Membaca Geostrategis Sudan

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh. Mia Annisa (Aktivis Muslimah Babelan)

CemerlangMedia.Com, INTERNASIONAL — Sudan merupakan negeri yang masuk ke dalam wilayah Daulah Islam sejak 31 Hijriyah melalui Abdullah bin Abi as-Sarah amil Utsman di Mesir. Tidak hanya menjadi wilayah terbesar di Afrika Utara yang dilewati oleh Laut Merah. Sudan juga menjadi tempat pertemuan dua anak sungai yang membentuk aliran sungai Nil, yaitu White Nil berasal dari danau Victoria di Uganda dan Blue Nil dari danau Tana di Ethiopia tepatnya di Khartoum ibukota Sudan.

Bertemunya dua anak sungai tersebut menjadikan di bagian utara Sudan memiliki potensi kesuburan tanah sebesar 84 juta hektar. Oleh karenanya, sektor pertanian dijadikan sebagai mata pencaharian utama oleh sebagian besar penduduk Sudan dengan mengandalkan irigasi-irigasi modern dan pertanian tadah hujan. Seperti, pertanian Sorguom, kacang tanah dan wijen. (wikipedia.org)

Bagian selatan Sudan yang notabene dihuni oleh 18 persen muslim, 17 persen Nasrani, sisanya adalah kaum paganis, kaya akan cadangan gas bumi. Sekitar 3,5 miliar barel yang diproduksi setiap tahunnya, terbesar ketiga di Afrika sub-Sahara menurut hasil laporan Global Finance Magazine. 90 persen di antaranya masih belum dimanfaatkan secara maksimal. Inilah yang menjadi daya tarik bagi raksasa perusahaan-perusahaan minyak asing melirik wilayah tersebut.

Cina National Petroleum Corporation (CNPC) misalnya, perusahaan yang mendapatkan konsesi eksplorasi minyak di wilayah selatan Sudan, telah berhasil menanamkan investasi besar-besaran untuk mengamankan cadangan impor minyak mereka dari Sudan ke Cina sejak 1997 lantas diikuti oleh perusahaan Cina lainnya. Semua diawali ketika pemerintah Cina dengan Sudan pada tahun 1990 menawarkan diri dalam pengembangan industri minyak.

Semua ini dikarenakan kebutuhan minyak dalam negeri Cina yang tidak mencukupi, lalu melakukan ekspansi ke negeri-negeri kaya minyak seperti Sudan dengan menggunakan diplomasi ekonomi. Sebagai akibat pesatnya industrialisasi yang dikembangkan.

Proyek Jalur Sutera Maritim Cina dan BRICS

Strategi yang dilakukan oleh Cina seolah-olah menjadi juru runding antara barat dan Sudan selatan di bawah mantel dewan keamanan PBB dengan mengirimkan pasukan penjaga perdamaian di Sudan ketika meletus tragedi di Darfur. Semua dilakukan tidak hanya dalam rangka mengamankan pasokan minyak mereka tapi merealisasikan proyek ambisius jalur sutera dan Belt and Road Initiative.

Sudan sebagai salah satu negara sekutu di Afrika diberikan kucuran dana untuk membangun infrastruktur besar-besaran yang menghubungkan Cina ke seluruh negara-negara di Asia, Eropa, dan Afrika. Mengikat Sudan dengan bantuan dari Cina 50 persen dari devisa perkapita Sudan setiap tahunnya semakin menguatkan Cina untuk membuka jalur sutera maritim mereka. Terlihat bagaimana Khartoum yang memberikan izin Cina untuk membuka zona dagang bebas pelabuhan Haidop di pantai Laut Merah Sudan pada Desember 2020, guna mengekspor hasil ternak mereka ke kawasan Timur.

Barat menyadari dominasi Cina di Sudan memiliki peranan penting. Oleh karenaya, Barat berupaya keras untuk menghilangkan pengaruh Cina di wilayah tersebut. Bukan tidak mungkin meletusnya perang sipil di Sudan sebagai akibat dari rivalitas kepentingan antara blok Barat dan blok Timur.

Potensi Strategis Negara-negara di Tanduk Afrika

Terlepas dari motif utama kudeta, Sudan menjadi satu negeri-negeri muslim yang terletak di sekitar tanduk Afrika yang berbatasan dengan Laut Merah. Wilayah-wilayah sekitar di tanduk Afrika dianugerahi Allah Swt. sebagai jalur strategis penghubung 10 persen aktivitas perdagangan dunia.

Tidak heran jika akhirnya menjadi incaran negara-negara kafir penjajah, seperti Cina yang mengembangkan pelabuhan-pelabuhan di Sudan sementara Rusia ingin membangun markas logistik angkatan laut, serta para penguasa boneka di wilayah teluk. Siapa yang menguasai tanduk Afrika, mengontrol sepotong utama dari perekonomian dunia. (arrahmah.com). Mountain menunjukkan bahwa CIA, M16 dan semua badan intelijen barat mengetahui betapa pentingnya tanduk Afrika.

Perdagangan yang dilakukan oleh Uni Emirat Arab dan Cina, Jepang, India, dan negara Asia lainnya melewati Bab el-Mandeb sebuah titik yang mempertemukan samudra Hindia dengan Laut Merah. 30 persen minyak dunia dan gas alam dari Persia diangkut melalui jalur tanduk Afrika sehari-harinya.

Menghentikan Hegemoni Dunia Timur dan Barat dengan Islam

Fakta yang tak terbantahkan, kekayaan alam di negeri-negeri kaum muslimin nyatanya tidak diekstrak untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Apabila dikelola dengan benar akan menjadi negara yang memiliki kekuatan ekonomi. Negeri-negeri yang kaya SDA justru menjadi korban kerakusan Barat dalam mengeruk kekayaan alam di negeri muslim. Penjajahan yang berkepanjangan akibat diterapkannya kapitalisme global membuat dunia Islam berubah statusnya dari negara yang disegani menjadi negeri lemah tak bertaji.

Dalam kapitalisme liberal, negeri yang memiliki kekayaan alam melimpah membuat negara kafir penjajah meneteskan air liurnya. Sifat tamaknya akan muncul untuk menguasai dan memperdaya penguasa-pengusa boneka dengan fee, suap, tipu muslihat, utang, dsb. Masih lekat di ingatan bagaimana bangsa Portugis, Inggris, Spanyol, Perancis, dan Belanda menjelajah dunia untuk menemukan sumber rempah-rempah di Indonesia.

Tidak hanya mengeksploitasi kekayaan sumber daya alam, Barat juga menciptakan konflik horizontal, perang saudara di Sudan sebagian bentuk nyata upaya Barat menghambat laju benih kebangkitan Islam. Kaum muslimin disibukkan dengan problem internal sedangkan mereka melupakan masalah akar bahwa Barat yang dimotori oleh Amerika dan Timur yang dimotori oleh Cina sesungguhnya adalah teroris sejati yang harus mereka perangi.

Mengamankan wilayah geostrategis di Sudan tidak ada cara lain selain kaum muslimin bersatu membangun kekuatan dalam satu kepemimpinan yaitu Daulah Khilafah Islam melawan kapitalis Amerika, China dan lainnya. Kekayaan SDA adalah modal penting berbekal ideologi Islam yang sahih bahwa negeri-negeri kaum muslimin bisa berdiri secara independen mengelola kekayaan alam mereka secara mandiri tanpa bergantung kepada korporasi-korporasi asing.

Membiarkannya jatuh ke tangan asing adalah sebuah keharaman. Apa yang dicontohkan oleh Sultan Abdul Hamid II adalah wujud nyata kaum muslimin membutuhkan kehadiran Khilafah ketika wilayah kaum muslimin diminta oleh orang Yahudi, sang khalifah menolak mentah-mentah tawaran itu.

“Sesungguhnya, saya tidak sanggup melepaskan kendati hanya satu jengkal tanah Palestina. Sebab ini bukan milik pribadiku, tetapi milik rakyat. Rakyatku telah berjuang untuk memperolehnya, mereka siram dengan darah mereka. Silakan Yahudi menyimpan kekayaan mereka yang miliaran itu. Bila pemerintahanku ini tercabik-cabik, saat itu baru mereka dapat menduduki Palestina dengan gratis. Adapun, jika saya masih hidup, maka (meskipun) tubuhku terpotong-potong adalah lebih ringan ketimbang Palestina terlepas dari pemerintahanku,” kata Sultan Abdul Hamid II yang ditujukan kepada Theodore Herzl.

Wallahu a’lam. [CM/NA]

Loading

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *