Oleh: Neni Nurlaelasari
(Kontributor CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — Dilupakan dalam kehidupan merupakan kondisi yang menyakitkan bagi siapa pun karena fitrah manusia ingin selalu diingat ketika masih hidup dan ingin dikenang baik setelah tutup usia. Namun, tak sedikit manusia yang menyadari akan hari pertemuan dengan Rabb semesta. Saat manusia melupakan hari pertemuan dengan Allah Sang Pemilik segalanya, maka mereka pun akan dilupakan pada hari pertemuan kelak (akhirat). Sebagaimana dalam firman Allah Swt.,
“Dan kepada mereka dikatakan, “Pada hari ini Kami melupakan kamu sebagaimana kamu telah melupakan pertemuan (dengan) harimu ini; dan tempat kembalimu ialah neraka dan sekali-kali tidak akan ada penolong bagimu.” (QS Al-Jasiyah: 34).
Ayat ini selayaknya menjadi renungan bahwa jika tidak ingin dilupakan oleh Allah, maka kita tidak boleh melupakan pertemuan dengan-Nya (di akhirat). Sebab, siapa pun yang di akhirat kelak dilupakan oleh Allah, maka dia akan ditempatkan di neraka tanpa ada yang menolong.
Dilupakan di akhirat tak serta-merta terjadi begitu saja. Tentu semua karena akibat perilaku manusia selama menjalani kehidupan di dunia. Beberapa penyebab manusia dilupakan di akhirat, di antaranya:
Pertama, melupakan hari kiamat yang menjadi pertanda awal kehidupan akhirat. Bagi orang kafir dan munafik, jelas mereka tidak meyakini adanya kehidupan akhirat termasuk terjadinya kiamat. Namun, tak sedikit kaum muslim saat ini yang melupakan hari kiamat. Padahal kiamat bukan hanya ditandai hancurnya alam semesta, tetapi kematian seseorang merupakan kiamat kecil yang bisa datang kapan pun. Kematian yang sering dilupakan ini dipengaruhi oleh cara seseorang memandang kehidupan ini.
Kedua, menyombongkan diri dan berbuat dosa. Manusia yang sombong dan berbuat dosa akan menjauhkan dirinya dari hidayah Allah. Orang yang berbuat dosa merasa hidupnya hanya di dunia. Hal ini juga dipengaruhi oleh sistem kehidupan sekularisme yang diterapkan. Sistem yang menjauhkan agama dari kehidupan, akhirnya membuat seseorang melupakan kematian yang datang tiba-tiba.
Ketiga, tertipu kehidupan dunia. Saat sistem kapitalisme (memisahkan agama dari kehidupan) merasuki pemikiran kaum muslim, maka materi dan kesenangan dunia menjadi tujuan hidup. Manusia berlomba untuk mengejar kesenangan duniawi bagaimanapun caranya, meski menabrak aturan Allah. Seperti praktik riba yang jelas haram, dikamuflase dengan berbagai dalih yang akhirnya membuat pelakunya melupakan akhirat. Padahal Allah Swt. telah mengingatkan dalam Al-Qur’an,
“Dan kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan senda gurau. Sedangkan negeri akhirat itu, sungguh lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Tidakkah kamu mengerti?” (QS Al-An’am: 32).
Keempat, mengolok-olok dan memilih-milih ayat Al-Qur’an. Tindakan mengolok-olok/ menista agama jelas merupakan dosa besar yang membuat pelakunya kelak dimasukkan ke dalam neraka dan dilupakan Allah di akhirat. Maka kaum muslim diharamkan melakukan perbuatan tersebut.
Sementara itu, tindakan memilih-milih ayat Al-Qur’an inilah yang saat ini banyak terjadi. Kaum muslim mau menjalankan sebagian isi Al-Qur’an dan membiarkan sebagian lainnya. Mau menjalankan ayat yang berkenaan dengan perkara salat dan puasa, tetapi tidak mau menjalankan ayat yang mengatur sanksi berupa qisas. Mau menjalankan ayat berkenaan tata cara pelaksanaan haji, tetapi menolak penerapan syariat Islam untuk mengatur kehidupan dalam bernegara. Padahal Allah telah menegaskan dalam Al-Qur’an,
“Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.” (QS Al-Baqarah: 208).
Melihat beberapa penyebab yang bisa membuat manusia melupakan kehidupan akhirat, tentu harus ada upaya yang dilakukan agar menjadikan manusia sebagai hamba yang beriman dan tidak dilupakan Allah kelak. Beberapa upaya yang bisa dilakukan yaitu:
Pertama, mengimani akidah Islam secara benar. Pemecahan masalah berkaitan dengan uqdatul qubro, yang menjadikan manusia paham darimana dia berasal, untuk apa dia di dunia, dan bagaimana kehidupan setelah dunia ini. Pemecahan terhadap pertanyaan dasar ini mampu mengantarkan manusia pada pemahaman akidah yang kokoh. Alhasil, segala perbuatannya berlandaskan halal atau haram menurut syariat Islam.
Kedua, keterikatan pada hukum syarak. Apabila seseorang sudah memiliki akidah yang benar, selanjutnya adalah menjalankan hukum syarak dalam setiap perbuatannya. Sebab, keterikatan pada hukum syarak merupakan pembuktian imannya sehingga memiliki pemahaman bahwa apa pun yang dilakukannya akan dipertanggungjawabkan kelak di akhirat.
Ketiga, perlunya meng-upgrade ilmu. Seorang muslim hendaknya terus belajar untuk bekal di kehidupan akhirat. Sebab siapa pun yang mempelajari Islam secara benar, dia akan merasa dirinya makin tak memiliki ilmu apa-apa (haus akan ilmu). Oleh karenanya, hidayah akan senantiasa dekat dengan siapa pun yang mau belajar Islam.
Keempat, membumikan dakwah Islam. Dengan ikut melaksanakan amar makruf nahi mungkar, seseorang akan senantiasa ingat pada kehidupan akhirat. Sebab, sekecil apa pun amar makruf nahi mungkar yang disampaikan, semata demi meraih rida Allah. Dengan rida Allah tersebut, manusia berharap kelak di akhirat tak dilupakan oleh Allah.
Maka, memahami akidah Islam dan keterikatan pada hukum syarak menjadi hal yang harus diutamakan agar selalu ingat akan kehidupan akhirat kelak. Selain itu, sudah sepantasnya kaum muslim terus belajar Islam dan mendakwahkan Islam secara menyeluruh sebagai bekal menghadapi kehidupan akhirat agar mendapatkan rida Allah dan tidak menjadi manusia yang dilupakan Allah kelak. Wallahu a’lam bisshawwab. [CM/NA]