Anak Panji Desa

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Penulis: Kelaudia
Siswi SMA Negeri 1 Mentaya Hilir Selatan

CemerlangMedia.Com — Di sebuah desa kecil bernama Pelita, yang terletak di pinggiran Kota K, Negara I, hiduplah seorang anak berusia sepuluh tahun bernama Muhammad Azril. Ia adalah putra dari pasangan sederhana, Bu Disti dan Pak Andra. Keluarga mereka bukanlah keluarga kaya, tetapi penuh kasih sayang. Pak Andra sehari-hari bekerja di sawah, sementara Bu Disti sibuk mengurus rumah sekaligus membantu tetangga. Di desa Pelita yang tenteram itu, Azril bukan hanya dikenal, tetapi juga dicintai.

Sejak kecil, Azril terkenal ceria, usil, dan penuh canda. Wajah bulatnya selalu dihiasi senyum lebar, matanya berkilau penuh semangat. Hampir setiap hari terdengar suara gelak tawa warga desa karena ulahnya.

Terkadang Azril pura-pura jadi kakek tua saat membantu ibu-ibu di pasar. Ia membungkuk, berjalan pelan sambil bersuara serak, “Bu… belinya jangan banyak-banyak ya, kasihan kakek tua ini keberatan.” Ibu-ibu yang sedang belanja langsung tertawa. “Dasar Azril, masih kecil sudah pintar akting!” Dengan gaya serius, Azril menjawab, “Jangan bilang akting. Bilang saja pahlawan pasar!” Semua orang pun terbahak.

Di musala, saat mengaji bersama teman-temannya, Azril tiba-tiba menirukan gaya Pak Ustaz. Ia berdiri tegak, membersihkan tenggorokan berlebihan. “Ehem… ehem… kalau salah baca, nanti bukan pahala yang dapat, tetapi malah kena marah, lho!” Teman-temannya langsung terpingkal. Pak Ustaz geleng-geleng kepala, tetapi ikut tersenyum. “Azril, Azril… kamu ini memang tak bisa diam.” Azril cepat menimpali, “Kalau diam, nanti musala sepi, Ustaz.” Gelak tawa pun kembali pecah.

Di lapangan desa, saat main bola, Azril sengaja jatuh berguling sambil berteriak, “Aduh! Cepat panggil tabib desa!” Anak-anak panik, tetapi tiba-tiba Azril bangkit sambil membawa bola dan berseru, “Lihat!” Teman-temannya mengejar sambil tertawa, “Dasar Azril!”

Ramadan tiba, musala penuh oleh jemaah yang hendak salat tarawih. Azril tak mau ketinggalan dengan tingkah kocaknya. Sebelum iqamah dikumandangkan, ia berbisik keras, “Eh, kalian tahu nggak? Kata Pak Ustaz, kalau tarawih semangat, pahalanya bisa dobel. Jadi cepat-cepat kumpul di musala.” Anak-anak cekikikan, orang-orang dewasa pun tersenyum.

Ketika salat dimulai, Azril menggerakkan tangannya seperti kipas setiap kali sujud. Setelah selesai, salah satu bapak bertanya, “Azril, kenapa tadi sujudmu pakai kipas begitu?” Azril menjawab polos, “Biar nggak ngantuk, Pak. Soalnya kalau kepanasan suka bikin ngantuk, nanti bisa kelewat salam.” Semua orang pun tertawa.

Tak disangka, sejak malam itu, jemaah musala makin ramai. Anak-anak datang karena ingin mendengar lelucon Azril, orang dewasa ikut bersemangat karena suasana tarawih jadi lebih hidup. Pak Ustaz tersenyum haru, “Alhamdulillah, tingkah Azril justru membuat musala kita makin ramai. Semoga semangatnya jadi berkah.”

Suatu sore di bulan Ramadan, Azril berjalan-jalan di pasar sambil membawa kantong kecil. Matanya berbinar penuh rencana. “Hmm… makanan buka puasa apa yang paling enak, ya?” gumamnya sambil mengendus-endus makanan. Melihat penjual kolak, Azril mendekat, “Pak, boleh saya coba kolaknya?” Penjual tersenyum, “Coba saja, Nak, tetapi jangan dimakan semua, ya.” Azril mencubit sedikit kolak sambil menutup mulut, “Waduh… rasanya manis! Ini kolak apa gula, Pak?” Penjual dan ibu-ibu yang menonton tertawa.

Kemudian, ia melangkah ke penjual kurma. Ia mengambil satu kurma, mengendus, lalu menaruhnya kembali sambil berkata, “Kurma ini sepertinya bisa bikin orang rajin ke musala. Ah, aku harus bawa untuk teman-teman!” Anak-anak yang melihat ikut tertawa dan langsung berlari ke musala.

“Azril, cepat ke musala, buka puasanya bareng!” Azril melompat-lompat sambil membawa sedikit kolak dan kurma, “Baiklah, mari kita buka puasa, tetapi jangan lupa senyum biar tambah berkah!” Orang-orang di musala pun tersenyum melihat anak kecil itu membawa makanan sambil bercanda. Suasana buka puasa jadi hangat, ramai, dan penuh tawa.

Selain itu, Azril juga punya peran penting ketika menjadi monitor sahur. Ia berjalan keliling kampung bersama teman-temannya, membawa kentongan kecil sambil bersuara lantang, “Sahuuur… sahuuur!” Kadang ia menambahkan, “Yang belum bangun, nanti keburu ayamnya puasa duluan!” Warga yang mendengar pun tertawa dari dalam rumah. Suasana sahur jadi lebih hidup, penuh canda, tetapi tetap bermanfaat karena semua orang bisa bangun tepat waktu.

Suatu hari, warga desa Pelita menggelar hajatan pernikahan. Azril ikut sibuk membantu panitia. Saat tamu berdatangan, ia tiba-tiba muncul dengan panci bersih dipakai di kepala seperti topi prajurit. “Selamat datang! Silakan masuk! Makanannya banyak, tetapi jangan rebutan, ya. Nanti malah sendoknya yang hilang,” ujarnya sambil cengar-cengir. Para tamu tertawa, suasana jadi cair. Pengantin pun terlihat lebih rileks karena kegugupan mereka perlahan hilang berkat kelakar sederhana Azril.

Hari paling meriah adalah ulang tahun Desa Pelita. Ada lomba kerupuk, balap karung, hingga tarik tambang. Saat lomba kerupuk, Azril menggigit kerupuk lalu berseru, “Wah, renyahnya bikin gigi ikut senam!” Penonton tertawa melihat ekspresinya.

Saat tarik tambang, Azril berteriak penuh semangat, “Tarik kuat-kuat! Kalau menang, traktir aku es teh manis, ya!” Semua anak makin semangat menarik tali, sambil tertawa karena ulah Azril. Meski timnya lelah, mereka tetap gembira. Azril duduk sambil tertawa kecil, “Yang penting kita kompak, hadiahnya biar kepala desa yang traktir!”

Pak Kepala Desa menutup acara, “Desa Pelita ini hidup karena ada anak seperti Azril. Ia pantas disebut Anak Panji Desa.” Warga pun bersorak gembira. Azril berdiri sambil melambai, “Terima kasih, terima kasih… senyumnya gratis, bahagianya untuk semua!” Suasana pun pecah dengan tawa bahagia.

Meski penuh canda, Azril tak pernah lalai beribadah. Ia rajin salat, mengaji, dan selalu mengajak teman-temannya ke musala. Gelak tawanya menjadi cahaya, keusilannya jadi perekat persaudaraan, dan kebaikannya menginspirasi semua orang.

Untukmu, pembaca, ingatlah! Sekecil apa pun kebaikan yang kau lakukan, bisa jadi cahaya yang menuntun banyak hati. Muhammad Azril, Anak Panji Desa, tetap menjadi cahaya kecil yang membawa tawa dan kebaikan di setiap sudut Desa Pelita. [CM/Na]

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *