Kutemukan Identitas di Balik Senyum Putraku

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

# 30HMBCM

Penulis: Khadijah Azzahra
Bab 2 Ummun Warabatul Baiti Merupakan Identitasku

CemerlangMedia.Com — Mengambil pilihan menjadi ibu rumah tangga ternyata tidak semudah yang aku pikirkan. Tugas demi tugas seolah tak ada habisnya, hingga rasa lelah itu datang menghampiriku dan membuatku bergumam dalam hati, “Apakah pilihan ini benar?” Namun, ketika ingat kesedihanku pernah menitipkan anakku di tempat penitipan bayi, membuatku semangat lagi atas pilihan ini.

Pernah di suatu malam aku meminta tolong suamiku untuk memijat bagian kaki dan punggung, sebab kecapean. Lalu beliau berkata, “Memang capek habis ngerjain apa?”

Awalnya, aku tak memiliki jawaban, sebab aku pun mengiyakan ucapan suami sambil bertanya juga dalam diri, “Emangnya aku ngerjain apa, ya?” Sebab, aku saat ini hanya full sebagai ibu rumah tangga dan tidak berperan sebagai guru di sekolah.

Pertanyaan itu aku simpan sembari mencari jawabannya. Sebab capek tentu ada hal yang dikerjakan hanya saja apa sampai akhirnya kutemukan jawaban dari pertanyaan suamiku.

Ternyata profesi sebagai ibu rumah tangga adalah hal yang luar biasa, sebab pekerjaannya dilakukan full 24 jam. Wajar jika ditanya, seharian mengerjakan apa, maka dia tentu tidak bisa menjelaskan dengan detail sebab apa yang dikerjakan tentu ada.

Di suatu malam, kumengeluhkan capek dan butuh dipijat di bagian kaki dan punggung kepada suamiku. Beliau balik bertanya memangnya kerjaan apa yang membuatmu capek? Awalnya aku tak punya jawabannya. Mungkin karena baru beberapa bulan menjalani full ibu rumah tangga setelah berhenti menjadi guru.

Sampai akhirnya kutemukan jawabannya juga dan kusampaikan kepada suamiku, jangan pernah kau tanyakan kepadaku tentang apa saja yang sudah dilakukan ibu rumah tangga dan jangan pernah sampai pertanyaan ini kepada ibumu atau ibuku. Sungguh, semua ibu di dunia ini memiliki jawaban sama, di mana profesi ini tak ada habisnya.

Dan alhamdulillah, suamiku menyadari jawabanku, meski kadang masih aja terlontar pertanyaan tersebut, ya cukup kita ingatkan saja. Dan hal ini menjadi perhatian besar bagi beliau sehingga setiap sore hari atau habis Magrib, beliau sempatkan mengajak aku dan anakku berkeliling komplek perumahan atau hanya sekadar ikut belanja di minimarket.

Padahal aku tau, habis pulang kerja beliau juga capek, aku bisa memaklumi dan sementara tidak usah mengajak kami keluar jalan. Alhamdulillah, kami saling menghargai profesi masing-masing. Dengan saling bekerja sama dalam urusan rumah tangga. Sebab, suamiku mulai paham betul bahwa profesi baruku menjadi ibu rumah tangga kadang menyitah energi yang cukup banyak. Dari sini aku pun mulai berpikir lebih mendalam, di mana setiap pilihan akan dimintai pertanggungjawaban kelak di hadapan Allah Swt..

Maka hal apa yang harus aku lakukan atas apa yang sudah menjadi pilihanku? Jujur, di awal menjadi full ibu rumah tangga, aku sering mengalami namanya lelah atau kebosanan. Untuk mengatasi kelelahan, biasanya aku penuhi dengan cara istirahat sebentar, lalu lanjut bekerja lagi. Kalau bosan, ya, jalan-jalan bareng anak naik motor atau nunggu suami pulang kerja sekalian berkeliling komplek bertiga. Namun, setiap kali lelah dan rasa bosan melanda, pemenuhan seperti itu tak mampu menjadi solusi terus-menerus.

Di mana pernah dikondisi suami juga lelah setelah seharian bekerja, sampai rumah seakan tidak ada energi untuk mengajak kita jalan-jalan. Jadi hal tersebut tidak bisa diterapkan dalam kondisi suami lelah sehabis pulang kerja. Di sini muncul pikiran dan perasaan yang seolah mengiyakan bahwa kembali bekerja sebagai guru sepertinya lebih aku sukai.

Namun, ketika melihat senyum putraku, menyadarkanku bahwa ini adalah alasan utama aku berhenti menjadi guru di sekolah. Belum selesai bergulat antara pikiran dan keinginan. Eh, tidak disengaja malah bertemu dengan teman-teman guru tempat aku dulu mengajar. Ketidaksengajaan bertemu itu kadang membuatku iri dengan mereka yang bekerja dan bisa menitipkan anaknya pada daycare saat mengajar.

Di sinilah perbedaannya, aku dan mereka ada di perasaan yang bisa menitipkan baby di daycare atau ke orang tua, sedang aku tidak memiliki rasa seberani mereka, bawaannya selalu tidak tegaan dan malah merasa bersalah. Harusnya, akulah yang mengurus anakku sepenuhnya, bukan daycare atau orang tua.

Dari perbedaan ini dan rasa iri yang tidak seharusnya muncul, maka menginspirasiku untuk memilih melakukan hal baik lainnya. Agar tidak termasuk penyakit hati, maka iri tersebut aku arahkan untuk menemukan kebaikan dari sebuah kelemahan dan keterbatasanku.

Mulailah aku munculkan rasa berdamai dengan diri sendiri dan mensyukuri apa yang sudah Allah Swt. amanahakan kepada aku. Dimana ada buah hati yang merupakan alasan utamaku berhenti bekerja menjadi guru, ada suami yang harus dilayani sebagai pemimpin rumah tangga. Jika jiwa mengajarku sangat besar, tetapi kondisinya tak bisa disalurkan dalam kelas di sekolah, maka yang aku punya adalah satu murid, yaitu putraku sendiri, harusnya aku bisa menjadi guru terbaik untuk anakku.

Kukerahkan semua pikiran dan tenagaku untuk mulai fokus mengajarinya berbicara kata demi kata, mengenalkan huruf-huruf hijaiyah dan abjad hingga mengubah semua sikap dan kebiasaan buruk yang kumiliki agar menjadi contoh baik untuk anakku. Dapat menyiapkan menu masakan setiap harinya dan menyiapkan pakaian yang rapi adalah hal yang membahagiakanku. Hingga kata lelah menjadi Lillah karena Allah saja sering kuucapkan sembari menyukai profesi ini.

Selain anak, aku pun mulai menjahit sendiri baju atau celana yang berlubang, memastikan semua pakaian yang digunakan suami dan anakku ke sekolah harus rapi dan wangi. Aku tak membiarkan anak dan suamiku menggunakan pakaian yang tak disetrika karena bagiku itu adalah tugas yang menyenangkan, bisa melihat mereka berdua rapi dan wangi.

Merapikan rumah merupakan bagian yang menyenangkan juga. Hampir setiap hari, entah berapa kali merapikan mainan anak dan menyapu rumah. Semua dilakukan dengan bahagia, meski lelah, tapi hal itu wajar. Dengan menemukan tujuan yang ingin aku capai sebagai ibu rumah tangga, maka semua menjadi indah, termasuk ketika aku bertemu lagi dengan teman-teman guru lainnya.

Aku sudah bisa tersenyum bahagia, baik di hadapan mereka dan dalam hati pun tak ada beban, apalagi rasa iri, sudah tidak ada lagi. Sebab dalam hati bergumam, “Setiap orang punya pilihannya masing-masing, di mana aku sebagai ibu rumah tangga dan kalian sebagai ibu yang memiliki peran sebagai guru di sekolah.

Tujuan utamaku adalah menjalankan peranku sebaik mungkin untuk mendapatkan rida Allah Swt. dan harapanku, kalian di sana juga sama. Yuk, berlomba menjadi terbaik dalam setiap peran yang kita jalankan. Semua kepuasan hati sudah terjawab dan hal ini aku ceritakan kepada suami.

Rasanya, ketika ketemu teman lama dan masih diingat itu seneng banget, aku merasa baik-baik saja dan tak lagi memiliki rasa insecure atau sebagainya. Alhamdulillah, dengan izin Allah kudapatkan solusi terbaik melalui senyum manis putraku. Dari sini aku belajar bahwa setiap ibu di dunia ini berhak memilih perannya sebagai full ibu rumah tangga atau berperan ganda sebagai ibu sekaligus pekerja di luar.

Semua merupakan pilihan masing-masing dan semua akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipilih. Dan jangan pernah insecure bagi siapa saja yang mendapatkan peran full sebagai ibu rumah tangga. Sebab, di luar sana jika kau tanya kepada ibu yang bekerja, tentu ada yang ingin seperti di posisimu, tetapi kondisi ekonomi, misalnya, yang mengharuskan dia bekerja. Maka bersyukurlah atas apa yang Allah amanahkan.

(*Naskah ini original, tidak disunting oleh editor CemerlangMedia) [CM/Na]

Views: 4

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *