Oleh: Noor Azizah
CemerlangMedia.Com — Manusia itu hidup, sama seperti hewan, dan tumbuh-tumbuhan. Hidup itu tidak bisa didefinisikan, tetapi bisa dirasakan. Kita bisa melihat seorang manusia ketika ia lahir ke dunia, lalu tumbuh dan bertambah besar, bergerak, begitu pula dengan hewan dan tumbuh-tumbuhan, tumbuh, bergerak, dan bertambah besar. Saat tumbuh, makhluk hidup butuh makan dan juga minum. Makhluk hidup bergerak dan ada aktivitas biologis untuk berkembang biak.
Dalam hidupnya, manusia dan hewan memiliki kesamaan pula. Beberapa hewan ada yang hidup berkelompok. Hewan menyayangi anaknya, berinteraksi dengan yang lain, berkembang biak, makan dan minum. Bedanya, hewan melakukan semua itu sekehendaknya tanpa diatur syariat. Sedangkan manusia ada pula yang melakukan sekehendak hatinya (menuruti hawa nafsunya), tetapi ada pula yang menjadikan aturan Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai Penciptanya, sebagai aturan hidup.
Jika seseorang menjalani hidupnya sekehendak hati, suka-suka, tanpa mau diatur oleh syariat Allah, apa bedanya ia dengan hewan. Begitu pula bila seseorang yang hidup hanya sekadar memenuhi kebutuhan hidupnya, menjalani hidup seenak perutnya, sesuka hati, bebas tanpa aturan, hidup bebas, dan mengabaikan aturan hidup dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka orang tersebut tidak dapat dibedakan dari hewan. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيْرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْاِنْسِۖ لَهُمْ قُلُوْبٌ لَّا يَفْقَهُوْنَ بِهَاۖ وَلَهُمْ اَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُوْنَ بِهَاۖ وَلَهُمْ اٰذَانٌ لَّا يَسْمَعُوْنَ بِهَاۗ اُولٰۤىِٕكَ كَالْاَنْعَامِ بَلْ هُمْ اَضَلُّ ۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْغٰفِلُوْنَ
“Dan sungguh, akan Kami isi neraka Jahanam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah.” (QS Al-A’raf: 179).
Menurut ahli tafsir Ibnu Katsir bahwa alat indera yang Allah berikan kepada mereka sebagai jalan untuk memperoleh hidayah tidak digunakan untuk memahami ayat-ayat Allah. Hati, mata, dan telinganya buta, dan tak ubahnya seperti hewan. Kelebihan akal yang Allah berikan kepadanya tidak ia gunakan untuk memahami ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ajakan dan imbauan menuju ketaatan tidak dihiraukan, layaknya hewan peliharaan.
Oleh sebab itu, maka sebagai manusia yang memiliki kelebihan akal sebagai pembeda dengan hewan, perlu menjadikan akal dan hatinya untuk memahami kebenaran, menggunakan matanya untuk melihat kebenaran, dan menggunakan telinganya untuk mendengar kebenaran. Menggunakan segala potensi yang dimiliki untuk beribadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Taat dan tunduk serta terikat kepada aturan yang telah Allah tetapkan.
Allah menciptakan manusia untuk beribadah kepada-Nya, keberadaan manusia di dunia adalah untuk ibadah, maka apa pun yang dilakukan selama di dunia adalah dalam rangka beribadah, bukan hanya ibadah wajid seperti salat, puasa, zakat, dan haji, tetapi tunduk dan patuh kepada seluruh aturan-Nya tanpa terkecuali. Bila Allah memerintahkan wajib menutup aurat bagi wanita muslim yang sudah balig, maka hal tersebut harus dilaksanakan tanpa alasan apa pun. Ketika Allah haramkan riba, maka muslim pun wajib meninggalkannya.
Ketaatan tersebut harus setiap saat, bukan menunggu kita siap, atau menunggu waktu lapang. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, dari Abu Dzar Al Ghifari Radhiallahu ‘anhu,
اتق الله حيثما كنت ، وأتبع السيئة الحسنة تمحها، وخالق الناس بخلق حسن
“Bertakwalah engkau di manapun engkau berada. Dan hendaklah setelah melakukan kejelekan, engkau melakukan kebaikan yang dapat menghapusnya. Serta bergaullah dengan orang lain dengan akhlak yang baik.” (HR Ahmad dan Tirmidzi).
Maka azzamkan diri agar hidup untuk ibadah, yaitu dengan menaati seluruh aturan hidup yang bersumber dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka hidup kita akan lebih bermakna. Kebahagian hidup di dunia maupun di akhirat akan kita dapatkan. Jika tidak, maka tidak ubahnya kita dengan hewan bukan?
Sumber: Buku Muslimah Cerdas dengan Mindset Islam, karya: Yulweri Vovi Safitria [CM/NA]