Sayur Kerupuk yang Kurindukan

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

#30HMBCM

Oleh: Eyi Ummu Saif

CemerlangMedia.Com, Storytelling — Dulu aku selalu ia peluk tiba-tiba dan aku sering melihat ia menangis diam-diam. Setiap harinya ia selalu memasak, walaupun masakannya sangat sederhana, semisal sayur kerupuk dengan bumbu garam dan micin yang ia masak demi anak-anaknya agar bisa makan.

Kalau kini, si sayur kerupuk itu dikenal dengan seblak kuah yang sedang viral karena rasanya yang unik juga bisa dimodifikasi dengan tambahan makanan enak, seperti seafood, jamur enoki, dimsum, dan sebagainya. Berbeda sekali dengan zaman dulu, yang menjadikan kerupuk hanya sebagai makanan rakyat jelata seharga 100 rupiah 1 kepingnya.

Sayangnya, ia saat ini tidak melihat perjalanan kerupuk yang telah diolah menjadi cemilan enak dan diminati semua kalangan dengan berbagai cara, seperti dibuat seblak kering, seblak kuah, cipuk (cireng kerupuk), empek-empek kerupuk, dan lain-lain. Namun, dari semua berbagai olahan kerupuk, yang paling dirindukan adalah sayur kerupuk buatannya.

Saat ini, aku begitu ingin sekali dimasakan olehnya, semangkuk sayur kerupuk dengan nasi hangat yang dulu menjadi obat ketika aku dan adik-adikku kelaparan. Tampak sekali ketulusan hatinya yang selalu ingin memberi yang terbaik untuk anak-anaknya hingga pada akhirnya ia memutuskan untuk bekerja ke luar negeri.

Kelas 5 SD aku dititipkan di rumah nenekku. Sedangkan ia memutuskan untuk membantu perekonomian keluarga dengan cara merantau ke laut kota, lalu bekerja sebagai TKW (tenaga kerja wanita) di luar negeri. Ketika itu, ingin sekali rasanya aku berkata, “Jangan pergi ya, Mah, aku gak mau dititip ke nenek,” tapi rasanya, aku yang dulu begitu sulit mengutarakan perasaanku, entah penyebabnya apa.

Aku ditinggalkannya sementara selama 3 tahun lamanya. Sesekali aku berkomunikasi dengannya menggunakan surat pos juga wartel (warung telepon) dipinggir jalan. Yang paling sulit bagiku adalah jika memasuki hari lebaran, rasanya sangat sedih sekali karena tak bisa berkumpul dengannya.

Selang 4 tahun berlalu, aku sudah menginjak jenjang sekolah tingkat SMP kelas 1 dan menjadi momen yang sangat dinantikan karena aku akan bertemu dengan sosok yang berjuang sejak aku ada dalam rahimnya. Aku menjemput mamah ke bandara dan betapa bahagianya ketika bisa bertatap dan memeluknya kembali, pelukannya hangat dan begitu erat.

Sialnya, ketika aku sudah baligh di usia 2 SMP, aku adalah remaja yang belum menemukan tujuan hidup dan sering kali aku membantah nasihat-nasihat mamah yang mungkin melukai hatinya. Aku bukanlah anak yang pandai membahagiakan orang tua, egois dan selalu dibayangi rasa kesal karena mamah meminggalkanku selama bertahun-tahun sendirian dengan nenek dan saudara-saudara tirinya.

Hingga ketika aku menginjak kelas 2 SMA, mamah memutuskan kembali untuk berangkat ke laut negeri dan aku tak menyangka bahwa keputusannya menjadi akhir dari pertemuan aku dan mamah. Qadarullah, mamah jatuh sakit sebelum berangkat ke LN selama beberapa hari dan tinggal di rumah nenek.

Saat itu, aku sedang mengikuti try out di sekolah sehingga tidak bisa merawat mamah. Di hari try out terakhir, telepon berdering dan membawa kabar duka. Begitu hancurnya hati dan menyesal, mamah telah meninggal dunia meninggalkan bapak, aku, dan ketiga adikku.

Tanpa pikir panjang, bapak yang sudah memakai pakaian kerja buruh pabrik, langsung mengajakku untuk berangkat, bertemu mamah terakhir kalinya. Ketika aku sampai, mamah sudah berbalut kain kafan, aku tak sanggup untuk berdiri hingga akhirnya tersungkur dan orang-orang sekitar segera menjauhkanku dari mamah karena khawatir air mata menetes padanya.

Tak lama, mamah digotong oleh para pengangkut jenazah menuju pusara. Sejak saat itu, aku baru merasakan rasanya kehilangan yang hingga saat ini membuatku penuh penyesalan karena ketika mamah masih hidup, aku tidak banyak berbakti padanya.

Penyesalan memang selalu datang belakangan, namun kehadirannya bukan untuk dijadikan sebagai kesedihan yang berlarut-larut hingga mematahkan semangat. Setiap kesalahan, sejatinya adalah pelajaran supaya bisa lebih menghargai waktu dan memberikan persembahan terbaik untuk orang-orang yang disayang.

Alhamdulillah, Allah Swt. memberiku hidayah yang menyadarkan bahwa Islam memiliki cara bagi seorang anak yang senantiasa ingin berbakti kepada orang tuanya yang sudah tiada, yaitu dengan selalu mendoakannya dan menjadi anak yang saleh dan salihah. Ketika aku mengetahui hal itu, aku ingin selalu memantaskan diri dan betul-betul memohon ampun kepada Allah Swt. atas perbuatan burukku selama mamah masih hidup.

Aku juga berharap kelak dapat dipertemukan kembali dengan mamah di tempat yang tidak akan ada lagi kesedihan, yaitu di dalam surga Allah. Kami pun dapat mengulang kisah indah masa lalu dan bersama-sama menyantap sayur kerupuk yang kurindukan dengan tawa bahagia.

(*Naskah ini original, tidak disunting oleh editor CemerlangMedia.Com) [CM/Na]

Views: 4

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *