Kekalahan Tigerpool

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

#30HMBCM

Oleh: Nurhy Niha

CemerlangMedia.Com — Suamiku merupakan penggemar klub bola Tigerpool. Dari sebelum nikah dia selalu menyempatkan waktunya untuk menonton setiap pertandingannya. Tak jarang dia menyisihkan uang demi bisa pergi merchandise klub kesayangannya. Awalnya tidak keberatan dengan kesenangan suamiku selama tidak mengganggu tanggung jawabnya.

Di usia pernikahan yang ke-10 kami diuji dengan kesulitan ekonomi. Selain karena kebutuhan yang semakin meningkat, beberapa bulan lalu Mas Danu suamiku terkena PHK. Aku dan Mas Danu memutar otak untuk bertahan hidup. Kita memutuskan untuk membuka konveksi pakaian. Aku bisa menjahit baju dan suamiku yang memasarkannya.

Awalnya berjalan mulus penghasilan konveksi cukup memenuhi kebutuhan kami, sampai suamiku kecanduan taruhan bola, keuangan kami mulai terganggu. Suamiku yang seorang pecinta bola, ketika nobar mulai tergiur dengan taruhan bola ini. Dimulai dari bayar traktir makan untuk orang yang kalah kemudian berlanjut menjadi taruhan dengan jumlah uang yang cukup besar.

Terkadang menang dan kadang kalah. Namun beberapa pertandingan terakhir Tigerpool kalah beruntun. Suamiku semakin kepepet dan mulai menggunakan operasional konveksi untuk membayar kekalahannya.

“Sayang, bisa transfer 5 juta ke rekeningku?” Tanya suamiku dengan wajah memelasnya.

“Bisa, tapi untuk apa?” jawabku.

“Semalam Tigerpool kalah, jadi aku harus bayar ke temanku,” suamiku menjelaskan.

“Kamu taruhan lagi? Sayang, itukan sama dengan judi. Kamu tahukan judi itu…” jawabku menggantung.

“Iya, judi itu haram dan dosa,” lanjut Mas Danu, suamiku.

Hening.

Jujur, aku keberatan kalau harus mengeluarkan uang untuk taruhan. Ingin rasanya menolak, tapi pasti akan menimbulkan pertengkaran baru. Keadaan ekonomi kami sedang tidak stabil, jadi setiap pengeluaran harus diperhitungkan.

“Mas, aku memang bisa transfer kamu, tapi kalau untuk bayar taruhan tidak bisa. Uang kita terbatas dan kita perlu memutarkannya untuk usaha konveksi,” jawabku memecahkan keheningan.

“Baiklah, aku akan mencari cara lain untuk menyelesaikannya,” ucap suamiku.

Sebenarnya aku tak menyangka suamiku biasa saja dan, alhamdulillah tak marah. Semoga kekalahan kali ini menjadi titik balik Mas Danu taruhan bola. Aku tak masalah suamiku dengan hobi menonton bolanya, tapi kalau untuk taruhan, aku menentangnya.

Usaha konveksi seperti ombak di laut, ada pasang dan surutnya. Kami yang baru seumur jagung sudah merasakan pahit getirnya. Omset melonjak di waktu tertentu dan menurun di waktu yang lainnya.

Beberapa waktu berlalu, tiba-tiba datang beberapa orang preman ke rumah mengedor-gedor pintu membabi buta. Suamiku tidak ada d rumah membuat suasana semakin takut. Hanya ada aku dan beberapa pegawai. Awalnya aku mengira preman yang minta jatah, ternyata mereka debt collector yang menagih utang pinjaman online suamiku.

Betapa terkejutnya aku, aku yakin, suamiku tak pernah melakukan pinjaman. Mereka menunjukkan data peminjaman atas nama Mas Danu. Dalam ketakutan, aku menelepon suamiku, namun tak ada jawaban. Seorang pegawai menyarankanku membayarkan utang itu daripada kita diteror terus.

Akhirnya aku memutuskan untuk membayarkannya karena ini sungguh mengganggu pekerjaan konveksiku. Malamnya, Mas Danu pulang dan aku menceritakan semuanya.

“Ini semua kesalahan kamu Mira, kalau saja kamu mau transfer, aku gak akan terlilit pinjol,” ucap suamiku marah.

Aku berusaha menahan tangis dan hanya diam mendengarkannya.

“Kamu tahu, Tigerpool adalah klub bola kesukaanku kalah menang adalah hal yang biasa dalam pertandingan.”

“Aku seru-seruan ikutan taruhan, awalnya Tigerpool sering menang, tapi beberapa pertandingan terakhir kalah beruntun.”

“Saat nilai taruhannya makin besar, naasnya Tigerpool kalah.”

“Aku bingung kamu tak mau memberikan uang, jadi aku memutuskan untuk berhutang pada pinjaman online.”

“Aku terjebak pinjaman online beruntun, aku bingung darimana mendapatkan uang untuk cicilan dan akhirnya aku melakukan pinjaman yang lain. Aku tidak bisa membayarnya dan preman-preman itu datang,” cerita panjang lebar Mas Danu.

“Kamu punya berapa pinjaman online?” tanyaku.

“Aku ga tau pastinya, aku kalut jadi tanpa sadar aku meminjam ke beberapa pinjol,” jawab suamiku lemah.

“Ya Allah, apa yang harus aku lakukan? Apa kalau aku membayar hutang pinjol suamiku dia akan berhenti taruhan dan melakukan pinjol?” Batinku bertanya.

Jujur, aku bingung, ekomomi sedang tidak stabil, namun aku harus membayar hutang pinjol suamiku. Uang yang ada adalah uang usaha kami dan bukan hanya kami yang bergantung pada usaha itu, ada beberapa pegawai yang mencari nafkah dari konveksi.

Jeratan pinjol sungguh mematikan dengan bunga yang tidak masuk akal dan waktu bayar yang relatif singkat ditambah debt collector yang membuatku trauma.

Andai pemerintah melaksanakan tugasnya mengurus rakyatnya dengan baik. Misalnya turun tangan menyelesaikan masalah pinjol ini, pasti kami rakyat kecil tak akan menderita.

Aku sudah mengingatkan kalau taruhan itu sama dengan judi. Dalam Islam, judi adalah haram seperti yang tertulis dalam surah Al-Maidah ayat 90, “Hai orang-orang yang beriman, sesunghuhnya minum khamar, berjudi, mengundi nasib adalah perbuatan keji dan perbuatan setan.”

Islam sudah sangat jelas menunjukkan mana perbuatan yang haram mana yang halal. Sesama manusia kita harus saling mengingatkan termasuk suami istri.

Aku tak pernah berpikir akan sejauh ini, karena kekalahan klub bola kesukaan suamiku, kami terjerat pinjaman online.

Semoga kami bisa melewati ini semua dan masih bersama dalam sebuah ikatan keluarga. Suamiku memang salah, tapi tidak ada manusia yang tidak luput dari khilaf.

Di tengah maraknya kasus perceraian yang dipicu ekonomi, aku memilih untuk melewatinya bersama-sama, bukan karena anak atau alasan sentimentil lainnya. Aku percaya, selama kita punya visi misi yang sama dan sesuai aturan Islam, semua akan akan ada jalan keluarnya.

(*Naskah ini original, tidak disunting oleh editor CemerlangMedia) [CM/Na]

Views: 5

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *