Ketika Suami Memilih Lain

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

#30HMBCM

Oleh: Yeni Nurmayanti

Cemerlangmedia.Com — “Sayang, aku berangkat kerja dulu, ya,” ucap suamiku sambil mengecup kening lalu aku mencium tangan suamiku dan ia mencium tanganku. Tak lupa ia juga berpamitan dengan ketiga anakku, barulah setelah itu ia bergegas pergi ke kantor.

Setiap hari seperti itu ritual suamiku sebelum berangkat kerja, tak lupa aku pun membawakan bekal setiap hari untuk suami dan anak-anakku. Ia suami yang baik selalu memenuhi segala kebutuhanku, memberiku nafkah lahir dan batin.

Ia juga sangat sayang dan perhatian kepada anak-anak. Tak heran jika anak-anak sangat dekat dengan sosok ayahnya. Ia juga sangat peduli dengan keluarganya dan keluargaku dengan selalu membantu secara finansial, hingga keluargaku dan keluarganya selalu memuji-muji suamiku sampai ia mendapatkan gelar malaikat tak bersayap.

Sudah 22 tahun kami membangun rumah tangga nyaris tak pernah ribut besar. Suamiku selalu mengalah dan setiap aku tantrum, ia selalu membujukku hingga rasa marah dan kesalku benar-benar hilang. Menurutku, ia sangat sempurna sebagai seorang suami dan aku sangat amat percaya padanya.

Aku hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa. Awalnya aku bekerja di kantor, tapi suamiku memintaku untuk resign dan hanya fokus mengurusi rumah tangga. Awalnya aku menolak karena untuk mengurus rumah sudah ada asisten rumah tangga dan dan supir pribadi untuk antar jemput anak-anak.

Tapi suamiku marah dan mengatakan:
“Apa alasan kamu bekerja?”
“Apa masih kurang uang yang aku berikan padamu?”
“Apa aku tidak memenuhi semua kebutuhanmu?”
“Jika kamu ingin uang yang lebih banyak, katakan saja, kamu ingin berapa akan aku penuhi semua keinginanmu.”

Aku hanya tertunduk dan menangis, lalu suamiku meminta maaf dan memelukku. Ia hanya ingin aku di rumah saja, ia juga tidak suka jika aku sering pergi kumpul-kumpul bersama teman-temanku atau pergi arisan seperti ibu-ibu sosialita lainnya. Jika aku ingin healing, aku harus pergi bersama suamiku.

Aku berpikir semua tindakannya itu hanya karena ia terlalu mencintaiku dan takut kehilanganku. Hingga suatu pagi suamiku pergi ke kantor dengan keadaan tergesa-gesa, katanya mau ada meeting penting di kantor.

Tak lama telepon berdering dan ternyata itu dari suamiku.

“Sayang, Papah hari ini tidak pulang ke rumah. Papah mau dinas ke luar kota, mungkin sekitar satu minggu tidak pulang. Tapi dompet Papah tertinggal di kamar, tolong Mamah ambilkan dompet di atas lemari dan bilang sama Pak Yanto (ia supir pribadi anak-anakku) untuk mengantarkannya ke kantor Papah, ya. Love you, Sayang.” Ia segera menutup teleponnya setelah aku mengiyakan perkataannya.

Aku bergegas ke kamar untuk mengambil dompet suamiku. Aku termasuk orang yang jarang membuka dompet atau kepo dengan isi dompet suamiku karena semua kebutuhan dan keinginanku selalu terpenuhi. Aku pun menuju ke lemari yang dimaksud karena lemarinya lumayan tinggi hingga kursi yang aku pakai untuk menggapai dompet saja masih kurang tinggi sedikit. Jadi, aku menggunakan hanger agar bisa menggapainya.

Akhirnya, aku berhasil menggapai dompet suamiku, namun dompet itu terlepas dan jatuh ke lantai hingga membuat dompet itu terbuka. Betapa terkejutnya aku saat melihat foto seorang wanita ada di dompet suamiku.

Aku segera mengambil dompet itu. Aku pandangi foto wanita yang ada di dompet suamiku. Aku masih berpikir jika itu foto keluarganya, tapi setelah aku ingat-ingat, aku belum pernah melihatnya. Aku bertanya-tanya, foto siapakah itu.

Batinku merasa curiga, tapi logika berkata, ah tidak mungkin, suamiku kan bucin sekali padaku. Aku menepis pikiran-pikiran negatif yang berkecambuk dalam otakku. Aku bergegas memberikan dompet itu kepada Pak Yanto agar segera diantarkan kepada suamiku.

Satu Minggu kemudian akhirnya suamiku pulang ke rumah. Ia membawa banyak oleh-oleh untukku, anak-anak dan untuk orang-orang yang bekerja di rumahku. Tak hanya berupa makanan, tapi juga barang-barang. Tak lupa, ia juga selalu memberiku buket bunga setiap habis pulang dari dinas luar kota.

Saat suamiku sedang mandi, rasa penasaranku kembali muncul saat aku mencari dompet suamiku di atas lemari ternyata tidak ada, lalu aku memeriksa tas yang biasa dipakai suamiku untuk bekerja, namun tidak ada juga. Tapi mataku tertuju pada box biru persegi yang begitu cantik. Aku kepo dan membukanya ternyata itu sebuah kalung.

Akhirnya aku memutuskan tidak mencari dompet suamiku lagi karena aku yakin ia telah menyiapkan kejutan untukku. Aku menunggu suamiku memberikan kalung itu padaku, namun hingga ia berangkat kerja, ia tidak memberikan kalung itu padaku.

Sampai tiba waktu pulang ke rumah, suamiku tidak juga memberikan kalung itu. Akhirnya aku memeriksa tas suamiku saat ia sedang mandi, namun aku tidak menemukan kalung itu. Aku bertanya-tanya untuk siapa kalung itu?

Setelah selesai mandi, aku bertanya kepada suamiku tentang foto wanita yang ada di dompetnya dan tentang kalung dalam box biru itu kepada siapa ia berikan. Tak terasa air mataku meleleh di pipi. Suamiku memelukku dan meminta maaf.

Mulutnya terkunci rapat, aku pun terus bertanya sambil menangis. Hingga kesabaranku hilang, aku berdiri hendak membanting barang-barang yang ada di kamarku. Tapi suamiku dengan sigap menahan tanganku dan memelukku, lalu ia bilang akan bercerita dengan jujur.

Suamiku pun mulai bercerita. Ia berkata bahwa foto yang aku lihat dan kalung yang aku lihat, itu untuk istri kedua suamiku, namanya Rosalina. Ia dulu satu kampus dengan suamiku sewaktu masih kuliah. Suamiku dulu mengagumi Rosalina, tapi ia tidak menyatakan cintanya karena fokus dengan pendidikan.

Karena suamiku dulu berasal dari keluarga yang kurang mampu hingga ia bertekad ingin merubah kehidupannya, ia pun belajar dengan giat demi tetap menyandang mahasiswa berprestasi dan mendapatkan beasiswa dari sana. Hingga kini, ia bisa sukses berkat kerja kerasnya dan juga ia sangat rajin beribadah terutama shalat tahajud.

Suamiku sudah 10 tahun menikah dengan Rosalina. Mereka bertemu saat suamiku dinas keluar kota dan tidak sengaja bertemu. Saat itu, ia seorang janda, suaminya meninggal.

Usianya lebih muda dariku, tapi dokter memvonis bahwa ia mandul. Ia juga sering sakit-sakitan. Tapi karena ia cinta pertama suamiku, suamiku tetap menerima keadaan Rosalina.

Setelah suamiku selesai bicara. Dug! Jantungku serasa berhenti berdetak, kepalaku tiba-tiba terasa pusing, duniaku rasanya hancur berkeping-keping.

“Lalu kenapa Papah tidak menceraikan Mamah saja, jika Papah mencintai wanita itu. Jadi kebaikan Papah selama ini hanya karena ingin menutupi pernikahan kedua papah?” Tanyaku sambil tak henti-hentinya menangis.

“Bagaimana mungkin Papah bisa meninggalkan Mamah yang sudah memberi Papah tiga anak yang sehat shaleh dan shalehah, Mamah jugalah yang menemani Papah dari nol, tidak ada alasan untuk Papah meninggalkan Mamah,” jawab suamiku.

“Papah pilih Mamah atau pilih wanita itu,” tanyaku lagi.

“Dua-duanya. Karena sekarang Papah sudah jujur dan Mamah juga sudah tau, insha Allah Papah akan atur pertemuan kalian berdua. Sebenarnya dari dulu Rosalina ingin bertemu dengan Mamah dan ingin menjadi sahabat Mamah,” jawab suamiku.

Aku hanya diam, masih tidak percaya dengan apa yang kudengar dari suamiku. Suamiku pun meminta maaf sambil memelukku hingga aku tertidur.

Di pagi hari, suamiku membangunkanku dengan lembut.

“Sayang, bangun yuk, sholat Subuh dulu, Papah baru pulang dari masjid dan langsung buat teh hangat untuk istri Papah yang gemoy nan cantik ini.”

Begitulah gombalan suamiku kepadaku. Aku meminum teh hangat buatan suamiku, tapi aku masih kesal dengan suamiku, aku pun hanya diam dan memasang muka cemberut dan masam.

Setelah suamiku dan anak-anakku pergi. Aku tidak semangat untuk beraktivitas seperti biasa, aku hanya mengurung diri di kamar. Aku banyak berpikir, sempat terlintas untuk minta berpisah saja. Namun perlakuan suamiku dari awal menikah sampai sekarang tak pernah berubah.

Jika aku berpisah dengan suamiku, bagaimana nasib anak-anak, mereka pasti sedih melihat kedua orang tuanya tak bersama lagi. Belum lagi selama menikah dengan suamiku, aku benar-benar bergantung padanya.

Akhirnya, malam pun tiba, suamiku meminta izin untuk pulang sedikit terlambat karena ia akan menjemput Rosalina dulu dan akan mengenalkan kepadaku dan anak-anak. Kami sudah berkumpul di meja makan menunggu suamiku dan maduku.

Suamiku pun akhirnya sampai rumah juga. Ia mengenalkan wanita yang ia bawa sebagai istri baru kepada anak-anak dan aku.

“Mbak Shanty, perkenalkan namaku Rosalina, Mas Zaenal sering menceritakan tentang Mbak kepadaku, Mbak istri yang baik, penyabar dan penyayang”.

Aku dan anak-anak hanya diam, kami masih syok dan tidak percaya dengan apa yang terjadi. Suamiku lalu meminta kami agar segera menyantap makanan yang sudah tersedia di meja.

“Ayok, kita segera makan, nanti keburu dingin, malah gak enak makanannya. Setelah makan, kita lanjut ke ruang tamu untuk berbincang-bincang.”

Setelah selesai makan, kami pun menuju ruang tamu. Akhirnya, kubuka mulutku dan mengajukan pertanyaan kepada maduku.

“Kenapa kamu mau menikah dengan suamiku, padahal kamu tahukan dia sudah punya istri dan anak?”

Ia pun menjawab, “Awalnya aku menolak Mas Zaenal saat ia melamarku karena aku tahu ia sudah berkeluarga dan aku pun bilang bahwa aku tidak akan bisa memberinya keturunan, aku juga sering sakit sakitan dan tidak memiliki orang tua. Aku hidup sendiri karena aku anak tunggal.

Aku pikir, Mas Zaenal akan pergi menjauh dan mundur, tapi ia terus mengejarku hingga hatiku luluh dan rasa cinta pun kian tumbuh. Akhirnya aku menerima lamaran Mas Zaenal. Aku tidak menuntut apa pun kepada Mas Zaenal. Aku izinkan ia lebih banyak menghabiskan waktu dengan Mbak Shanty dan keluarga, tapi meski begitu Mas Zaenal sangat perhatian kepadaku. Ia memenuhi semua kebutuhanku, perhatiannya melebihi almarhum suamiku.

Itulah yang membuat aku semakin jatuh cinta dan sayang sama Mas Zaenal. Mbak, saya minta maaf, sedikit pun saya tidak ada maksud untuk merusak atau masuk ke kehidupan Mbak, tapi ini terjadi begitu saja. Saya juga sudah berusaha menghilang dan menghindar, tapi Mas Zaenal selalu menemukanku.

Saat ini, aku hanya ingin menghabiskan sisa waktuku di dunia bersama Mas Zaenal. Aku mau menikah dengannya bukan karena materi, tapi karena kami saling mencintai dan saya tulus mencintai Mas Zaenal. Kapan pun Mbak butuh Mas Zaenal, Mbak boleh bersamanya.”

Setelah pertemuan malam itu, akhirnya aku dan anak-anak menerima istri baru suamiku itu. Lalu aku meminta suamiku untuk mengizinkan aku pergi hangout atau arisan bersama teman-temanku karena mau bagaimana pun juga pikiran dan mentalku terganggu.

Akhirnya suamiku mengizinkan dan aku pun mulai berdamai dengan keadaan dan beruntungnya aku memiliki teman-teman yang bukan hanya mengajakku pergi ke tempat-tempat rekreasi saja, tapi juga mereka mengajakku ke tempat-tempat kajian yang membahas tentang Islam.

Dari sanalah aku paham bahwa tidak selamanya poligami itu buruk. Daripada suamiku berzina, poligami masih lebih baik. Meskipun tidak ada satu wanita yang rela harus berbagi suami, tapi poligami tetaplah bagian dari hukum Islam.

(*Naskah ini original, tidak disunting oleh editor CemerlangMedia) [CM/Na]

Views: 4

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *