Jika Surga Hanya Milik Mereka yang Bergelar

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

By. Irsad Syamsul Ainun
(Tim Redaksi CemerlangMedia.Com)

CemerlangMedia.Com — Mengukur kesalihan seseorang bukanlah hak manusia. Pun demikian tidak ada kewajiban bagi diri untuk mencap orang lain bahwa ia seseorang yang menjadi penghuni neraka. Karena standarnya masih tetap sama dari dulu hingga kiamat kelak, surga untuk mereka yang bertakwa, dan neraka untuk mereka yang fasik, jauh daripada Allah Swt.

Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam QS Ali’Imran ayat 131 dan 133.

وَاتَّقُوا النَّارَ الَّتِيْٓ اُعِدَّتْ لِلْكٰفِرِيْنَۚ

“Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan bagi orang kafir.” (QS Ali ‘Imran[3]:131)

Ayat di atas menegaskan bahwa siapapun mereka yang kafir, juga ingkar kepada Allah maka tempat kembalinya adalah neraka. Pun demikian dengan orang-orang yang bertakwa,

وَسَارِعُوْٓا اِلٰى مَغْفِرَةٍ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمٰوٰتُ وَالْاَرْضُۙ اُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِيْنَۙ
“Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu, dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS Ali ‘Imran[3]:133)

Dari kedua ayat tersebut, kita perlu mencermati kembali mengenai posisi kita sebagai hamba. Sudahkah kita menjadi hamba yang bertakwa atau sebaliknya. Takwanya seseorang pun bukan berdasarkan pada kedudukan sosial, tingginya jabatan, terlebih kepada gelar pendidikan. Andai gelar-gelar pendidikan adalah salah satu kriteria seseorang menjadi penghuni surga yang disediakan untuk orang bertakwa, tentulah Abu Lahab pun berhak memasuki surga. Karena gelarnya di mata masyarakat sebagai ahli hukum.

Pun jika standarisasi masuk surga adalah kekayaan materi tentu saja Qorun dan Firaun lebih berhak masuk surga dibanding kita yang saat ini mungkin memiliki ekonomi di bawah garis rata-rata.

Namun akhir dari pemiliki gelar dan kekayaan dari tokoh-tokoh di atas adalah neraka Jahanam. Yang kisahnya diabadikan dalam kitab pedoman hidup umat muslim, dan seluruh umat manusia.

Yang tak bergelar juga tak memiliki kekayaan berlebih, la tahzan! Sungguh Maha Pemberi Keadilan itu adalah Allah yang tak menyia-nyiakan hamba-hamba yang berlomba dalam ketaatan. Lihatlah Abdurrahman bin Auf, Abu Bakar As Shidiq, yang berlomba menginfakkan harta di jalan Allah yang kemudian di janjikan surga yang luasnya seluas langit dan bumi. Yang tak kalah baiknya Bilal dengan kulit hitam legamnya telah digambarkan yang bahkan terompah (sandalnya) pun ikut masuk surga karena ketakwaan kepada Allah Azza wa Jalla.

Jadi sangat disayangkan, bagi diri kita yang fakir dari sisi harta maupun ilmu ini tidak berlomba dalam taat. Apalagi mencap diri sendiri tidak pantas berada di surga. Padahal Allah telah menunjukkan cara bagaimana menjadi ahli jannah juga ahli naar.

Baik mereka yang bergelar ataupun tidak, memiliki kewajiban yang sama untuk bertakwa. Pun demikian bagi yang tidak memiliki kelebihan harta dan sebaliknya. Allah telah mengaruniakan potensi pada masing-masing hamba-Nya untuk memilih jalan yang kelak akan ditempuh, apakah pantas di surga atau neraka.

Pilihannya hari ini tentu akan berdampak pada akhir ke depannya. Akan tetapi perlu diketahui bahwa, pemilik hati manusia adalah Allah Yang Esa. Oleh karena itu, sudah sepatutnya manusia senantiasa bermujahadah kepada Allah agar dikukuhkan keimanannya dalam ketaatan, juga diistikamahkan setiap langkah dan napasnya dalam benteng-benteng islamiyyah.

Begitu pula dengan mereka yang mungkin hari ini belum menapaki jalan takwa, belum ada kata terlambat untuk menuju kepada ampunan Allah Swt.. Sebab kepastian akhir yang sesungguhnya mengenai diri setiap hamba hanyalah Allah yang tahu. Sedangkan hamba hanya patut menjalankan dan berusaha, sesungguhnya Allah akan memberi hidayah dan murka-Nya kepada setiap hamba yang Dia kehendaki.

Namun, kewajibannya adalah taat. Bukan malah menyalahkan keadaan apalagi sampai menyerah pada berbagai macam alasan yang sebenarnya alasan-alasan tadi sifatnya dunia dan materi.

Dunia memang menjanjikan ribuan kenikmatan, dan tanpa disadari telah mengakar dari benak kita sejak usia dini. Namun, kebanyakan manusia tidak berpikir mengenai hal ini. Sebaliknya semakin lalai dari kata perbaikan.

Kesibukan duniawi, dan pandangan-pandangan yang mengarah pada kenikmatan semu dalam bentuk materi mampu mengubah pola pikir manusia dari kata tertindas secara fisik.

Pikiran-pikiran yang tidak berasaskan pada nilai-nilai ukhrawi mengantarkan manusia pada kemerosotan berpikir cemerlang. Terlebih lagi masuknya peradaban sekularisme yang menggerogoti tubuh umat semakin ganas. Lengkaplah sudah derita-derita umat yang digelari umat terbaik hari ini. Mereka tak lagi mampu membedakan halal-haram, ibadah-ibadah yang dikerjakan sekadar mengugurkan kewajiban dan lain sebagainya. Rasa malas menuntut ilmu, terlebih ilmu agama kian membara, pikiran-pikiran semu akan kebahagiaan yang dijanjikan dunia semakin diutamakan. Padahal jika demikian adanya, ibarat kata meminum air asin, semakin diminum semakin haus.

Oleh karena itu, hilangkanlah dahagamu dengan standar akhirat. Suntik energi-energi positif untuk menuju ampunan Allah yang kelak menghantarkan pada surga-Nya yang seluas langit dan bumi. [CM/NA]

Loading

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *