Oleh: Homsah Artatiah, S.Si.
CemerlangMedia.Com — Merinding, kasus bullying atau perundungan di kalangan remaja makin marak terjadi, bahkan dilakukan secara live di media sosial. Ada apa gerangan dengan generasi muda saat ini?
Dilansir dari Kompas.com, viral di media sosial TikTok aksi perundungan terhadap anak di bawah umur, di Kota Bandung. Video tersebut bahkan dibagikan ulang melalui akun X @basebdg, pada Sabtu (27-4-2024). Pelaku melakukan perundungan terhadap korban berinisial DNS (14). Tanpa merasa bersalah, setelah melakukan aksi penganiayaan tersebut, pelaku membuat video lain yang berisi pengakuan dirinya mempunyai saudara seorang jenderal. Pelaku sesumbar tidak takut dibui akibat aksi perundungan tersebut (28-4-2024).
Demi Eksistensi Diri
Demi apa pelaku melakukan aksi live streaming pamer bullying? Hal tersebut bisa jadi demi eksistensi diri. Pelaku termasuk generasi Z (Gen Z) yang lahir setelah 1995.
McKinsey (2018) melakukan studi terhadap perilaku Gen Z. Menurut McKinsey, Gen Z disebut sebagai “the undefined ID” yang menghargai ekspresi setiap individu tanpa memberi label tertentu.
Menurut penelitian, 33% Gen Z menggunakan gawai 6 jam dalam sehari serta sering memanfaatkan media sosialnya. Bahkan, menurut survei, Gen Z di Indonesia menduduki peringkat tertinggi dalam penggunaan gawai, yakni 8.5 jam dalam sehari (Kim, et al 2020).
Menunjukkan eksistensi diri dalam rangka unjuk prestasi yang bermanfaat untuk umat boleh-boleh saja. Namun, tentu saja tidak boleh melanggar norma yang berlaku, baik itu moral, maupun agama.
Adapun yang dilakukan oleh pelaku, tentu merupakan unjuk eksistensi diri yang melanggar batas moral dan agama. Bahkan, perilaku tersebut merupakan bentuk penyakit yang menggambarkan potret generasi urakan serta bertentangan dengan nilai adab yang diajarkan agama.
Bullying Buah Busuk Penerapan Sistem Buruk
Perilaku bullying yang terjadi di lingkungan sekolah, masyarakat, maupun di berbagai tempat harus dicegah. Jangan dibiarkan terus terjadi dan dianggap wajar karena hal itu tidak sesuai dengan fitrah manusia yang memiliki rasa kasih sayang terhadap sesama. Selain itu, perilaku bullying yang disiarkan sejatinya menunjukkan diri yang tidak punya urat malu, padahal di dalam Islam disebutkan bahwa malu itu sebagian dari iman.
Bicara tentang kasih sayang dan rasa malu, saat ini menjadi barang langka ketika dibenturkan dengan hasrat manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup atau eksistensi diri. Demi keuntungan materi, rasa malu dan kasih sayang disingkirkan.
Perilaku tersebut bisa terjadi akibat pengaruh penerapan sistem buruk kapitalisme sekularisme yang merusak tatanan kehidupan manusia. Jiwa kapitalis melahirkan perilaku individualis, rakus, haus ketenaran dan sanjungan. Oleh karena itu, dalam menyikapi kasus bullying ini diperlukan peran dari semua pihak untuk menyelesaikannya. Tidak boleh mendiamkannya.
Tanggung Jawab Semua Pihak
Menyikapi kasus bullying di atas, sejatinya menjadi ajang untuk introspeksi semua pihak. “Tidak ada asap kalau tidak ada api.” Pepatah tersebut berarti bahwa tidak akan ada akibat tanpa ada sebab. Perilaku buruk pada generasi muda Gen Z tidak spontanitas muncul. Tentu ada pemicunya karena sejatinya, setiap anak lahir ke dunia ini dalam keadaan fitrah/suci.
Dari Abi Hurairah, Rasulullah saw. bersabda,
“Setiap anak dilahirkan dalam kondisi fitrah (suci) kecuali orang tuanya yang menjadikan Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR Bukhari Muslim).
Berdasarkan hadis di atas, jelas bahwa orang tua berperan penting dalam penanaman keyakinan anak serta pembentukan karakternya. Orang tua adalah pihak pertama dan utama yang bertanggung jawab dalam pendidikan anak. Bahkan, di dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa kebaikan dan kesalihan orang tua membawa pengaruh besar terhadap pembinaan jiwa anak.
Orang tua dan anak dapat bersinergi membangun ketakwaan kepada Allah Swt. sehingga anak dan keturunan dapat terlindungi dari godaan setan, dijauhkan dari perbuatan maksiat. Kelak, mereka akan dipertemukan di surga. Kita semua tentu menginginkan berkumpul di surga bersama anak dan cucu.
Allah Swt. berfirman, “Dan orang-orang beriman yang diikuti oleh keturunan mereka dengan keimanan. Kami akan pertemukan keturunan mereka dengan anak cucu mereka (di dalam surga). Dan kami sedikit pun tidak akan menyia-nyiakan amal (kebajikan) mereka. Setiap orang terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (QS At-Thur: 21).
Sistem dan aturan yang berlaku di masyarakat saat ini masih belum memberi efek jera. Untuk itu, diperlukan sistem dan aturan yang sifatnya tegas, mampu mencegah terjadinya tindak bullying di tengah masyarakat, yakni sistem dan aturan Islam.
Di dalam Islam, aksi bullying merupakan tindak kemungkaran yang harus dicegah oleh semua orang. Kita dapat meneladani Hadis Arbain tentang itu.
Dari Abu Sa’id Al-Khudri berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Barang siapa dari kalian melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangan. Jika tidak bisa, ubahlah dengan lisannya. Jika tidak bisa, ingkarilah dengan hatinya, dan itu merupakan selemah-lemahnya iman.’” (HR Muslim).
Selain dengan tindakan preventif, untuk menekan aksi bullying yang mengakibatkan luka fisik atau bahkan menghilangkan nyawa korban, dapat dilakukan dengan memberikan tindakan yang tegas oleh negara. Negara harus mencegah faktor pemicu yang akan merusak moral anak bangsa dengan memblokir situs atau aneka game online yang mengajarkan kekerasan.
Hukuman untuk pelaku bullying diberi sanksi takzir (hukuman berdasarkan kebijakan hakim), bahkan qisas sesuai perbuatan yang dilakukan. Jika pelaku bullying sampai membvnvh, maka sanksinya di-qisas/ dibunuh juga atau membayar diyat (denda berupa uang atau barang kepada keluarga korban apabila mereka memaafkan).
Apabila pelaku sudah balig (sudah mimpi basah bagi laki-laki/ haid bagi perempuan), walau usia di bawah 17 tahun, maka sanksi hukumnya sama seperti orang dewasa, tidak melihat dari faktor usia saja. Sedangkan untuk pelaku yang masih anak-anak, maka orang tuanya akan dimintai pertanggungjawaban untuk membayar denda sesuai ketentuan. Hal tersebut tentu dapat memberi efek jera dan bersifat adil.
Khatimah
Maraknya tindakan bullying di tengah masyarakat, baik yang tidak diketahui atau disiarkan secara langsung merupakan potret generasi remaja kini. Diperlukan peran sinergi orang tua, masyarakat, dan negara dalam mencegah dan menekan aksi tersebut.
Generasi penerus bangsa yang sejatinya menjadi pemegang tongkat estafet perjuangan telah bergeser menjadi generasi urakan karena pengaruh penerapan sistem kapitalisme sekularisme yang memisahkan antara aturan agama dengan semua aspek kehidupan. Oleh karena itu, satu-satunya jalan agar negeri ini berkah, generasi mudanya selamat dan berprestasi, hanya dapat ditempuh dengan kembali kepada aturan Ilahi, Pencipta alam semesta dan seluruh isinya.
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan berkah dari langit dan bumi kepada mereka. Tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami). Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS Al-A’raf: 96).
Wallahu a’lam bisshawwab. [CM/NA]