See You When I See You (Bag 5)

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh. Rafa Nurfida Putri
(Kontributor CemerlangMedia.Com)

“Syahadat beribu kali pun tidak ada artinya kalau kamu masih belum percaya Tuhan”

 


CemerlangMedia.Com — “Mari pulang.”
“WOY LAN BALIK!!!” teriak Zoe lalu menyusul Ayesha dan Bapak Djohan.
“DULUAN AJA!!!”

Nyatanya, sampai sore pun Xylan masih belum pulang, membuat Ayesha jadi khawatir dan berpikiran yang tidak-tidak. Ingin menyuruh Zoe menyusul Xylan, tapi cowok itu sedang tidur tidak mungkin ia minta tolong ke Bapak Djohan karena beliau nampak kelelahan, jadilah ia sendiri yang menyusul Xylan.

Di hadapan demburan ombak, dan angin yang membelai wajahnya, Xylan menutup mata menikmati kesendirian. Wajahnya begitu tenang tapi tidak dengan pikirannya. Xylan merasakan seseorang duduk di sekitarnya. Ia membuka mata dan melihat Ayesha yang juga menutup mata menikmati semilir angin yang menerpa wajah.
“Kenapa belum pulang?” tanya Ayesha dengan mata yang masih tertutup.
“Belum pengen.”
“Kamu belum makan, Kala.”
“Masih kenyang.”

Udara sore sungguh dingin, ditambah angin yang kencang membuat Ayesha yang hanya memakai gamis itu sedikit kedinginan. Xylan memakai Hoodie yang dipinjamkannya kepada Ayesha kemarin, lelaki itu menghembuskan napasnya pelan lalu membuka hoodienya, dan hanya bersisa kaos putih.
“Pakai Ayesha.” Suruh Xylan sembari menyodorkan Hoodie itu. Ah ini rasaya sangat déjà vu seperti mereka pertama kali bertemu.
“Tapi kamu … “
“Pakai.”

Ayesha memasukkan kedua tangannya ke kantong Hoodie, lagi-lagi Ayesha harus menahan mati-matian gejolak hatinya untuk tidak membiarkan ia jatuh hati ke lelaki ini, tapi sampai kapan ia mampu bertahan?
“Ay- Ayesha…” Xylan gugup setengah mati.
“Apa?”
“Kamu punya pacar?”
“Tidak ada, itu haram Kala.”
“Haram?”
Ayesha memaklumi Xylan yang tampak bingung, “Enggak boleh, itu dosa.”
“Lalu … nikah?”
“Siapa yang tidak ingin menikah? Bagi kami, menikah itu berarti ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Nikah itu ibadah Kala.”
“Kamu mau menikah?”
“Iya.”
“Sama aku, mau?” ujar Xylan sambil menatap Ayesha dalam.
Ayesha tertegun sesaat, jelas sekali wajahnya menunjukkan ekspresi terkejut.
“Maksudnya?”
“Aku ngajak kamu nikah, Ayesha.” Hati Ayesha berdebar tak karuan, pertahanannya tidak boleh runtuh.
“Nikah? Nikahnya di Masjid atau???” Ayesha menjeda ucapannya, ia tidak tau laki-laki ini beragama apa.
“Aku atheis,” ungkap Xylan dengan nada rendah.
Ayesha cukup terkejut, “Maaf kamu percaya Tuhan aja enggak, apalagi dengan cinta Kala?”
“Aku cinta … “
“Gak bisa Kala.”
“Kamu cinta aku?” tanya Xylan.
Ayesha tergagap, “Aku a-aku … ”
“Tapi saingan kamu, Tuhan aku, Kala, Allah …” ucap Ayesha dengan serius.
“Aku bisa masuk Islam,“

“Tidak, kalau kamu syahadat beribu kali pun tidak ada artinya kalau kamu masih belum percaya Tuhan, Kala,” sanggah Ayesha.
Xylan terdiam tak berkutik, “Bukankah semesta yang mempertemukan kita?”
“Hanya dipertemukan, bukan disatukan, dan akan selamanya begitu, Kala. Kita tidak mung … “
“Kun Fayakun Ayesha.” Xylan memotong ucapan Ayesha, sontak Ayesha terdiam lagi.
“Kala, kita banyak bedanya. Fans kamu gak bakal ngebiarin itu terjadi Kala?”

Skakmat sudah. Ayesha bangkit dari duduknya, “Ayo pulang, kalo kita berjodoh, kita bakal ketemu lagi Kala.”
Di hadapan laut dan matahari yang sudah hampir tenggelam, Xylan meloloskan butiran bening di pelupuk matanya, “Semoga.”
Sebelum meninggalkan pantai, Xylan membuat api unggun. Entahlah, dia tiba-tiba terpikir untuk membuat itu. Perasaannya kacau.

***
Hari ini terasa canggung, setelah obrolan kemarin mereka berdua enggan berbicara. Pagi ini pun hanya Zoe yang ke pantai, sedangkan yang lain berada di rumah untuk sekadar bersantai dan membersihkan pekarangan rumah.

“WOI! WOI! XYLAN!! AYESHA! PAK DJOHAN!!!” semua kaget mendengar teriakan Zoe. Ayesha yang sedang berada di dapur langsung melihat ke luar rumah.
“Apa, kenapa?”
Zoe terlihat mengatur napasnya,”Bentar … huh … huh … huh … begini,” Zoe berkata, “Ada kapallll Lan, ada kapal ke sini.”
“Beneran?”
“Iyaaa.”
“Alhamdulillah ya Allah.”
Mereka memutuskan untuk ke pantai, memastikan apakah itu memang kapal atau bukan, meski Zoe sudah meyakinkan bahwa ia tidak salah lihat.
“Memang kapal, Nak.” Ucap bapak Djohan sambil menepuk pundak Xylan.
Saat kapal mendekat, Zoe mengenali seseorang yang berada di kapal itu, “Managernim,” teriaknya. Orang yang dipanggil pun melambaikan tangannya dengan tersenyum terharu.

Mereka mendekat ke kapal, seorang laki-laki bertubuh gembul berlari memeluk Xylan dan Zoe dengan mata berkaca-kaca, “Xylan, Zoe, astaga,” ucapnya bergetar.

“Kalian baik-baik aja?” Manager itu membolak-balikan tubuh kedua lelaki itu bergantian. Pakaian keduanya yang jauh dari diri mereka sehari-hari, wajah yang kusam membuat manager itu meringis.
“Ayo kita pulang,” lanjutnya.
“Bentar…” ujar Xylan lalu berbalik untuk menemui Ayesha dan Bapak Djohan yang berada di belakang.
“Kita pulang sekarang.”

Mereka kembali ke rumah Bapak Djohan untuk membersihkan rumah itu sebelum pulang dari sini. Ketiganya memperhatikan setiap sudut rumah dan jalan yang mereka lalui untuk sampai ke rumah ini. Suatu saat mereka pasti akan kangen tempat ini.
Sebelum naik ke kapal, Ayesha menatap istana pasir buatannya bersama Zoe yang ternyata masih berdiri kokoh, selamat tinggal siroktabe …
“Ayo,” Ayesha bingung untuk naik karena kapal ini luman tinggi untuknya. Xylan memegang ujung tangan Hoodie yang sedang dipegangnya kemudian sebelahnya lagi masih menjuntai dihadapan Ayesha, “Pegang, aku gak bakal nyentuh kamu.”

Dengan bantuan Xylan, Ayesha bisa naik ke kapal, “Kala hoodienya?” tanya Ayesha, karena Xylan malah memberikan hoodie itu ke Ayesha.
“Pakai buat nutupin wajah kamu nanti, di sana pasti banyak wartawan. Aku gak mau wajah kamu kena sorot.”
Ucapan Xylan membuat Zoe dan Managernya tercengang tapi lebih memilih diam, sama seperti Bapak Djohan yang hanya tersenyum menanggapinya.

Hampir 20 menit mereka berlayar, sudah terlihat daratan yang dipenuhi banyak orang menanti mereka. Managernim itu menyuruh Xylan dan Zoe menutupi wajah mereka karena keadaan yang tidak memungkinkan. Rencananya mereka bakal ke luar dari kapal ini terlebih dahulu, agar Ayesha dan pak Djohan lebih nyaman ke luar.

Beberapa meter lagi mereka sampai, Xylan dan Zoe mendatangi Ayesha dan Pak Djohan.
Kedua lelaki itu bersaliman layaknya masyarakat Indonesia membuat Pak Djohan tersenyum, “Terima kasih banyak Pak, atas bantuannya selama ini, nanti manager kami bakal nganter kalian,” ucap Zoe tulus.
“Ayesha baik-baik ya nanti, kamu udah aku anggap adek, soalnya aku gak punya adek, punyanya abang hehehe,” ucap Zoe lagi.
“Hahaha iya.”
“Pak, jaga kesehatan ya, terima kasih banyak,” kata Xylan.
“Perjuangkan apa yang menurut kamu pantas diperjuangkan Xylan,” Pak Djohan mendekat ke Xylan “Jodoh gak bakal ke mana Nak,” bisiknya yang diangguki Xylan.
Xylan menggeser tubuhnya sedikit untuk melihat Ayesha, “Ay, makasih. Maaf aku gak bisa ikut nganter kamu pulang, aku cuman bisa sampai di sini.” Kapal sudah menepi ke pelabuhan, membuat managernya menyuruh Xylan untuk cepat menyelesaikan kata perpisahannya.

“Kala, semoga bisa bertemu di waktu yang tepat.”
Xylan tersenyum, “See You When I See You, Ayesha Humaila Theona. Assalamualaikum.” Xylan kemudian berlalu meninggalkan kapal dan langsung berlari karena banyaknya orang yang mengerubunginya dan menanyakan kabarnya. Ayesha hanya menggenggam erat hoodie yang diberikan Xylan dan menggigit bibir bawahnya, menahan tangisnya yang hendak ke luar.
Netranya masih melihat kerumunan yang berjalan mengiringi Xylan dan Zoe, “Mungkin aku terlalu lancang untuk berpikir bahwa aku bisa miliki kamu, Kala. Dunia kita berbeda, terutama keyakinan kita.” Ayesha bergumam lirih.

Berharap sesuatu yang tidak mungkin terjadi, but still it’s impossible. Kecelakaan pesawat yang mempertemukan mereka, dua insan yang berbeda. Berbeda kasta, negara, dan yang paling jauh adalah beda keyakinan. Tapi mereka hanyalah manusia biasa yang tak bisa menampik rasa yang tiba-tiba datang dengan sendirinya, hingga memilih untuk mengakhiri kisahnya di sini.

Teruntuk pemilik mata teduh yang tidak bisa kutatap secara utuh, terima kasih telah hadir meski bukan menjadi takdir. Teruntuk daksa yang tidak pernah bisa kupeluk, terima kasih karena telah hadir menjadi salah satu bagian dari perjalanan hidup dan tentang segala perasaan yang tidak berhasil kuutarakan secara utuh, biarkan ia menjadi rahasia antara aku dan Tuhanku.
Aku adalah aksara tanpa makna, dan kamu adalah metafora yang fana.
Layaknya bagaskara dan bentala, kita adalah dua atma yang tak diizinkan semesta bersama.

TAMAT

[CM/NA]

Loading

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *