Pelita Zaman

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

#30HNBCM

Oleh: Purwanti

CemerlangMedia.Com — Kita hidup di masa di mana kejujuran sering terasa seperti beban dan kebenaran kerap dianggap mengganggu kenyamanan. Banyak orang memilih diam bukan karena setuju, tetapi karena takut konsekuensi. Sistem yang seharusnya melindungi justru sering membuat orang merasa sendirian ketika ingin berbuat benar. Yang lebih mengkhawatirkan, keadaan ini perlahan dianggap wajar. Dan itulah tanda masyarakat sedang tidak baik-baik saja.

Korupsi hari ini bukan lagi cerita yang mengejutkan. Ia sudah menjadi semacam rutinitas: muncul di berita, ramai beberapa hari, lalu perlahan hilang tanpa kejelasan. Di tingkat bawah, pungli masih terasa “normal”. Di kantor kecil hingga lembaga besar, budaya saling melindungi masih kuat. Banyak yang tahu ada yang salah, tetapi memilih diam karena “tidak enak” atau takut kehilangan posisi.

Dunia pendidikan pun tidak lepas dari masalah. Sekolah dan kampus lebih sibuk mengurus administrasi, peringkat, dan citra, sementara nilai kejujuran sering jadi pelengkap. Mencontek tidak lagi memalukan. Beli tugas jadi jasa biasa. Nilai bisa dinegosiasikan. Anak-anak tumbuh belajar bahwa hasil lebih penting daripada proses.

Hukum pun terasa jauh dari rasa keadilan. Di banyak kasus, masyarakat kecil lebih cepat dihukum, sementara yang punya kuasa justru leluasa mencari celah. Bukan berarti tidak ada aparat yang baik, tetapi kepercayaan publik perlahan terkikis karena terlalu sering melihat ketimpangan.

Di tengah kondisi ini, konsep ta‘āwun bil-khair terasa seperti konsep ideal yang sulit hidup di dunia nyata. Padahal maknanya sederhana: saling menguatkan dalam kebaikan. Masalahnya, yang sering kita lihat justru kebalikannya. Banyak orang saling bantu, tetapi untuk hal-hal yang salah. Menutupi kesalahan teman, melindungi atasan yang salah, membantu menyebarkan informasi yang belum jelas kebenarannya.

Yang rusak bukan hanya individu, tetapi cara kerja sistem. Orang curang justru terorganisir rapi. Ada jejaring, ada perlindungan, ada solidaritas. Sementara orang yang ingin lurus sering berjalan sendirian. Mereka dianggap aneh, terlalu kaku, tidak bisa “menyesuaikan diri”.

Lebih berat lagi, keburukan mulai dinormalisasi. Kalimat seperti “di Indonesia emang begini”, “kalau jujur malah susah hidup”, atau “semua juga main belakang” sudah jadi bahan obrolan biasa. Kita tertawa, tetapi sebenarnya sedang mengalahkan suara hati sendiri.

Padahal agama sejak awal sudah menawarkan jalan yang jelas: tolong-menolong dalam kebaikan, bukan dalam dosa. Namun, realita hari ini menunjukkan bahwa kita lebih sering bekerja sama dalam kebohongan, manipulasi, dan kepentingan sempit. Sistem perlahan membentuk manusia yang pragmatis: yang penting selamat, yang penting dapat bagian.

Dalam kondisi seperti ini, ta‘āwun bil-khair bukan lagi sekadar konsep agama. Ia berubah menjadi sikap hidup yang mahal. Menjadi orang jujur berarti siap tidak disukai. Menolak suap berarti siap kehilangan peluang. Tidak mau ikut arus berarti siap dianggap aneh.

Lalu muncul pertanyaan yang tidak nyaman, tetapi jujur:
Apakah kita mau terus hidup nyaman di dalam sistem yang salah atau berani merasa tidak nyaman demi menjaga hati tetap bersih?

Harapan sebenarnya masih ada, hanya jarang terlihat. Ia hidup pada hal-hal kecil: guru yang tetap jujur walau gajinya kecil, pegawai yang menolak main belakang, pedagang yang tidak mengurangi timbangan, hingga anak muda yang menolak menyebarkan hoaks. Mereka tidak terkenal, tetapi merekalah bukti bahwa nilai kebaikan belum sepenuhnya mati.

Kita mungkin tidak bisa merombak sistem besar dalam satu malam, tetapi kita selalu punya kuasa atas satu hal: pilihan pribadi.
Memilih jujur.
Memilih tidak ikut curang.
Memilih peduli saat orang lain.

Karena di dunia yang makin terbiasa salah, memilih benar bukan kelemahan.
Itu adalah bentuk keberanian yang paling mahal.

(*Naskah ini tidak disunting oleh CemerlangMedia) [CM/Na]

Views: 1

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *