#30HMBCM
Oleh: Putri Halimah, M.Si.
CemerlangMedia.Com — Sudah lumrah momok menakutkan kehidupan pasca pernikahan menghantui pemuda di Korea Selatan. Dalam laman web rilis.id (2023) tercatat 80% warga muda Korea belum menikah. Empat dari sepuluh perempuan di Korea tidak minat menikah (CNBC, 2024). Sebuah studi oleh Institut Kriminologi Korea mencatat sebanyak 71,7% perempuan Korea mengalami “pengendalian” oleh pasangan laki-laki, ada yang berupa kekerasan psikologis, kekerasan fisik, pelecehan dan kekerasan seksual (seoulwallgroup.com, 2023).
Sebagaimana dirilisnya serial web Korea yang berjudul As You Stood By yang menceritakan tentang trauma, kekerasan rumah tangga (KDRT), dan pembunuhan mampu menambah ketakutan bagi pemuda Korea maupun di luar Korea untuk melangkah ke jenjang pernikahan. Film tidak hanya sebuah hiburan yang memanjakan mata penontonnya, tapi ia juga mampu memberikan bekas psikologis, mempengaruhi perilaku penontonnya, dan menjadi tuntunan.
Dalam film tersebut, jika ingin mengakhiri penderitaan KDRT maka salah satu dari pasangan suami istri harus mati. Apakah seorang istri yang mati disiksa di tangan suaminya, ataukah istri yang harus memilih jalan bunuh diri, ataukah istri yang harus mempertahankan diri dan membunuh suaminya. Adapun perceraian dianggap aib keluarga yang merusak citra diri, dan mempengaruhi karir. Pun melaporkan ke pihak yang berwenang hanya membuang-buang waktu, yang pada akhirnya tidak akan berjalan proses hukum tersebut.
Perempuan, Buah Simalakama?
Sungguh berat terlahir menjadi perempuan. Sejak kecil ia tak luput dari tayangan kekerasan yang dibintangi langsung oleh orang tuanya. Ingatan itu menumpuk, memenuhi memorinya. Ia hanya bisa menangis, tak bisa membela ibunya. Tubuhnya kecil tak berdaya. Ingin sekali ia melawan ayahnya, tapi mendengar teriakan ayahnya saja mentalnya langsung menciut.
Tubuh kecil yang penuh luka batin itu akhirnya tumbuh dewasa. Ia tumbuh membawa luka, takut menikah dan merajut episode yang penuh kengerian sebagaimana yang ada di ingatannya. Hidup sendiri, berteman sepi, ada pula yang menjadi lesbi akibat kebenciannya kepada laki-laki.
Atau sebaliknya. Tubuh kecil yang penuh luka batin itu akhirnya tumbuh dewasa. Ia tumbuh membawa luka, dan dahaga akan kasih sayang keluarga. Ia akan mencari tempat berlindung, mencari sosok laki-laki yang akan melindunginya dengan tulus. Hanya saja, standar laki-laki seperti apa dia tidak tahu. Singkat cerita, ia terpedaya oleh akal bulus laki-laki, dan berhasil menciptakan nerakanya sendiri.
Lantas, ia hidup sambil mengutuki nasibnya. “Mengapa aku terlahir menjadi perempuan?”, “Mengapa Tuhan tidak adil?”, “Kenapa harus perempuan yang mengalah?”, “Kok hidup ngenes banget, kurang apa lagi aku mengabdi pada-Mu, Ya Allah?”. Diliputi depresi, halusinasi, hingga keinginan untuk bunuh diri. Lantas, untuk apa Tuhan menciptakan Hawa?
Hawa dan Adam Saling Bertatut
Selayaknya Hawa, ia tidak tercipta sendirian. Ada Adam yang menemani. Selayaknya istri, ia tidak berjuang sendirian. Ada suami yang seharusnya membersamai. Kalau kata Nadin Amizah, “Seperti detak jantung yang bertaut, nyawaku nyala karena denganmu.” Artinya, secara fitrah, pasangan suami istri layaknya sandal kanan dan sandal kiri. Jika hilang satu, maka tidak ada lagi fungsinya.
Disharmonisasi peran keduanya dalam rumah tangga dipengaruhi oleh sistem sekulerisme yang menihilikan peran agama dalam kehidupan. Pernikahan hanya dianggap sebagai ikatan resmi yang tercatat oleh negara. Padahal, keluarga adalah institusi terkecil dari pelaksanaan syariat. Pernikahan bukan hanya cinta, tapi ia adalah wujud ketakwaan.
Jika seluruh syariat Islam tegak di seluruh penjuru bumi ini, niscaya kasus-kasus perceraian yang marak terjadi di seantero negara kapitalis ini tidak akan pernah terjadi. Seorang suami akan melaksanakan kewajibannya dengan baik, meliputi memberikan nafkah lahir dan batin dengan cara yang makruf, memberikan pendidikan, kasih sayang, dan juga rasa aman. Begitupun seorang istri akan melakukan kewajibannya dengan baik, tanpa perlu dibebankan dengan kewajiban bekerja demi membantu ekonomi keluarga.
Suami yang kasar, tempramen, dan tidak segan menyiksa istrinya adalah suami yang terlahir di sistem kehidupan sekularis. Secara individu, ia tidak mampu menyelesaikan masalah pribadinya dengan penuh ketakwaan. Begitupun di lingkungannya, ia terbiasa melihat budaya patriarki yang menganggap perempuan lemah, tidak berdaya, dan menjadi objek kekerasan. Ditambah lagi dengan negara yang lemah dalam penegakan hukum dan sanksi.
Keserasian dan keseimbangan hubungan antara suami dan istri hanya terwujud jika sistem Islam diterapkan di seluruh elemen kehidupan. Dimulai dari terbentuknya individu-individu bertakwa yang dilahirkan, dibesarkan, dan dididik dengan pemahaman agama yang lurus. Sekolah-sekolah pun dipersiapkan untuk mencetak generasi muslim yang mampu menjalankan perannya dalam keluarga dan masyarakat.
(*Naskah ini original, tidak disunting oleh editor CemerlangMedia.Com) [CM/Na]
Views: 5






















