Oleh: Noor Azizah
CemerlangMedia.Com — PUISI
Di tanah yang dahulu mulia
Terukir janji, terukir cita
Namun kini, pilar-pilar itu telah rapuh
Dimakan rayap dan luluh
Bukan karena musuh dari luar,
Tetapi racun yang merayap perlahan
Menggerogoti asa dari dalam
Membasuh wajah dengan lumpur dosa
Dasi dan jas adalah pakaian kehormatan
Berhias emas, berselimut kemewahan
Namun, di balik senyum manis itu
Tersimpan niat yang penuh tipu-tipu
Kepada siapa uang itu mengalir?
Bukan untuk sekolah yang menanti air,
Bukan untuk rumah yang beratap langit
Tetapi untuk perut yang tak pernah merasa cukup
Hukum jadi barang tawar-menawar,
Keadilan jadi hiasan di meja bundar
Kejujuran tinggal legenda
Kuat melindas, lemah merana
Di mana cahaya kebenaran itu kini?
Ketika nurani tertutup kegelapan
Ketika suara lantang dibungkam,
Kebenaran itu tak lagi terang benderang
Negeri itu terperangkap di balik jeruji,
Terbuat dari emas, tetapi menyayat hati
Lalu, sampai kapan kita berdiam diri?
Menyaksikan mimpi yang hancur lebur
Ini bukan hanya tentang mereka,
Ini tentang kita semua
Bangkit dan lawanlah!
Sebab negeri itu, milik kita, bukan milik mereka
Kami lelah bertepuk sebelah tangan
Menyuarakan keadilan di ruang hampa suara,
Namun kami yakin, harapan itu tak pernah padam
Bahwa kelak, kebenaran itu akan menguasai dunia
Tapal Batas, 6 September 2025 [CM/Na]