Oleh: Rina Herlina
(Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — “Seno, sudah cukup, Nak! Jangan terus-terusan membuat onar, Ibu sudah malu dengan kelakuan kamu, apa kamu gak kasian sama Ibu, Nak?” Susah payah Lastri menahan bulir matanya.
Dia tak habis pikir dengan kelakuan anaknya yang tidak berhenti berbuat kenakalan. Kalau gak cabut, merokok, berantem, atau yang paling parah tawuran.
Persis tiga tahun lalu, setelah ayahnya meninggal, Seno memang seperti kehilangan jati dirinya. Apalagi lingkungan tempat dia tinggal sangat mendukung dirinya untuk makin eksis dengan kenakalannya. Ayahnya yang biasa menjadi kontrol atas dirinya kini telah tiada. Seno sebenarnya sangat menyayangi ibunya, tetapi Seno tak mampu menepis kehadiran teman-temannya yang mengenalkannya pada dunia remaja yang penuh dengan kebebasan.
Beruntungnya, Seno tidak pernah mau mencoba mengonsumsi narkoba yang marak beredar bahkan ditawarkan dengan cuma-cuma oleh temannya. Seno beralasan tidak ingin merusak kesehatannya.
Hari ini, Lastri mendatangi SMA Harapan tempat Seno menimba ilmu. Untuk ketiga kalinya, Lastri mendapat surat panggilan terkait kenakalan Seno.
Menurut keterangan pihak sekolah, mereka sudah tidak sanggup lagi mendidik Seno dan berencana mengeluarkan Seno dari sekolah. Namun, Lastri memohon kepada pihak sekolah untuk tidak mengeluarkan anaknya, Lastri memohon untuk memberikan kesempatan lagi kepada anaknya. Akhirnya, pihak sekolah mengabulkan permohonan Lastri dengan catatan setelah ujian semester genap, Seno harus pindah sekolah.
Lastri tak henti berdoa dalam sujudnya agar Allah Swt. melembutkan hati anaknya, memberinya hidayah agar kembali seperti Seno yang dahulu. Seno si anak baik yang tidak pernah membuatnya malu, apalagi membuatnya menangis.
Lastri percaya bahwa Seno anak kesayangannya pasti akan kembali seperti yang dahulu. Lastri yakin, ini hanya ujian dari Allah karena hanya dirinya yang mampu. Lastri selalu berprasangka baik kepada Allah.
Hingga satu ketika, Seno terlibat perkelahian dengan anak jalanan. Lastri yang melihat itu langsung melerai, dia tidak ingin terjadi hal buruk kepada anaknya. Seburuk apa pun prilaku anaknya, bagi Lastri, dia adalah darah dagingnya. Seno tetaplah anak kesayangannya.
Saat Lastri melihat ada salah satu anak jalanan yang ingin memukul kepala Seno dengan batu, dengan sigap Lastri memasang badannya sehingga akhirnya batu tersebut mengenai kepalanya. Seno yang melihat itu langsung berteriak dan segera merangkul tubuh ibunya. Pandangan Lastri buram dan ia tidak ingat apa-apa lagi.
Lastri kritis, Seno terduduk di samping ibunya yang belum juga sadar. Tanpa terasa, air matanya menetes, ia takut kehilangan ibunya, sudah cukup ia kehilangan ayahnya.
Seno menggelar sajadah, untuk pertama kalinya lagi ia bersujud memohon kesembuhan untuk ibunya. Seno menyadari betul jika selama ini ia sudah banyak melukai hati ibunya. Ia berharap, Allah tidak menghukumnya lagi dengan sebuah kehilangan. Seno sudah merasakan pedihnya hidup tanpa seorang ayah dan ia tidak ingin kehilangan ibunya.
Kejadian yang menimpa ibunya ternyata menjadi titik balik bagi Seno untuk kembali kepada ketaatan kepada Allah. Ia merasa sudah cukup baginya selama ini membuat ibunya susah, tetapi ibunya tidak pernah membencinya. Kasih sayang ibunya tetap sama, tidak pernah berubah. Maka benarlah sebuah ungkapan, kasih sayang ibu sepanjang masa dan kasih sayang anak sepanjang galah.
Terkadang manusia begitu arogan, merasa dirinya hebat, merasa dirinya tidak butuh Allah sehingga pada akhirnya Allah menyentil kita dan memberikan sebuah pelajaran yang berharga. [CM/NA]