Oleh: Rina Herlina
(Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — Indonesia menjadi salah satu negara yang paling banyak kehilangan hutan primer tropis (humid tropical primary forest) dalam dua dekade terakhir. Hal ini tercatat jelas dalam laporan Global Forest Review dari World Resources Institute (WRI).
Seperti yang terjadi di Riau. Dilansir dari www.cnnindonesia.com, menurut catatan Akhir Tahun Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) region Sumatera menunjukkan bahwa Riau mengalami deforestasi hutan hingga 20.698 hektare sepanjang 2023. Boy Jerry Even Sembiring selaku Direktur Eksekutif Walhi Riau menyebut angka deforestasi itu lebih luas dari rata-rata per tahun dalam lima tahun terakhir (12-01-2024).
Menurut WRI, hutan primer tropis didefinisikan sebagai hutan berusia tua yang memiliki cadangan karbon besar dan kaya akan keragaman hayati. Sementara itu, deforestasi adalah perubahan lahan hutan menjadi nonhutan secara permanen, misal menjadi perkebunan atau permukiman.
Nah, deforestasi ini begitu masif di Indonesia. Deforestasi biasanya dilakukan melalui penebangan pohon dengan tujuan mengubah hutan secara permanen untuk aktivitas manusia, seperti membuka jalan, lahan untuk berkebun, lahan berternak, dan sebagainya.
Indonesia Negara Tropis
Indonesia sebagai negara tropis dengan jumlah hutan terbesar, nyatanya telah mengalami pengalihan fungsi guna kepentingan lain. Seandainya alih fungsi hutan diperuntukkan untuk kepentingan masyarakat lokal, tentu jauh lebih baik. Akan tetapi, faktanya semua itu justru dilakukan untuk kepentingan kapitalis dan profit. Tentu saja hal tersebut akan berbahaya bagi kelangsungan hidup banyak orang.
Menurut Riset Jhon Pilger (dalam Alexander, 2021) tidak lama setelah Soekarno dilengserkan dari kekuasaan, ekonomi Indonesia dirancang secara baru, sektor demi sektor, dalam sebuah sidang rahasia di Swiss yang dihadiri oleh Transnasional Corporations (TNCs) besar Eropa dan Amerika Serikat saat itu. Akhirnya, banyak dilakukan pengalihfungsian hutan untuk kegiatan pertambangan di republik tercinta ini.
Tak cukup hanya itu, kebijakan pemerintah melalui desentralisasi juga membantu “mendorong” kegiatan perusakan hutan melalui Izin Kuasa Pertambangan (IUP) yang masuk dalam kewenangan pemerintah daerah. Artinya, secara masif perusakan hutan dilakukan hampir di seluruh wilayah Indonesia dan tidak dapat dikontrol, bahkan oleh pemerintah pusat sekali pun. Pemerintah daerah pun dengan kebijakan masing-masing akhirnya mengeksploitasi hutan tanpa batasan.
Bukan hanya pertambangan, kegiatan deforestasi juga dilakukan untuk proyek strategis pemerintah, seperti food estate yang ingin mengubah kawasan hutan untuk kebun singkong di daerah seperti Kalimantan. Kebijakan tersebut adalah upaya terhadap resesi yang kemungkinan besar dihadapi pada 2023 dan 2024. Pada akhirnya setiap pilihan tetap mempunyai konsekuensi logis, baik itu kepada manusia maupun terhadap alam.
Padahal, hutan tidak hanya berfungsi sebagai rumah untuk berbagai tumbuh-tumbuhan dan hewan, tetapi juga menyuplai oksigen dan menyerap karbondioksida bagi kelangsungan hidup manusia. Akan tetapi, dengan aktivitas deforetasi, perlahan hutan hilang dan alam tidak bersahabat lagi dengan manusia karena terus-menerus diekploitasi.
University of Maryland (globalforestwatch, 2021) mengeluarkan data daerah tropis yang kehilangan 11,1 juta hektare tutupan pohon. Perhatian khusus ditujukan terhadap hilangnya 3,75 juta hektare hutan hujan primer tropis yang menjadi area sangat penting untuk menyimpan karbon dan keragaman hayati.
Data tersebut menunjukkan betapa seringnya kegiatan ekploitasi terhadap hutan hanya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Oleh karena itu, tak heran jika perubahan iklim di berbagai negara terjadi begitu drastis sebagai akibat dari tidak adanya keseimbangan sehingga berbagai bencana kemanusiaan pun terjadi.
Islam Agama yang Ramah terhadap Lingkungan
Pada dasarnya, Islam sebagai agama yang ramah lingkungan memerintahkan para pemeluknya untuk tidak melakukan perusakan dan tidak berlebih-lebihan dalam memanfaatkan sesuatu, termasuk hutan. Islam juga memerintahkan para pemeluknya untuk melakukan penanaman dan penghijauan kembali. Hal tersebut merupakan salah satu konsep pemeliharaan lingkungan dalam Islam.
Bahkan, Islam melarang perbuatan memotong pepohonan kecuali untuk kemaslahatan. Rasulullah ketika dalam perang pun melarang para sahabat yang menjadi pemimpin perang agar tidak membabat habis lingkungan yang mereka temui. Hal ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw. dalam Musnad Imam Ahmad Kitab al-Jihad yang artinya,
“Diriwayatkan dari Tsauban, khadim Rasulullah saw. yang mendengar Rasulullah saw. berpesan, “Orang yang membunuh anak kecil, orang tua renta, membakar perkebunan kurma, menebang pohon berbuah, dan memburu kambing untuk diambil kulitnya itu akan merugikan generasi berikutnya.” (HR Ahmad).
Pesan Rasulullah yang disampaikan dalam konteks perang ini menunjukkan bahwa dalam keadaan perang pun Rasulullah saw. tetap memerintahkan umatnya untuk senantiasa memperhatikan lingkungan sekitar serta tidak melakukan perbuatan merusak sehingga merugikan generasi di masa mendatang. Melalui sumber utama ajaran Islam, yaitu Al-Qur’an dan Hadis, Islam sudah mewanti-wanti para pemeluknya agar tidak melakukan perusakan, bahkan dalam kondisi perang sekali pun.
Namun, yang terjadi di Indonesia saat ini, atas nama perang melawan kemiskinan dan menggalakkan laju pembangunan di berbagai sektor, justru banyak dilakukan perusakan lingkungan hidup, seperti deforestasi hutan. Alhasil, kegiatan tersebut berakibat pada banyaknya bencana lokal, seperti banjir, tanah longsor, bahkan konflik sosial antar sesama rakyat Indonesia.
Sepatutnya, pembangunan ekonomi yang katanya ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat tidak mengubah, merusak, apalagi menghilangkan entitas penting dalam kehidupan masyarakat itu sendiri, seperti merusak kelestarian hutan yang memiliki banyak fungsi penting dalam kehidupan manusia juga makhluk lainnya. Bukan hanya di masa sekarang, tetapi juga untuk di masa yang akan datang. Wallahu a’lam [CM/NA]