Oleh: Muhammad Aldiansyah
(Siswa SMAN 1 Mentaya Hilir Selatan)
CemerlangMedia.Com — Perkenalkan, nama saya Muhammad Aldiansyah. Saya lahir 29 mei 2008. Saya sekolah di SMAN 1 MHS saya kelas Xr5. Di sini saya akan menceritakan drama yang berjudul P5.
Hari itu tepatnya Rabu, jam terakhir, yakni pelajaran Bahasa Indonesia, dikelas X ruang 5. Saat itu, kelas sangat berisik karena teman-teman berlari-larian dan bermain-main di kelas itu. Tiba-tiba di saat mereka bermain-main, guru pun muncul dengan mengucap salam.
Kami serentak berlarian kembali ke tempat duduk, lalu membalas ucapan salam. Ketika semua sudah tenang, Bu Maulida pun mulai mengabsen kami satu per satu. Setelah selesai mengabsen, Bu Maulida mulai membahas pelajaran, yaitu tentang teks anekdot.
Setelah beberapa saat, Bu Maulida membagi beberapa kelompok untuk mengerjakan tugas yang beliau kasih. Pembagian kelompok tersebut dibebaskan sesuai keinginan murid, tetapi hanya bisa 5 orang dalam satu kelompok. Aku dan teman-teman pun sepakat untuk membuat kelompok kami.
Suasana ruang kelas dipenuhi tawa dan keceriaan ketika saat pembagian kelompok itu. Setelah semua siswa sepakat, akhirnya semua siswa dibagi menjadi 6 kelompok dan kami kelompok ke-4. Kami yang terdiri dari lima siswa, yaitu aku, Rama, Rizki AL, Supi, dan Fahrian, segera berkumpul untuk merencanakan teks anekdot yang akan kami buat.
Rizki yang dikenal sebagai sumber ide kreatif langsung menawarkan cerita lucu tentang kejadian di kantin sekolah. Ia bercerita tentang ketika salah satu guru tanpa sengaja membeli makanan untuk anak kelas satu, bukannya untuk dirinya sendiri. Kami tertawa terbahak-bahak mendengar cerita Rizki. Semua setuju untuk mengembangkan anekdot itu sebagai inti cerita kami.
Setelah kita memiliki premis, tugas selanjutnya jatuh pada peran masing-masing. Fahrian ditunjuk sebagai penulis utama, Rama sebagai pencari referensi anekdot lain untuk memberikan variasi, aku sebagai editor yang teliti dan pembuat ilustrasi yang akan memeriahkan teks anekdot kami. Kebersamaan dan semangat kami menjadi kekuatan yang mendorong proyek ini maju.
Proses penulisan dimulai dengan Rizki yang menyusun naskah awal. Ia menghadirkan nuansa humor dalam setiap kalimat sambil memastikan cerita tetap relevan dengan kehidupan sehari-hari di sekolah. Sementara itu, Rama menyumbangkan anekdot tambahan yang ia temukan dari pengalaman teman-temannya di sekolah lain dan memberikan sentuhan unik pada teks anekdot kami.
Aku sebagai editor bekerja keras untuk memastikan kelancaran alur cerita. Aku menyarankan beberapa perubahan kecil yang membuat teks anekdot kami makin menggelitik. Di sisi lain, Supi menghadirkan ilustrasi yang menggambarkan kekocakan cerita. Wajah guru yang bingung dan siswa-siswa yang tertawa terbahak-bahak menjadi poin menarik dalam teks anekdot kami.
Ketika presentasi hari H tiba, kami memutuskan untuk memerankan cerita kami di depan kelas. Rizki menjadi narator, sementara yang lain memerankan karakter-karakter dalam anekdot. Saat Rizki memulai cerita, tawa meletus dari seluruh penghuni kelas. Guru kami, Bu Maulida, ikut tersenyum menyaksikan kami mempresentasikan kisah lucu ini dengan penuh semangat.
Setelah presentasi, kami merasa bangga dengan kerja keras ini. Bu Maulida memberikan pujian atas kreativitas dan kerja sama kami. “Kalian tidak hanya membuat teks anekdot yang menghibur, tetapi juga berhasil menyampaikan pesan humor dengan baik,” ujarnya. Pujian itu membuat kami makin bersatu sebagai tim.
Proyek teks anekdot ini bukan hanya tentang tugas sekolah, tetapi juga tentang menciptakan kenangan bersama. Kami melihat satu sama lain dengan mata penuh kebanggaan, menyadari bahwa keberhasilan ini adalah hasil dari kerja keras dan kolaborasi kami sebagai tim. Pengalaman membuat teks anekdot ini tidak hanya mengajarkan kami tentang keceriaan, tetapi juga mengukuhkan persahabatan di antara kami sebagai anggota kelompok 4. [CM/NA]