Bau

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

#30HMBCM

Oleh: Muslihah

CemerlangMedia.Com — “Ih, ini bau apa, sih? Menyengat seperti bangkai.”

“Iya, kemarin aku sudah mengendus bau ini, tapi sekarang lebih kuat.”

“Kalau dirasa, sepertinya bau ini dari rumah ini.”

“Iya, iya, itu liat, banyak lalat keluar masuk dari lubang rumah itu.”

“Kita dobrak saja rumah itu.”

Warga daerah padat penduduk itu sahut menyahut bicara tentang bau busuk yang menguar mengganggu penciuman mereka.

“Kita lapor Pak RT lebih dulu. Jangan sampai kita melakukan kesalahan.” Seseorang memberikan usul.

Pak Yanto sebagai ketua RT langsung menghubungi Babinsa setelah mendapat laporan warga. Kemudian beramai-ramai bermaksud membuka paksa rumah yang diketahui dihuni Bu Rukiya, seorang janda dengan dua anaknya, Rodiya dan Salima.

Dari jarak lima puluh meter dari rumah yang beberapa hari ini tak terlihat terbuka, bau itu mulai terendus, semakin dekat semakin menyengat. Mereka langsung mendobrak pintu rumah itu. Begitu terbuka, beberapa orang langsung muntah, beberapa orang berlari menjauh. Tinggal Pak Yanto dan kedua orang Babinsa, yang sudah memakai masker berlapis sejak awal terus masuk ke rumah itu. Yang lain menunggu di luar rumah.

Mereka melewati ruang depan yang penuh debu. Pak Yanto lanjut ke dapur dan dua orang yang lain membuka pintu yang diduga kamar tidur.

“Astaghfirullah!” seru mereka berdua.

Pak Yanto segera berlari ke arah suara.

“Ya Allah! Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun!” seru ketua RT.

Mereka melihat pemandangan yang sangat mengerikan, dua orang anak terbaring di lantai, yang di kiri ranjang kurang lebih usia 10 tahun, yang di kanannya mungkin 7 tahun, sedangkan di atas tempat tidur terbujur jenazah Bu Rukiya yang sudah membusuk, dari arah perutnya dipenuhi belatung. Rupanya bau menusuk itu darai sini.

Pak Sandi, salah satu Babinsa segera mengambil ponsel untuk mengabadikan dengan kamera apa saja yang ada di ruangan itu, sebagai bukti untuk dilaporkan ke kepala desa dan polisi. Pak Rudi, anggota Babinsa lainnya dengan cekatan memeriksa denyut nadi satu-persatu kedua anak itu, sebab mereka tak bergeming, padahal seruan para lelaki itu nyaris berupa teriakan. Sementara warga yang di luar rumah semakin banyak berkerumun, saling beradu pandang, namun enggan masuk.

“Ada denyut nadi, tapi lemah,” ujar Pak Rudi, “Kita butuh ambulan.”

Mereka bertiga keluar dari rumah itu. Pak Sandi menghubungi kepolisian dan kepala desa, melaporkan apa yang mereka temukan. Pak Yanto menjelaskan ke warga. Pak Rudi menghubungi rumah sakit terdekat, melihat keadaan dua anak yang sangat memprihatinkan.

Beruntung ambulan cepat datang, kedua anak itu langsung dibawa ke rumah sakit untuk mendapat perawatan. Pemulasaraan jenazah Bu Rukiya langsung dilaksanakan oleh warga sesaat setelah polisi datang dan memberikan izin.

Pak Rasyid, modin kampung merasa bingung, bagaimana cara mengangkat jenazah yang sudah busuk. Beliau menghubungi pemadam kebakaran untuk membantu. Hanya dalam tempo kurang dari lima menit setelah kedatangan petugas, jenazah sudah dimasukkan ke kantungnya. Mereka memang mempunyai tekhnik tersendiri sudah terlatih menghadapi keadaan demikian.

“Kita tidak mungkin memandikan beliau, oleh sebab itu cukup kita tayammumi saja dari luar kantung jenazah,” ujar Pak Rasyid.

Warga hanya patuh mengikuti arahan modin. Mereka masih sempat menyalatinya sebab yang mereka tahu, Bu Rukiya memeluk Islam, kemudian memakamkan.

Berita itu langsung viral di media sosial dalam tempo satu jam sudah mendapatkan hampir seribu like dan ratusan komentar dan share.

Menurut petugas medis dua anak itu mengalami dehidrasi parah dan gizi buruk. Setelah dua hari dirawat mereka mulai menunjukkan kemajuan kesehatan. Sudah sadar dan bisa diajak bicara. Diketahui bernama Johan, 10 tahun dan Nafiah 7 tahun. Mereka berada dalam ruangan yang sama.

“Apa yang terjadi dengan ibu kalian?” tanya perempuan memakai baju perawat yang di dadanya tertera nama Susi dengan lembut.

“Ibu sakit. Tapi kemudian diam tidak bergerak sama sekali,” jawab Nafiah.

“Lama-lama ada bau busuk,” sahut Johan.

“Kalian tidak minta tolong atau bilang ke tetangga?” lanjut Suster Susi.

“Tidak. Karena Ibuk berpesan, kami tidak boleh merepotkan siapa pun,” jawab Johan.

“Terus bagaimana dengan makan kalian selama Ibuk sakit, bahkan diam tidak bergerak?”

“Kami hanya minum air kran,” jawab Nafiah polos.

Susi tak mampu menahan bening yang meluncur dari kedua netranya. Segera ia menghapusnya.

“Baiklah, sekarang kalian makan apa yang kami sajikan, ya. Harus selalu habis!” ujarnya lembut kemudian keluar dari ruangan itu.

Rupanya berita Bu Rukiya sampai ke bupati. Beliau dan istri berkenan mengunjungi dua anak malang itu di rumah sakit dengan membawa kebijakan merawat mereka di dinas sosial seusai dinyatakan sehat.

Hari Minggu seusai salat berjamah Subuh di masjid, ada kajian rutin sepekan sekali. Pak Rasyid mengangkat materi peristiwa Bu Rukiya sambil mengusap air mata berulang kali.

“Kita semua salah, bagaimana mungkin ada seorang yang mati sampai lebih dari dua minggu, dengan dua anak yang kelaparan kita tidak tahu. Mungkin jika terlambat membuka paksa rumah itu, kita bukan hanya menemukaan satu jenazah, tapi tiga sekaligus. Astaghfirullah, dua anak kecil itu sampai koma akibat kelaparan. Kita semua akan ditanya oleh Allah kelak.

Iya, kita semua. Para tetangga Bu Rukiya, Pak RT, Pak RW, Pak Lurah, semua pemimpin bahkan bupati, gubernur dan kepala negara. Karena setiap kita adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban. Oleh sebab itu, kita semua harus banyak istighfar minta ampun kepada Allah, semoga Allah mengampuni.”

“Aamiin,” sahut jamaah serentak.

“Tapi, bukankah kita tidak tahu jika mereka kelaparan, Pak? Masa masih dihitung dosa?” Parmin salah satu dari warga masih belum paham.

“Justru ketidak tahuan itu menunjukkan bahwa kita tidak peduli terhadap tetangga. Ada orang meninggal sampai dua minggu belum dikuburkan dan hampir sebulan dua anak itu tak kemasukan makanan selain air kran. Di mana kepedulian kita? Astaghfirullah,” jawab Pak Rasyid dengan pilu.

“Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa yang tidak peduli terhadap urusan kaum muslim, maka dia bukan bagian dari mereka.” Hadits riwayat Imam Ahmad. Apakah kita sanggup jika kelak di Hari Perhitungan tidak dimasukkan sebagai golongan kaum muslim? Lalu akan ke mana kita? Bisakah kita selamat?” lanjutnya.

Jamaah diam menyimak. Mereka merasa bersalah.

“Selain itu Rasulullah saw. juga memberi teladan dengan perilakunya. Beliau setiap hari menyuapi pengemis buta di pasar, meski orang itu Yahudi dan setiap hari mencaci, menjelekkan dan memfitnah Muhammad. Sedangkan Bu Rukiya, orang yang takut menyakiti dan mengganggu tetangganya.

Pesan Rasulullah saw. tadi juga mengingatkan agar kita senantiasa memiliki kepedulian sosial, memperhatikan orang-orang sekitar kita.” Pak Rasyid masih terpukul dan menyesali peristiwa itu.

Sidoarjo, 15 Nopember 2025

(*Naskah ini original, tidak disunting oleh editor CemerlangMedia) [CM/Na]

Views: 3

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *