangguhkan ajalnya”, menurut pendapat pertama, ini adalah bentuk kinayah (kiasan), yang berarti adanya keberkahan pada usia, sama maknanya seperti rezeki tadi. Berarti seseorang yang bersilaturahim akan mendapat keberkahan usia. Keberkahan ini bisa diraba dengan disehatkan tubuh, dimudahkan dalam menjalani ibadah kepada Allah dan menjadikan dirinya terjaga dari maksiat.

Sementara pada pendapat kedua dikatakan maknanya hakiki, bukan kiasan. Yang berarti, ajal orang yang bersilaturahmi itu benar-benar dipanjangkan. Di buku pelajaran kuliahku dijelaskan, yang dimaksud makna hakiki adalah yang terkait dengan ilmu dan pengetahuan malaikat yang ditugaskan oleh Allah dalam mengurusi perkara umur.

Sedangkan makna yang ada pada ayat Qur’an di surah al-A’raf adalah perkara yang berkaitan dengan ilmunya Allah. Misalnya Allah katakan umur dia 100 tahun jika dia bersilaturahmi dan 80 tahun kalau dia tidak silaturahmi. Sedangkan Allah sudah mengetahui apakah si fulan tersebut akan bersilaturahmi atau tidak, maka sudah diputuskan ajalnya sesuai ketentuan Allah.

Dari penjabaran di atas dapat kita simpulkan, tidak adanya pertentangan antara Al-Qur’an dan hadis. Ini hanya perihal makna yang perlu dijelaskan lebih lanjut saja oleh para ulama. Lebih-lebih, hadis di atas, derajatnya disahihkan oleh dua imam hadis yang terkenal, Bukhari dan Muslim.

Ketika nanti kita bertemu lagi dengan hadis lain yang juga terjadi pembahasannya bersimpangan dengan Al-Qur’an, maka kita kembalikan pada penjelasan dari para ulama, sebab mereka yang paling mengerti makna hadis tersebut.

Perbedaan makna sering terjadi pada bahasa Arab disebabkan kaya dan luasnya kosakata bahasa tersebut. Oleh karena itu, dalam belajar ilmu agama, Al-Qur’an dan hadis yang semua itu berbahasa Arab, perlu adanya penelaahan dan penjelasan dari guru, supaya tidak salah mengartikan.

Dan umat Islam, setidaknnya diharuskan mempelajari bahasa Arab untuk lebih paham lagi makna agamanya. Bukan sengaja diturunkan dengan bahasa Arab, melainkan hanya bahasa Arablah yang memiliki kosakata unik. Bahkan, ada beberapa kata yang memiliki banyak makna. Dan dari kata bisa menyampaikan makna yang dalam.

Walaupun tidak boleh kita lupakan, Al-Qur’an turun di Makah dan Madinah, menggunakan bahasa Arab dikarenakan di sana masyarakatnya berbahasa Arab. Maka Al-Qur’an harus disampaikan dengan bahasa warga sana supaya mereka lebih memahami pesannya. Apa lagi Al-Qur’an datang di masa warga Arab tengan mendalami syair. Dan Al-Qur’an menjadi kalam yang layak untuk tandingan bahasa syair mereka.

Perlu seperti itu untuk membuktikan bahwa Al-Qur’an bukan kalam manusia biasa, melainkan kalam Tuhan yang Esa dan tidak ada satu manusia pun yang bisa membuat kalam seindah Al-Qur’an. Oleh karenanya, umat Islam perlu bangga dengan bahasa Arab.

Mengutip pelajaran dari hadis di atas yang sudah kita bahas, mengartikan bahwa adanya keutamaan yang besar pada silaturahmi. Kita sebagai orang yang mengikuti sunah Rasulullah perlu mengamalkannya. Sebab, tidak ada yang rugi dengan silaturahmi kita mendapat keberkahan rezeki dan umur.

Di hadis lain, bahkan ditegaskan untuk tidak memutus tali silaturahmi, bukan hanya mengurangi keberkahan rezeki dan umur, bahkan bisa tidak diterimanya amalan. Yang lebih menakutkan, terancam tidak masuk surga dan itu pun hadisnya sahih.

Sebagai umat Islam yang memang seharusnya saling menyayangi, maka seruan untuk menyambung silaturahmi adalah perkara yang penting dalam agama. Semoga kita dilapangkan rezeki dan diberkahkan usianya dengan menjalani sunah Rasulullah, yaitu mengeratkan ikatan tali silaturahmi.

(*Naskah ini tidak disunting oleh editor CemerlangMedia) [CM/Na]

Views: 5

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *