Oleh: Neni Nurlaelasari
(Kontributor CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — Sejak pandemi melanda beberapa tahun lalu, berbelanja online (online shop) menjelma menjadi kebiasaan baru masyarakat. Konsumen cukup mengambil benda pipih nan canggih, membuka aplikasi, kemudian mulai memilih produk yang diinginkan. Semua transaksi dalam genggaman tangan, selanjutnya tinggal menunggu datangnya barang yang dipesan. Tak perlu mendatangi toko yang dituju, tak jua merasakan panas, debu, hingga kemacetan jalanan. Konsumen pun merasakan berbagai kemudahan dengan trend belanja online. Beberapa aplikasi seperti Shoppe, Lazada, termasuk TikTok Shop menjadi aplikasi yang populer ketika membeli produk.
Di tengah derasnya antusias masyarakat berbelanja online, Anggota Komisi VI DPR Mufti Anam dalam rapat kerja Komisi VI bersama Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyatakan bahwa social commers TikTok merupakan ancaman bagi UMKM Indonesia. Sebab TikTok memiliki teknologi Artificial Inteligent (AI) yang bisa membaca algoritma produk yang laku di Indonesia. Selanjutnya TikTok memproduksi sendiri dan menjual dengan harga murah (kompas.com, 4-09-2023).
Di sisi lain, pedagang pun tak sedikit yang menjajakan dagangannya via online. Seperti N (24), seorang pedagang batik dan kebaya di Pasar Tanah Abang yang menjajakan dagangannya secara live di media TikTok. Dia mengaku, mendapatkan keuntungan lebih besar dengan berjualan online daripada membuka tokonya (tirto.id, 17-09-2023).
Keuntungan yang dirasakan N, ternyata tak semua dirasakan oleh pedagang online. Viral di media sosial, pedagang Tanah Abang yang berjualan online, tetapi sepi penonton saat live streaming. Hal ini terjadi karena algoritma disusun dan diatur oleh pihak platform, tanpa campur tangan pedagang. Sementara algoritma ini memengaruhi mana yang diuntungkan dan dirugikan (katadata.co.id, 16-09-2023). Dengan melihat berbagai fakta tersebut, lalu apa yang membuat UMKM merugi?
Minimnya Perlindungan UMKM
Jika kita melihat berbagai produk yang ditawarkan, baik dari pedagang online maupun offline, akan banyak ditemukan produk impor terutama dari Cina. Harga murah dan kualitas baik, menjadi alasan pedagang maupun konsumen lebih tertarik pada produk impor. Hal ini tak lepas dari mudahnya berbagai produk impor masuk ke Indonesia. Alhasil, membuat produk UMKM lokal kurang diminati karena harganya lebih mahal.
Sementara itu, UMKM tak mampu memberikan harga rendah karena sistem produksi masih menggunakan cara lama dan dinilai kurang efisien akibat minimnya dukungan teknologi yang memadai. Hal ini jelas memengaruhi harga produk yang dihasilkan. Dikutip dari liputan6.com, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menyatakan bahwa penerapan teknologi yang ada belum maksimal mendorong keuntungan bagi UMKM. Sebab, transformasi digital di Indonesia hanya berkembang di sektor hilir bukan sektor produksi (liputan6.com, 16-09-2023).
Di sisi lain, gempuran sosial commers seperti TikTok jelas berdampak pada minimnya produk UMKM yang terserap di pasaran. Sebab, serbuan produk impor dan persaingan harga akan memukul produk UMKM. Untuk mengatasi hal ini, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan akan merilis aturan main platform social commers seperti TikTok dengan menggunakan instrumen Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag). Sebab, pemerintah tidak bisa begitu saja melarang operasional TikTok. Lantaran hal tersebut akan membuat Indonesia digugat oleh World Trade Organization (WTO) (liputan6.com, 16-09-2023).
Mencermati sulitnya membuat regulasi tegas demi melindungi UMKM, maka kita bisa melihat bahwa pihak yang diuntungkan adalah mereka yang menguasai teknologi dari hulu hingga hilir. Sedangkan keanggotaan Indonesia di WTO nyatanya tak memberikan dampak positif bagi UMKM, malah membuat kesulitan dalam melarang sehingga hanya mampu sebatas mengatur saja.
Melihat kondisi yang ada, UMKM jelas tak mendapatkan perlindungan dan dukungan yang memadai. Ini terjadi karena kebijakan yang diambil tak boleh bertentangan dengan berbagai perjanjian yang telah disepakati. Seperti kesepakatan bersama dengan WTO yang akhirnya membuat negara tidak bisa bertindak tegas ketika terjadi hal yang merugikan UMKM.
Kurang berpihaknya negara dalam mengurusi rakyat tak lepas dari sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini. Sistem yang bertujuan mengumpulkan materi semata membuat manusia berlomba mendapatkan keuntungan sebanyak mungkin dengan berbagai cara. Monopoli pasar dengan cara apa pun merupakan hal yang biasa dalam sistem kapitalisme ini.
Sementara itu, sulitnya membuat kebijakan tegas adalah bukti bahwa dalam sistem kapitalisme ada kekuatan para pemilik modal (kapitalis) yang berkuasa dalam membuat setiap kebijakan. Hal ini merupakan balas jasa, sebab para pemilik modal yang menyokong biaya untuk memuluskan pemimpin dan para wakil rakyat yang duduk dalam pemerintahan. Ini terjadi akibat mahalnya biaya politik dalam sistem demokrasi. Alhasil, yang kuatlah yang bisa memonopoli perdagangan. Maka tak heran jika negara tak mampu dengan tegas melindungi UMKM. Di sisi lain, dukungan terhadap UMKM tak didapatkan dalam sistem kapitalisme karena pandangan untung rugi menjadi pertimbangan negara dalam melayani rakyat.
Kita pun melihat bahwa para pelaku UMKM mayoritas adalah masyarakat kelas menengah ke bawah sehingga gempuran sosial commers akan sangat memengaruhi kondisi ekonomi mereka. Usaha yang ditekuni selama ini bisa mengalami kerugian sehingga gulung tikar. Jika ini terjadi, angka kemiskinan pun akan meroket tajam. Sementara kehidupan ekonomi yang sulit, bisa mendorong meningkatnya angka kejahatan.
Sistem Islam Melindungi UMKM
UMKM merupakan salah satu aktivitas perniagaan (tijarah) yang dihalalkan, sebagaimana dalam firman-Nya, “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu….” (QS An-Nisa’: 29).
Aktivitas perdagangan terbagi menjadi dua macam, yaitu perdagangan dalam negeri dan perdagangan luar negeri. Dalam sistem Islam, untuk perdagangan dalam negeri, maka negara akan mengarahkan agar setiap individu terikat dengan hukum syariat dalam hal jual beli. Seperti transaksi jual beli, terjadi atas dasar sama-sama rida, pedagang berlaku jujur mengenai spesifikasi produk yang dijual, tidak menimbun barang pokok yang menjadi hajat masyarakat agar mendapatkan keuntungan saat terjadi kelangkaan, serta hanya menjual produk halal yang dibenarkan syariat.
Sementara itu, perdagangan luar negeri seperti aktivitas ekspor maupun impor, maka negara akan mengatur secara langsung. Negara akan mengidentifikasi apakah perdagangan tersebut melibatkan negeri kafir harbi (negara yang memerangi Islam), atau negeri muahid (negara kafir yang mengadakan perjanjian dengan Daulah Islam).
Perdagangan luar negeri dalam sistem Islam menitikberatkan pada aspek manusia yang terlibat di dalamnya. Oleh karenanya, aktivitas ekspor maupun impor hanya boleh dilakukan dengan negeri muahid dan melarang perdagangan dengan negeri yang memerangi Islam. Ini sangat berbeda dengan pandangan sistem kapitalisme yang hanya tertuju mengatur aspek komoditi atau produk yang diperjualbelikan.
Dengan pengaturan yang ketat dalam sistem Islam, maka pelaku sosial commers asing seperti Tiktok tidak bisa bertindak semaunya. Sebab negara akan melindungi pelaku UMKM dalam negeri dan mendukung untuk pengembangan teknologi yang memadai. Selain itu, negara hadir untuk mendukung pemanfaatan dan pengembangan teknologi yang bisa bermanfaat untuk masyarakat termasuk untuk UMKM. Sebab dalam pandangan Islam, teknologi berfungsi untuk meringankan pekerjaan manusia, bukan untuk menggantikan tenaga kerja seperti dalam sistem kapitalisme.
Semua upaya yang dilakukan negara dalam sistem Islam merupakan bentuk tanggung jawab atas amanah yang diembannya sebagai pengatur urusan rakyat. Sebagaimana dalam hadis Rasulullah saw.,
“Imam/khalifah itu laksana penggembala dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Maka sudah sepatutnya kita beralih mengambil sistem Islam dan mencampakkan sistem kapitalisme yang masih mencengkeram erat. Agar UMKM mendapat perlindungan dan dukungan sehingga tidak akan khawatir terhadap sosial commers yang ada seperti saat ini. Sebab, hanya sistem Islam yang mampu melindungi UMKM dan memberikan kesejahteraan bagi rakyat. Wallahu a’lam bisshawwab. [CM/NA]