CemerlangMedia.Com, Nasional — Insiden penembakan terjadi di kantor MUI pada Selasa (2-5-2023) sekitar pukul 11.15 WIB. Dikabarkan dua pegawai terluka akibat insiden tersebut dan belum diketahui motif pelaku. Dari gambar yang beredar, terlihat pecahan kaca di pintu depan kantor MUI. Seseorang berbaju kotak-kotak yang ditengarai sebagai pelaku berhasil dibekuk. Belakangan pelaku mengaku sebagai nabi, sebagaimana yang diunggah oleh media.
Penembakan, sebagaimana yang terjadi di kantor MUI, biasa terjadi dalam situasi politik dan ekonomi yang tidak stabil. Sebagaimana disampaikan oleh Guru Besar UIN Sunan Kalijaga, Prof. Al Makin. Begitu pula klaim nabi, yang selalu ada sepanjang zaman bahkan sejak zaman Rasulullah Salallahu ‘alaihi wasallam. Situasi politik dan ekonomi, seperti masa pergantian kekuasaan menjadi salah satu faktor yang melatarbelakangi munculnya fenomena nabi palsu atau klaim nabi utusan Tuhan.
Di Indonesia, mulai awal 2010 terdapat sekurang-kurangnya 600an pihak-pihak yang mengaku nabi, menerima wahyu, dan lain sebagainya. Apalagi setelah jatuhnya rezim orde baru, yang bersamaan dengan kebangkrutan ekonomi, menjadi masa-masa panennya nabi palsu, sebagai implikasi dari jatuhnya rezim orde baru yang cukup lama berkuasa.
Akademisi menyebut sebagai tahun-tahun keruwetan, di mana banyak persoalan yang tidak mampu diselesaikan masyarakat, dan tidak mampu direspon secara aktif dan solutif oleh pemangku kebijakan. Alhasil, muncullah orang-orang yang mengaku suci, mendapatkan keistimewaan, dst. Dan masyarakat yang sedang bingung, yang sejatinya memiliki naluri beragama, seolah diarahkan meyakini mereka, sehingga klaim nabi palsu dan sejenisnya mendapat respon dan dukungan, agar mendapatkan pertolongan langsung atau solusi instan.
Hal tersebut juga pernah terjadi pada zaman Khalifah Abu Bakar As-Shidiq. Beliau mendapatkan tantangan secara politik dari Musailamah Al Kazab yang mengaku sebagai nabi. Pada saat itu, Musailamah menyajikan sebuah opini yang menyesatkan dan melakukan pembangkangan terhadap pungutan zakat. Di mana pada masa itu Khalifah Abu Bakar mempunyai aturan terhadap pungutan zakat. Musailamah berdalih bahwa Rasulullah Salaallahu ‘alaihi wasallam telah wafat, jadi untuk apalagi membayar zakat.
Sebenarnya gerakan pembangkangan terhadap pemerintahan khalifah ditunggangi oleh ambisi politik dan kepentingan pribadi, sebagaimana gerakan nabi palsu yang pada hakikatnya, juga merupakan misi pribadi dan ambisi untuk memuluskan kepentingan pribadinya, dan didukung oleh inner circlenya.
Mengganggu Stabilitas Negara
Beberapa tokoh pun berkomentar, jangan sampai kemudian pelaku dianggap orang gila, dan tidak ada pengusutan terhadap kasus ini, yang pada dasarnya aksi tersebut telah menggangu stabilitas negara. Begitu pula klaim nabi palsu membawa dampak yang menyesatkan umat. Bahkan orang-orang yang tidak paham agama, semakin jauh dari akidah Islam. Dan kerugian lainnya baik materi maupun fisik.
Selain itu, klaim nabi palsu juga berdampak pada timbulnya problem-problem baru di tengah masyarakat, terjadi perpecahan. Bagi umat yang ingin mempertahankan kemurnian akidah Islam akan berusaha memberikan pemahaman, namun bagi mereka yang sudah tersesat, akan menganggap bahwa apa yang mereka lakukan adalah sesuatu yang benar. Alhasil, konflik horizontal di tengah-tengah masyarakat tidak bisa dihindarkan.
Pada sistem sekuler, fenomen ini wajar terjadi, sebab negara tidak menganggap fenomena nabi palsu sebagai problem besar, sementara ajaran yang disampaikan bukanlah ajaran yang benar, bukan pandangan yang muktabar, maka hal ini akan mengaburkan antara haq dan yang batil. Alhasil, pada masanya kita akan menyaksikan generasi yang tidak lagi peduli antara yang haq dan yang batil. Sementara ketidakjelasan yang haq dan yang batil adalah faktor yang sangat krusial sebagai pijakan untuk melakukan sebuah perubahan.
Solusi Islam
Islam memandang problem hari ini adalah problem besar, seperti para pelaku korupsi, tidak amanah dalam kepemimpinannya, maka diperlukan perubahan dan usaha mencari orang-orang yang amanah, yang takut pada Allah Subhanhu wa Ta’ala, dan memiliki kapabilitas untuk menyelesaikan seluruh problematika.
Lain halnya jika masyarakat memandang bahwa problem hari ini adalah ada al haq yang ditinggalkan dan al batil yang dikerjakan, maka publik bisa menakar bahwa perubahan yang diperlukan bukanlah sekadar perubahan dengan mencari orang-orang yang amanah, potensi korup yang rendah, melainkan sebuah perubahan yang berlandaskan syariat dengan mengambil hukum-hukum syariat menjadi pijakan untuk menjadi solusi berbagai problem-problem yang ada di tengah-tengah umat.
Oleh sebab itu, kita harus memiliki pemahaman yang jernih serta memberikan pemahaman kepada umat untuk mengawal perubahan menuju Islam kafah, dan terus berlanjut, tanpa dialihkan oleh agenda politik sekuler yang menyesatkan. Pun dengan klaim nabi palsu yang terus bermunculan, sebagai bentuk perhatian negara kepada umat. [CM/Vovi]
[CM/NA]