Oleh: Maman El Hakiem
(Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — Dalam menyambut bulan suci Ramadan 1445 H, Majelis Tsaqafi kembali menggelar acara “Open House” Ahad (10-3-2024) di MT. Bani Syamsudika menghadirkan pembicara Dr. H. Nurhilal Ahmad, M.Si. dan dipandu oleh Ustaz Aldi Febian menjadi sorotan utama. Diskusi yang rutin diselenggarakan setiap bulan ini menggali berbagai hal yang menyangkut permasalahan umat untuk dicarikan solusinya menurut sudut pandang Islam.
Misalnya saja, apa yang ditanyakan oleh salah seorang peserta yang hadir, Agus dari Panjalin yang mengeluhkan tentang upah buruh yang masih minim, “Upah buruh, sekalipun ada kenaikan, itu hanya Rp70.000 per tahun, sungguh tidak wajar karena kenaikan harga-harga jauh lebih tinggi, bagaimana solusinya menurut Islam?”
Menjawab pertanyaan tersebut, Dr. H. Nurhilal Ahmad, M.Si. menyampaikan pendapatnya bahwa soal buruh dalam pandangan Islam sangat sederhana karena hanya menyangkut akad dua belah pihak antara majikan dan pekerja terkait besaran upah yang disepakati, “Besar kecilnya sesuai kesepakatan saja asal ada keridaan,” imbuhnya.
Namun, ketika upah buruh itu masuk dalam sistem kapitalisme, justru menjadi persoalan pelik karena sering dihubungkan dengan berbagai kebutuhan yang menyangkut jaminan kesehatan, keselamatan kerja, dan lain sebagainya. Inilah titik masalahnya, hal yang harusnya menjadi tanggung jawab negara dibebankan kepada perusahaan. “Kesehatan, pendidikan, dan keamanan adalah kebutuhan dasar rakyat dan bersifat kolektif yang harusnya dipikul oleh negara,” imbuh narasumber.
Kapitalisme Bukan Solusi
Selama ini, sistem kapitalisme kadang dianggap solutif, padahal sebenarnya hanya menguntungkan individu tertentu. Dengan memberikan pandangan Islam yang menyeluruh, narasumber menekankan bahwa solusi atas masalah ekonomi tidak bisa hanya bersifat individual, melainkan juga harus memiliki dimensi sistemik yang memperhatikan tanggung jawab negara terhadap pengurusan rakyatnya.
Sementara persoalan umat lainnya yang mengemuka pada sesi tanya jawab adalah tentang pentingnya agama dan kekuasaan menyatu karena dalam sistem sekarang ini agama terpisah dari urusan negara. Tepatlah kiranya apa yang diungkapkan oleh Imam Ghazali, “Agama adalah fondasi, sedangkan kekuasaan adalah penjaganya.”
Diskusi tersebut secara kritis mengulas tentang sistem kapitalisme sebagai sebuah ilusi. Kemakmuran hanya dirasakan individu tertentu saja, yang tampak secara nyata adalah ketimpangan sosial dan ekonomi yang mendalam. Inilah yang mendorong perlunya solusi sistemik yang berakar pada nilai-nilai Islam, menekankan keadilan, kesetaraan, dan kesejahteraan bersama.
Melalui dialog yang diselenggarakan dengan baik, para peserta diajak untuk menggali nilai-nilai Ramadan, seperti solidaritas, empati, dan kepedulian terhadap sesama, sebagai landasan dalam mencari solusi atas tantangan ekonomi dan sosial yang dihadapi umat manusia.
Mengukuhkan Ukhuah dan Pemahaman Islam
Acara “Open House” ini bukan hanya sekadar ajang diskusi, tetapi juga merupakan momentum untuk mengukuhkan tali ukhuah islamiah dan meningkatkan pemahaman umat tentang pentingnya menjalankan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Diharapkan bahwa melalui penghayatan yang lebih mendalam terhadap ajaran Islam, umat dapat menjadi agen perubahan sistemik yang membawa kebaikan bagi masyarakat luas, tidak hanya pada Ramadan, tetapi setiap waktu.
Dengan demikian, semangat untuk menyongsong Ramadan 1445 H bukan hanya terbatas pada ibadah ritual, tetapi juga meliputi upaya untuk memperbaiki tatanan sosial dan ekonomi dengan mengedepankan nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan, sebagaimana yang telah diajarkan dalam syariat Islam melalui petunjuk kalam Allah Swt. yang turun di bulan suci Ramadan.
Allah Swt. berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 185, “Bulan Ramadan yang pada bulan itu diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Barang siapa di antara kamu hadir (di kota tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.”
Wallahu’alam bisshawwab. [CM/NA]