Oleh: Wahyu Saputra
(Siswa SMAN 1 Menataya Hilir Selatan)
CemerlangMedia.Com — SMA N 1 Mentaya Hilir Selatan bukan sekadar sebuah sekolah bagi saya. Ia adalah ladang di mana impian bermekaran dan kenangan bersarang. Namun, di balik riuh rendahnya koridor dan gemerlapnya lampu kelas, terdapat kisah yang jauh lebih dalam.
Hari itu, matahari terbit dengan gemilangnya, menerangi kawasan desa kami, yaitu Samuda di Mentaya Hilir Selatan. Udara pagi yang segar menyapa kami para siswa siswi SMAN 1 Mentaya Hilir Selatan yang semangat menghadapi hari-hari terakhir di sekolah.
Namaku Wahyu Saputra, seorang murid SMA yang tengah menapaki tahun terakhirnya. Sejak duduk di bangku SMA, cita-cita besar menggelora dalam diriku, ingin menjadi seorang abdi negara, layaknya seorang prajurit TNI yang gagah berani. Namun, takdir berkata lain.
Sejak duduk di bangku SMA, impian itu telah menguar dalam diriku. Setiap langkahku, setiap tindakanku, semuanya tertuju pada satu tujuan, yakni menjadi seorang tentara. Namun, hidup selalu punya cara untuk mengubah rencana.
Kesehatan dan fisikku yang belum matang menjadi hambatan utama. Dokter menyatakan bahwa aku tidak memenuhi syarat untuk bergabung dengan akademi militer. Semua impian itu hancur seketika. Namun, aku tidak menyerah begitu saja.
Berkat dukungan dari keluarga dan teman-temanku, aku mencoba menjalani latihan fisik lebih intensif. Aku mengikuti berbagai tip dan pelatihan yang bisa membantuku meningkatkan kemampuan. Namun, makin keras aku mencoba, makin jelas keterbatasanku.
Hari demi hari berlalu di sekolah, tetapi beban itu terasa makin berat. Kegagalan merayap perlahan menggerogoti semangatku. Namun, ada satu hal yang tidak pernah hilang dari diriku, yaitu rasa ingin tahu.
Aku selalu ingin tahu tentang segala hal, dari pelajaran di kelas hingga kehidupan di luar sana. Guru-guru di SMAN 1 Mentaya Hilir Selatan selalu mendukungku, memberiku dorongan untuk terus belajar, meskipun impianku tampaknya jauh dari jangkauan.
Kenangan indah menghiasi masa-masa itu. Ceria dan canda tawa bersama teman-teman di kantin, debat sengit di kelas, serta pelajaran yang memberiku wawasan baru setiap harinya. Semua itu menjadi bekal berharga dalam perjalanan hidupku.
Puncaknya, saat menjelang ujian dan kemudian beberapa bulan menjelang kelulusan, aku harus membuat keputusan besar. Apakah aku akan tetap berjuang untuk impian yang sudah hampir pupus ataukah aku akan memutar haluan dan mengejar mimpi baru?
Setelah berpikir panjang, aku memutuskan untuk menyerah pada takdir. Impian menjadi tentara memang gagal, tetapi itu bukan akhir dari segalanya. Aku menyadari bahwa masih ada cara lain untuk berkontribusi terhadap negara ini.
Aku memilih belajar untuk menjadi seorang guru, meskipun jauh dari bidang yang aku impikan. Aku yakin bahwa melalui pendidikan, aku bisa membentuk generasi penerus bangsa yang tangguh dan berkarakter.
Hari menjelang kelulusan pun hampir tiba. Rasa bangga dan haru menyelimuti hatiku, meskipun tidak seperti yang kubayangkan. Namun, aku merasa puas, satu langkah lagi aku akan menyelesaikan satu bab dalam hidupku. SMAN 1 Mentaya Hilir Selatan akan selalu menjadi bagian yang tidak tergantikan dalam kenangan indahku.
Kini, aku melangkah ke depan dengan tekad baru. Menjadi seorang guru bukanlah impian yang kalah, tetapi merupakan panggilan jiwa yang sesungguhnya. Aku yakin, di balik setiap mimpi yang pupus, selalu ada jalan lain yang membawa kebahagiaan dan keberhasilan. Bagiku, itu adalah menjadi seorang pengajar yang berdedikasi untuk membentuk masa depan bangsa. [CM/NA]