Oleh: Rina Herlina
(Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — Wacana program makan siang dan susu gratis hingga hari ini masih menjadi topik bahasan yang menarik bahkan cenderung menimbulkan polemik. Betapa tidak, menurut sebagian kalangan, program tersebut hanya akan memberatkan APBN.
Seperti dilansir kompas.com (07-03-2024), Jusuf Kalla, mantan wakil presiden RI seakan mempertanyakan kemampuan keuangan negara untuk membiayai program makan siang gratis yang dijanjikan oleh Prabowo Subianto yang merupakan calon presiden dari nomor urut 2. Bukan tanpa alasan, menurutnya, APBN akan menghadapi tantangan berat jika program tersebut dipaksakan karena ongkos program makan siang gratis ini tidak sedikit, bahkan ditaksir mencapai Rp400 triliun. Seperti diketahui bersama, saat ini saja keuangan negara sudah terbebani dengan pembayaran cicilan beserta bunganya yang tentu membuat ruang fiskal makin sempit.
Namun, kabar terbaru menyebutkan bahwa program makan siang gratis tersebut diusulkan menggunakan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) afirmasi. Andreas Hugo Pareira, selaku anggota komisi x mengatakan tidak habis pikir dengan usulan makan siang gratis jika harus menggunakan dana BOS. Bahkan, Andreas berseloroh, “Sekalian saja pelaksanaan program tersebut dilakukan melalui kementerian yang baru.”
Ya, kenyataannya anggaran di Kemendikbudristek saja tidak akan cukup membiayai program makan siang gratis, apalagi mau mengandalkan dana BOS. Hal itu dikarenakan anggaran makan siang gratis jauh lebih tinggi daripada anggaran yang diterima Kemendikbudristek.
Program Baru yang Perlu Kajian Mendalam
Kebijakan mengalokasikan dana BOS untuk membiayai program makan siang gratis perlu pengkajian yang lebih serius dan mendalam. Jika dana BOS dipotong untuk program makan siang gratis, justru berakibat pada gaji guru honorer yang saat ini masih tidak layak akan makin memprihatinkan.
Sejatinya program ini tergolong baru. Oleh karena itu, perlu dirancang secara lebih detail termasuk dari mana pos anggaran yang akan diambil. Ibarat kata, “tidak ada angin tidak ada hujan” tiba-tiba mengambil pos anggaran yang sudah ada sebelumnya.
Adanya program makan siang gratis untuk anak sekolah sebenarnya satu hal yang baik jika output-nya tepat sasaran sehingga ke depannya anak-anak sekolah bisa mendapatkan jaminan makan siang yang bergizi dan setara. Namun, jika melihat realita yang ada sekarang ini, program makan siang gratis ini sesungguhnya akan sulit terealisasi mengingat anggaran yang dibutuhkan sangat besar.
Sejauh ini, program tersebut bukanlah sebuah masalah mendesak. Sebab, pada faktanya, banyak kaum ibu dan bayi yang lebih membutuhkan kepedulian pemerintah guna terlepas dari ancaman stunting. Ya, seperti yang kita ketahui bersama, hingga 2022 penurunan stunting masih sekitar 21,6 persen.
Banyak kalangan meragukan program makan siang gratis tersebut. Selain diprediksi akan memakan anggaran yang sangat besar, program tersebut berpotensi tidak tepat sasaran karena semua kalangan mendapat makan siang. Selain itu, program ini juga berpeluang menjadi lahan baru yang bisa dikorupsi oleh para oknum.
Perbandingan dalam Politik Ekonomi Islam
Mari kita bandingkan dengan politik ekonomi Islam! Dalam perspektif politik ekonomi Islam, siapa pun yang berkuasa, wajib melaksanakan politik ekonomi Islam yang menjamin kebutuhan pokok rakyat secara sempurna, bukan sekadar makan siang saja. Jaminan tersebut meliputi seluruh kebutuhan rakyat seperti sandang, pangan, dan papan, bahkan negara wajib membayarkan utang individu yang meninggal dan tidak punya ahli waris.
Oleh karenanya, dalam politik ekonomi Islam, jaminan kesejahteraan itu mutlak harus dilakukan oleh penguasa. Oleh karena itu, sudah semestinya perubahan yang digaungkan bukan hanya perubahan individu, tetapi perubahan sistem. Kita wajib mewujudkan perubahan sistem yang memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan, bukan hanya makan siang gratis, tetapi seluruh kebutuhan pokok, seperti sandang, pangan, dan papan setiap individu rakyat. Semua itu hanya ada dan bisa terwujud dalam sistem ekonomi Islam.
Sementara itu, sistem ekonomi Islam hanya bisa diterapkan secara sempurna jika negara menerapkan sistem politik Islam. Hal ini hanya bisa diterapkan apabila umat Islam menerapkan syariat Islam secara kafah.
Oleh karena itu, mewujudkan hak-hak rakyat hanya bisa terealisasi ketika syariat Islam diterapkan secara menyeluruh dalam seluruh aspek kehidupan sehingga yang dijamin itu bukan hanya makan siang dan bukan hanya siswa sekolah, tetapi seluruh rakyat.
Sabda Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari berbunyi,
“Imam (kepala negara) itu laksana penggembala dan dialah penanggung jawab rakyat yang digembalakannya.” (HR Bukhari).
Kepemimpinan menurut sabda Rasulullah saw. tersebut di atas adalah konsep pemeliharaan urusan rakyat yang tidak hanya berdimensi dunia, tetapi mencakup akhirat. Amanat yang bakal dipertanggungjawabkan di hari pembalasan. Jika tidak dilaksanakan dengan baik sesuai petunjuk Al-Qur’an dan Sunah, akan menjadi kehinaan dan penyesalan.
Dalam Islam, seorang pemimpin bukanlah orang yang sibuk menghitung dan menikmati berbagai fasilitas yang diterima dari uang rakyat lantaran kedudukannya. Bukan pula orang yang menjadikan jabatan sebagai sarana memperkaya diri dan keluarganya.
Dia pun tidak akan menjadikan jabatan sebagai sarana guna mengokohkan kekuasaan diri dan kelompoknya serta mengeksploitasi rakyat. Dari segi hak atas kekayaan, pemimpin sama saja dengan rakyat, tidak mempunyai kelebihan apa pun. Dia hanya mendapatkan kompensasi yang layak sebagai ganti atas seluruh waktu dan perhatian yang dia curahkan untuk rakyat.
Oleh karena itu, jika kita ingin menghadirkan sosok pemimpin yang sesuai dengan sabda Nabi tersebut, yang harus kita lakukan adalah mengubah sistem kapitalisme saat ini dengan sistem Islam yang akan menjamin kesejahteraan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, bukan sistem kufur seperti yang ada saat ini. Wallahu a’llam. [CM/NA]