Oleh: Hadi Kartini
CemerlangMedia.Com — Berulangnya kasus bullying di Indonesia makin membuat hati kita teriris. Apa lagi sebagai orang tua, kita selalu merasa khawatir terhadap pergaulan anak kita saat ini. Bahaya selalu mengancam, baik ketika anak berada di lingkungan sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Risiko anak mengalami perundungan sangat besar. Banyak usaha yang telah dilakukan berbagai pihak untuk mencegah perundungan anak nyatanya tidak membawa perubahan yang signifikan. Sebetulnya, kenapa masalah perundungan anak ini susah dihentikan?
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyatakan bahwa berdasarkan hasil Asesmen Nasional pada 2022, terdapat 36,31 persen atau satu dari tiga peserta didik (siswa) di Indonesia berpotensi mengalami bullying atau perundungan. Puspeka, sejak 2022 bekerjasama dengan UNICEF Indonesia, melaksanakan bimbingan teknik (bimtek) Roots pada 10.708 satuan Pendidikan. Melatih 20.101 fasilisator guru dan membentuk siswa sebagai agen perubahan. Program Roots menjadi sebuah program pencegahan kekerasan, khususnya perundungan sehingga selama dua tahun pelaksanaannya, program ini telah mendorong 34,14 persen satuan pendidikan membentuk tim pencegahan kekerasan (News.Republika.co.id, 20-10-2023).
Program Roots merupakan salah satu program dari sekian banyak program-program untuk mencegah kekerasan pada anak, khususnya perundungan. Akan tetapi, kasus perundungan anak bukannya mengerucut, malah makin marak. Data yang ada pada Kemendikbudristek adalah data yang terlapor. Bagaimana dengan kasus perundungan anak yang tidak dilaporkan dengan berbagai alasan?
Anak Biasa Lakukan Perundungan, Penyebabnya?
Dilansir dari tirto.id pada (22-10-2023), sebulan belakangan ini saja terjadi beberapa kasus kekerasan terhadap anak yang membuat jagat maya ramai. Pelaku kekerasan merupakan teman sebaya dan sempat terjadi di lingkup satuan pendidikan. Kasus ini terjadi pada siswa SMP di Cilacap dan juga terjadi di Balikpapan. Kedua kasus ini sudah mengarah kepada kekerasan fisik. Padahal para pelaku berstatus teman sekolah sendiri. Mirisnya, tidak ada yang menolong korban saat kekerasan terjadi dan vidio ini disebarluaskan di dunia maya.
Perilaku anak saat ini sudah banyak mengarah kepada tindak kriminal, hal ini terjadi bukan tanpa sebab. Banyak faktor yang menyebabkan anak-anak tidak mempunyai rasa belas kasih terhadap orang lain. Lingkungan keluarga, pendidikan atau sekolah, masyarakat, serta perkembangan digital sangat memengaruhi perilaku anak.
Jika dalam lingkungan keluarga, anak sering mendapatkan perilaku yang tidak sesuai dengan tumbuh kembangnya, maka watak anak akan terbentuk sesuai dengan apa yang didapatnya dalam keluarga. Misalkan, jika orang tua sering memarahi anak atas kesalahan yang dilakukan tanpa mendengarkan dahulu penjelasan dari anak, maka watak anak akan terbentuk seperti yang orang tua lakukan padanya. Seperti anak cepat marah, tidak sabaran, tidak mau mendengarkan penjelasan orang lain, melampiaskan kekesalan kepada orang lain, dan sikap tidak terpuji lainnya. Tanpa disadari, sikap orang tua kepada anak dalam keluarga membentuk pribadi anak secara tidak langsung.
Lingkungan masyarakat yang kurang sekali rasa peduli terhadap sesama akan mengokohkan watak anak yang sudah rusak. Ketika anak kehilangan pengasuhan yang baik dan kontrol dalam masyarakat, maka perilaku anak menjadi beringas dan tidak bisa dikendalikan. Sebanyak apa pun peraturan yang dibuat, jika hanya sebagian pihak saja yang berusaha menyelesaikan masalah ini, maka kasus perundungan anak tidak akan dapat diatasi. Malah makin marak dan korbannya pun makin banyak.
Peran Strategis Pemerintah
Kasus perundungan anak harus diselesaikan secara sistemik. Sistem kapitalisme sekuler yang diterapkan saat ini membuat kerusakan demi kerusakan tidak dapat diselesaikan. Sebab, masyarakat jauh dari ajaran agama dan standar kebahagian adalah materi sehingga sikap individualisme tumbuh subur di masyarakat. Untuk memulihkan keadaan tersebut, semua pihak harus bahu-membahu menyelesaikan masalah ini.
Pemerintah mempunyai peran strategis memulihkan keadaan dengan membuat kebijakan yang menyeluruh. Mengubah cara pandang masyarakat tentang kebahagiaan, yakni bahagia tidak hanya soal mempunyai harta yang banyak, punya pekerjaan yang bagus, atau beragam cara pandang sistem kapitalisme sekuler memaknai arti kebahagian. Mendudukkan kembali fungsi lapisan masyarakat dan dimulai dari ruang lingkup yang paling kecil, yaitu keluarga.
Pemerintah juga bisa membuka lapangan pekerjaan yang luas bagi laki-laki dengan gaji yang layak sehingga ibu tidak ikut lagi bekerja membantu ekonomi keluarga. Memahamkan bahwa tugas mulia seorang ibu adalah di rumah, yakni mendidik calon penerus bangsa. Ibu bisa mendidik, mengontrol watak dan perilaku anak-anak sehingga memiliki budi pekerti yang luhur, serta memberikan perhatian dan kasih sayang yang cukup kepada anak.
Walhasil, ketika anak berada di lingkungan sekolah dan masyarakat, anak bisa mengontrol perilakunya sendiri karena dalam keluarga anak sudah dididik untuk berperilaku baik dan tidak menyakiti orang lain. Sekolah sebagai tempat anak menempuh pendidikan lanjutan setelah pendidikan dalam keluarga akan mengembangkan potensi yang ada pada dirinya dibarengi dengan pendidikan agama. Sekolah akan fokus pada tujuan pendidikan dan tidak berpikir untuk berbuat sesuatu yang mengarah kepada kenakalan anak dan remaja sehingga dapat merugikan masa depan mereka sendiri. Yang paling penting, pemerintah harus mengubah tujuan pendidikan. Sebab, pendidikan tidak hanya bertujuan untuk mendapatkan nilai materi saja, tetapi juga bertujuan memperbaiki akhlak anak didik.
Lingkungan masyarakat sebagai tempat anak belajar beradaptasi dengan berbagai macam lapisan masyarakat —maka ketika ada tingkah laku anak yang tidak baik— berkewajiban untuk menasihati dan mengawasi tindak-tanduk mereka di luar rumah sehingga perilaku anak akan selalu terjaga dari perilaku buruk. Setelah keluarga, dunia pendidikan, dan masyarakat sudah menjalankan fungsi masing-masing, maka pemerintah harus memperketat aturan terhadap konten-konten yang tidak bermanfaat di dunia maya, yang bisa menjerumuskan anak kepada perbuatan tidak terpuji. Bagaimana pun juga, saat ini, tidak mungkin menjauhkan anak dari perkembangan teknologi.
Aturan Islam Mencegah Perundungan
Satu-satunya jalan untuk menuntaskan masalah perundungan yang makin mengkhawatirkan saat ini adalah dengan menerapkan sistem Islam di semua aspek kehidupan. Sebab, aturan Islam saling berkaitan satu sama lain. Islam mempunyai solusi terhadap semua masalah yang dihadapi manusia tak terkecuali masalah perundungan ini. Dengan diterapkannya sistem Islam di semua lini kehidupan akan mampu menciptakan manusia seutuhnya sesuai fitrah. Sejarah telah membuktikan pada kejayaan Islam masa lampau yang telah banyak melahirkan generasi penerus unggul dan mempunyai kepribadian yang cemerlang karena diterapkannya Islam secara kafah di semua lini kehidupan. Para generasi penerus pada masa itu mempunyai akidah dan syahsiah Islam yang tak diragukan lagi.
Hanya dalam naungan Daulah Islamiah, aturan Islam bisa diterapkan secara menyeluruh. Mulai dari keluarga sebagai madrasah pertama bagi anak, tempat menanamkan akidah Islam yang menjadi standar untuk melakukan suatu perbuatan. Anak akan terbiasa berpikir dahulu sebelum bertindak. Sedangkan masyarakat dalam Islam dituntut melakukan amar makruf nahi mungkar, sebagai penasihat, dan mengawasi perilaku anak di lingkungan sosial masyarakat sehingga perilaku anak selalu terkontrol, baik di rumah maupun di luar rumah.
Pemerintah, dalam hal ini Daulah Islamiah akan menerapkan sistem pendidikan Islam, mengutamakan mendidik pemikiran dan tingkah laku anak sesuai dengan Islam sehingga anak mempunyai kepribadian Islam. Islam tidak membatasi dan akan mendukung generasi untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki dan potensi tersebut ditujukan untuk kemajuan Islam itu sendiri. Pemerintah dalam Islam juga mengatur media-media yang bisa menjerumuskan anak pada perilaku buruk.
Islam juga mempunyai sanksi untuk mencegah semua masalah-masalah yang timbul dalam interaksi manusia, tak terkecuali sanksi untuk perundungan. Sanksi dalam Islam sifatnya tegas sehingga orang lain tidak terpikir untuk melakukan kesalahan yang sama. Pemerintah dalam Islam mempunyai tanggung jawab penuh terhadap rakyatnya. Ini secara jelas dinyatakan Rasullah dalam hadisnya yang diriwayatkan oleh Al Bukhari, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” Apabila kita semua kembali kepada aturan Allah Swt. untuk menjalankan kehidupan, maka masalah-masalah kehidupan seperti perundingan anak tidak akan ditemui. Wallahu a’lam bisshawwab. [CM/NA]