Oleh. Zafira Islam Farihaqi Ahd Ruhiyat
(Santriwati Ma’had Madrasah Umat Boarding School- Founder of @theboc.id dan Kontributor tetap Cemerlang Media)
CemerlangMedia.Com — “Mel… Lihat deh, sumpah, Kim Jungkok cakep buaangett!” Teriak Nana sambil menunjukkan layer ponselnya kepadaku.
“Kim Jungkok itu siapa?” tanyaku dengan nada polos.
“Akhh norak loe, Kim Jungkok aja masa gak tahu! Tahunya rumus-rumus kimia aja sih,” ucapnya dengan nada kesal.
“Hah, emang salah gitu?” tanyaku balik.
“Ya salahlah, hidup loe selalu sibuk sama pelajaran. Kagak ada hiburan sedikitpun!” Jawaban yang keluar dari mulutnya membuat aku tercengang.
Padahal dulu aku dan Nana adalah study partner, selalu belajar bersama. Yah, karena ikatan ini sudah kami ikat sejak duduk di bangku SMP hingga kini kami duduk di bangku putih abu-abu. Tetapi, semua itu berubah setelah kami memasuki semester 2 kelas 10.
Perubahan Nana yang kulihat dari cara berpakaian, cara berbicara, dan hal lainnya. Alih-alih berubah menjadi lebih baik. Tingkah Nana juga berubah menjadi aneh. Ia mulai mengoleksi member card laki-laki dengan anting yang terpasang di telinganya atau laki-laki dengan bibir pinknya. Ada juga member card wanita dengan pakaian yang menurutku tidak baik untuk dikenakan dan dilihat. Ia juga mengoleksi beberapa lampu stik ada yang berbentuk love berwarna hitam pink dan lampu stik lainnya.
Hingga saat ini, semuanya masih berlangsung pada dirinya. Entah apa yang meracuninya hingga ia sangat mencintai semua orang yang berada pada member card tersebut. Membuat Nana lupa terhadap impian-impiannya.
Sebelumnya Nana adalah orang yang rajin, suka belajar dan juga berpakaian rapi meski terkadang suka tak menutupi kaki. Tapi tak apa itu jauh lebih baik dari sekarang. Hingga suatu ketika…
“Mel, loe mau ikut gua lihat konser BTS gak?” tanya Nana kepadaku saat kami sedang berdua di kelas.
“BTS? Buletin Teman Surga?” tanyaku. Karena, jujurly aku baru mendengar kata BTS dan yang kutahu BTS itu adalah Buletin Teman Surga.
“Bukan Mel, BTS itu kayak boyband dari Korea. Gue paling suka sama Kim Jungkok. Kalo loe?”
“Akhh… aku gak tau dehh!” gerutuku.
“Ayoklah…”
“Gak ah, aku sibuk Na!”
Sejak saat itu ikatan antara aku dan Nana merenggang. Aku selalu menjauh darinya begitu juga dengan Nana yang menjauh dariku. Mungkin ia merasa sakit hati ketika ia memintaku menemaninya tetapi aku terpaksa menolak. Aku tak mau terbawa seperti Nana sekarang.
Tetapi, aku juga merasa bersalah atas perbuatanku. Aku sadar bahwa aku harus menasihatinya, meluruskan pemikirannya agar kembali ke jalan yang benar. Bukan malah menjauhinya.
“Na, nanti istirahat ke kantin bareng yuk.” Ajakku sambil mendekati Nana yang sibuk dengan ponselnya.
“……” Ia tak menjawab bahkan melirikku pun tidak.
“Na?” panggilku lagi.
“Oh, gue sibuk. Sorry!” Jawabnya dan langsung pergi menjauh dari penglihatanku.
Apapun yang aku lakukan kepadanya, aku hanya ingin kebaikan untuk dirinya. Setelah sekian lama kami bersahabat. Tak akan ada yang rela ketika sahabatnya menjejaki jalan yang salah.
“Na, kamu bisa gak sih berhenti dulu, dengerin omongan aku.” Teriakku sambil mengejarnya.
“Apa lagi yang mau diomongin?”
“Kamu kenapa sih? Bisa gak sih kamu hargai aku sebagai sahabat?”
“Sahabat? Jelas-jelas loe sendiri yang putusin persahabatan kita. Sekarang udah gak ada apa-apa lagi diantara kita Mel. Kita sekarang hanya teman biasa.” Ucapnya dan langsung pergi meninggalkanku sendiri, entah ke mana.
Semua berubah, semuanya sudah berubah. Entah aku harus bagaimana. Aku hanya bisa menangis mencoba menguatkan diriku.
“Eh, Mel loe kenapa nangis gini dah. Kayak abis putus cinta aja loe,” ucap seseorang bernama Salsa teman sekelasku.
“Eh, enggak kok,” jawabku.
“Loe habis ributkan sama si Nana? Gue lihat tadi.”
“Hemm iya, Sal.”
“Emang masalahnya?”
“Aku juga bingung kenapa. Semua berubah Ketika Nana suka sama boyband dari Korea. Padahal yang aku mau adalah Nana kembali ke dirinya sendiri. Nana harus sadar bahwa jalan yang ia jejaki itu jalan yang salah. Aku mau Nana berubah kembali ke jati dirinya sebagai muslimah. Kamu pahamkan itu?”
“Iya Mel, gue paham, tapi gak segampang itu. Loe coba deketin dia baik-baik di saat mood dia lagi baik, Mel.”
“Nanti aku coba deh, Sal. Kamu bantu juga yah!”
“Pasti.”
Salsa sudah seperti sahabatku sendiri, teman yang selalu menerima dan mendengarkan curhat keluh kesahku. Hingga keesokan harinya aku mencoba berbicara baik-baik dengan Nana.
“Na, aku mau ngomong sesuatu. Pliss dengerin yah. Sebentar aja kok, gak lama,” ucapku dengan lembut.
“Mau apa lagi sih, Mel, kata-kata gue kemarin belum loe bisa pahami atau gimana?” jawabnya agak sedikit membentakku.
“Sebentar doang, Na, mungkin ini terakhir kalinya kita bertemu,” ucapku.
“Loe gak usah ngomong gitu. Gue gak akan bisa dijebak sama loe.”
“Ya udah kalo kamu emang gak mau dengerin aku. Tetapi, aku mau minta maaf, mungkin selama kita bersama aku punya salah. Maaf belum bisa jadi sahabat yang baik buat kamu. Walau kamu gak anggap aku sahabat, aku tetap mau menjadi sahabat kamu selmanya, menjadi sahabat sehidup sesurga. Pesan dari aku, jaga diri baik-baik yah, kejar impianmu masuk jurusan Psikologi jangan malas belajar dan kembalilah ke jati dirimu sebagai muslimah. Terima kasih udah pernah jadi sahabat aku.” Ucapku panjang lebar. Namun, reaksi yang kuterima dari Nana hanyalah berdiam diri dan langsung pergi entah ke mana.
Nana
“Sebuah kecelakaan pesawat dengan nomor terbang AJ2468 dengan tujuan kota Aceh terjatuh di sebuah kawasan hutan. Diduga karena mesin pesawat mati saat sedang melandas melewati hujan badai.”
Begitu berita yang sedang menggemparkan warga negara Indonesia dan juga seisi sekolah SMA Bina Mulia. Saat itu yang kulihat hanya Melsa yang tidak hadir di sekolah.
“Na, tadi berita apa yang loe lihat?” tanya Salsa kepadaku.
“Pesawat jatuh,” jawabku santuy.
“Pesawat?” tanyanya lagi dengan tak percaya.
“Yah, emang kenapa? Pacar loe di situ?” tanyaku padanya.
“Coba gue lihat beritanya.” Ucap Salsa sambil meminta ponselku.
“Nih, tumben loe penasaran!”
“Nomor terbang AJ2468 tujuan kota Aceh?” Ucap Salsa saat sedang mendengarkan berita itu. Dan langsung memberikan ponsel kepadaku. Ia bergegas mengambil ponselnya dari tas di kursinya.
“Na, nomor terbang AJ2468 kota tujuan Aceh. Na?”
“Kenapa? Ada pacar loe? Sejak kapan loe punya pacar?”
“Bukan pacar gue. Tapi, Melsa, Melsa, Na…”
“Maksud loe?”
“Lihat nih.” Ucap Salsa sambil menunjukan instastory Melsa yang terlihat jelas ia memposting Board Ticket dengan tertulis jelas no terbang dan kota tujuan. Aku yang membacanya syok, benar-benar syok.
“Gak mungkin Sal, gak mungkin! Melsa pasti bertahan! Melsa pasti kuat!” ucapku. Aku tak kuat membendung air mata yang sudah menumpuk di pelupuk mataku.
“Coba besok kita pergi ke rumahnya Na, loe doa yang terbaik buat Melsa,” ucap Salsa menguatkan.
Hingga besok, kami terkejut rumah Melsa sudah dipenuhi banyak orang dan terpasang bendera kuning di depan rumahnya. Aku yang melihat itu langsung lari menerobos masuk rumahnya.
“Tante…” ucapku pada mamah Melsa yang sedang menangis di samping jasad Melsa yang sudah tak utuh lagi.
“Nana?”
“Tante, Melsa kenapa?” tanyaku.
“Allah baik yah, Na. Ketika ia memutuskan untuk merawat neneknya di Aceh dengan alasan sambil menjalankan tugas dakwah. Tetapi, Allah itu sangat baik Masyaallah…” Ucap Mamah Melsa mencoba menguatkanku. Aku hanya bisa menangis tersedu-sedu dengan Salsa yang menunduk di sampingku.
“Ini ada surat dari Melsa, Nak. Titipan sebelum Melsa pergi.”
“Hai… Assalamualaikum Na, bestieku. Gimana kabarnya? Baikkan? Selalu baik dong. Aku cuma mau minta maaf, mungkin dengan surat ini kamu bisa memaafkan kesalahan aku. Aku tahu aku salah, tetapi aku gak pernah bermaksud buat putusin ikatan persahabatan kita. Aku cuma mau satu dari kamu, Na, kembalilah kepada jalan yang benar. Aku gak mau di akhirat nanti kamu mengikuti jejak idolmu. Aku mau di akhirat nanti kita bersama. Kembalilah, Na, tutup auratmu dan jangan lupa selalu hadiri majelis ilmu. Maafkan aku ya, Na, mungkin kita gak bisa bertemu lagi setelah ini. Terima kasih untuk selamanya…”
“Aku selalu menunggu kabar perubahan dari dirimu…”
“Sedikit surat singkat yang mungkin akan menjadi kenangan selamanya…”
By: Melsa Anindita Putri
To: Naysa, my bestie forever
Tanpa kusadari, air mata mengalir tak terbendung. Mulai saat itu aku memutuskan membakar semua member card BTS dan semua band dari Korea. Dan aku sadar bahwa selama ini aku berada pada Wrong a Way dan harus kembali kepada jalan yang benar, jalan yang selalu diridai Allah. [CM/NA]