Penulis: Devi Lestari
Siswa SMAN 1 Mentaya Hilir Utara
CemerlangMedia.Com — Dahulu, aku sering merasa salah di mata orang lain. Aku menjalani hari-hari dengan perasaan yang rapuh, penuh keraguan, dan rasa tidak percaya diri. Menyembunyikan segala bentuk kecemasan dan kegelisahan. Diriku hanya ingin terlihat baik di depan orang lain. Aku takut gagal, aku takut ditolak, aku takut dianggap tidak cukup. Tidak layak. Tidak mampu.
Setiap kata yang keluar dari mulut mereka seakan menjadi penentu nilai diriku. Sedikit kritikan terasa seperti serpihan kaca yang perlahan menusuk hati, meninggalkan luka yang tak kasat mata. Aku membandingkan diriku dengan orang lain, mereka yang tampak punya arah, lebih sukses, lebih bahagia, lebih segalanya. Sementara aku? Aku merasa tersesat. Aku merasa gagal. Aku tak berani mengakuinya, bahkan pada diriku sendiri.
Namun, waktu terus berjalan dan roda kehidupan terus berputar. Seiring berjalannya hari, aku belajar melalui luka-luka kecil yang tak terhindarkan, melalui kejatuhan yang menyakitkan, tetapi menyadarkan. Aku mulai menyadari bahwa menjadi kuat bukan berarti selalu menang, bukan selalu tersenyum, atau terlihat sempurna. Terkadang, kekuatan justru datang dari keberanian untuk mengakui kelemahan. Dari kejujuran pada diri sendiri. Dari menerima bahwa tidak semua hal harus berjalan sesuai rencana.
Perbedaan antara aku yang dahulu dan kini bukan terletak pada pencapaian, bukan pula pada pujian atau pengakuan. Akan tetapi, pada kegagalan yang aku peluk dan pemahaman yang tumbuh dari situ. Aku yang dahulu selalu sibuk memikirkan kata orang lain, membandingkan diri dengan kehidupan orang lain, kini belajar untuk menerima proses. Menerima bahwa dalam kegagalan, dalam kesalahan, dan dalam kerapuhan yang dahulu kututupi, ada pelajaran yang berharga. Bahwa berubah bukan berarti kehilangan jati diri, tetapi justru sebuah perjalanan untuk menemukannya.
Kini aku mulai berdamai dengan diriku. Masih banyak yang harus aku pelajari. Masih ada hari-hari ketika aku kembali meragukan diriku sendiri. Masih ada suara-suara kecil di kepala yang mengatakan aku belum cukup. Namun sekarang, tidak lagi seperti dahulu, aku tak membiarkan suara itu menentukan langkahku. Aku tahu, itu bagian dari prosesku. Bagian dari perjalanan untuk tumbuh dan memahami siapa diriku sebenarnya.
Ada ruang penuh luka, tangisan, dan pelajaran yang tak ingin aku lupakan. Di situlah aku bertumbuh. Di situlah aku menemukan diriku sendiri. Bukan menjadi versi orang lain, tetapi menjadi diriku yang utuh, yang terus belajar, dan yang perlahan menerima bahwa aku memang tak sempurna, tetapi aku cukup. [CM/Na]






















