Fenomena Anak Berkonflik dengan Hukum, Bukti Mandulnya Peran Negara

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh: Rina Herlina
(Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com)

CemerlangMedia.Com — Maraknya kasus pembvnvhan disertai kekerasan seksual terhadap anak-anak di bawah umur menjadi sebuah fenomena yang menyayat hati nurani siapa pun yang melihatnya. Kondisi tersebut menjadi sebuah alarm bahwa generasi kita saat ini sedang tidak baik-baik saja. Mereka cenderung berpikir pragmatis, bahkan nekat dalam berbuat, tanpa peduli dengan risiko yang akan terjadi setelahnya.

Seperti dilansir sukabumi.id (02-05-2024), MA (6) seorang anak laki-laki asal Sukabumi menjadi korban pembvnvhan. Mirisnya lagi, sebelum dibvnvh, bocah tersebut ternyata menjadi korban kekerasan seksual s*domi. Pelaku merupakan seorang pelajar berusia 14 tahun yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP).

Kemudian yang terbaru adalah berita kematian AH (13), santri Pondok Pesantren Raudhatul Mujawwidin, Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi. Korban dibvnvh oleh AR (15) dan RD (14) yang merupakan seniornya di pesantren tersebut (www.metrojambi.com, 04-05-2024).

Meningkatnya kasus pelanggaran hukum yang melibatkan anak di bawah umur dengan beragam kasus yang menyertainya menjadi keprihatinan sekaligus pekerjaan rumah bersama untuk mengatasinya. Hingga hari ini, menurut data dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, kasus anak yang berkonflik dengan hukum menunjukkan tren peningkatan pada periode 2020—2023. Hingga (26-8-2023) tercatat, hampir 2.000 anak berkonflik dengan hukum. Sebanyak 1.467 anak di antaranya berstatus tahanan dan masih menjalani proses peradilan, sedangkan 526 anak lainnya sedang menjalani hukuman sebagai narapidana.

Bagi anak-anak yang menjalani proses masa tahanan ditempatkan di lembaga pemasyarakatan dengan beragam fasilitas. Saat ini, anak yang menjadi tahanan ditampung di lembaga pembinaan khusus anak (LPKA) ada sekitar 1190. Namun, ada juga yang bertempat di lembaga pemasyarakatan (lapas) sebanyak 234 orang, rumah tahanan negara (rutan) sebanyak 53 orang, dan lembaga pemasyarakatan perempuan (LPP) sejumlah 7 orang. Kini sudah memasuki 2024 dan kasus anak yang terlibat dengan hukum masih tinggi.

Anak-Anak Pelaku Kejahatan

Melihat data di atas, rupanya anak-anak yang menjadi pelaku kejahatan terus meningkat dari tahun ke tahun dan terjadi di berbagai wilayah di tanah air. Tidak lagi kasuistik, tetapi menjadi fenomena rusaknya anak-anak Indonesia. Problem ini seperti fenomena gunung es karena tidak semua kasus terekspos dan dilaporkan. Jelas ini menunjukkan adanya masalah serius, baik dalam keluarga, lingkungan, ataupun negara.

Sejatinya, keluarga adalah lingkungan terdekat anak-anak. Bahkan, keluarga merupakan madrasah pertama bagi anak-anak. Sayangnya, hari ini, peran keluarga sebagai madrasah pertama tidak berjalan optimal.

Tentu ada banyak faktor yang menjadi pemicu seorang ibu tidak bisa menjalankan perannya dengan baik, termasuk maraknya ibu bekerja, baik karena arus propaganda kesetaraan gender maupun keterpaksaan karena faktor kemiskinan sehingga harus membantu mencari nafkah. Ditambah lagi dengan tingginya angka perceraian di Indonesia, hal ini juga berpengaruh besar terhadap kepribadian anak.

Sementara itu, lingkungan yang ada hari ini, baik sekolah maupun masyarakat, tidak banyak memberikan contoh yang baik bagi anak-anak. Begitu juga dengan media hari ini, banyak menayangkan konten berisi kejahatan dan berbagai kemaksiatan. Semua itu sangat mudah diakses anak-anak melalui gawainya. Ini jelas memberikan dampak buruk terhadap keluarga. Tentu saja semua itu erat kaitannya dengan peran negara karena negaralah yang bisa menentukan semua kebijakan.

Lebih lanjut, penerapan sistem kapitalisme sekularisme saat ini yang menjadi asas pembuatan kebijakan negara, jelas berdampak terhadap semua lini kehidupan. Demikian pula dengan sistem ekonomi kapitalisme yang mengakibatkan rakyat hidup miskin. Bahkan, kurikulum pendidikan, orientasinya hanya materi. Pendidikan agama yang hanya formalitas membuat anak kian jauh dari kepribadian yang luhur dan islami.

Belum lagi sistem informasi liberal yang membuat berbagai kekerasan, pornografi, dan hiburan mudah diakses oleh anak-anak di bawah umur. Lemahnya sistem sanksi pun makin membuat kemaksiatan merajalela. Bahkan, tidak bisa dipungkiri lagi bahwa perilaku buruk saat ini menjadi tuntunan untuk anak-anak yang belum utuh cara berpikirnya.

Kondisi tersebut makin diperparah dengan masuknya gaya hidup Barat, seperti hedonisme, permisifisme, liberalisasi pergaulan, dan lain sebagainya. Semua itu dibiarkan oleh negara merasuki benak masyarakat, terutama kawula muda. Negara bahkan mengadopsi berbagai pemikiran sesat yang diaruskan secara global, seperti HAM, kesetaraan gender, dan moderasi beragama yang jelas-jelas merusak tata kehidupan masyarakat.

Mirisnya, semua hal tersebut, baik langsung maupun tidak langsung sudah merusak fitrah anak yang bersih dan polos. Alhasil, anak mencontoh dan mempraktikkan segala yang apa dilihat dan didengar. Pada titik inilah anak menjadi “dewasa” sebelum waktunya, tanpa memahami standar baik dan buruk, terpuji dan tercela.

Saatnya Islam Mengatur

Sungguh, fenomena rusak seperti saat ini bisa diminimalkan, bahkan cenderung tidak akan terjadi jika kehidupan diatur dengan Islam secara kafah. Sejatinya, jika akidah Islam dijadikan sebagai satu-satunya asas kehidupan, ketakwaan akan tercermin di dalam kehidupan keluarga, sekolah, masyarakat, bahkan negara.

Pendidikan anak menjadi satu hal penting yang diperhatikan karena hakikatnya, anak merupakan generasi emas untuk masa depan yang akan membangun dan menjaga peradaban tetap mulia. Setiap kebijakan yang diambil negara akan menjaga fitrah anak sehingga tumbuh kembangnya menjadi optimal dan memiliki kepribadian Islam yang mulia.

Negara akan berupaya mewujudkan masyarakat yang sejahtera sehingga seorang ibu bisa optimal menjalankan perannya sebagai madrasah utama dan pertama. Namun, jika perempuan ingin pula berkiprah di ranah publik, negara juga tidak akan menghalangi sepanjang kiprahnya tersebut sesuai dengan hukum syarak. Demikian pula dengan sekolah dan masyarakat akan menjadi lingkungan yang kondusif dan diperuntukkan untuk membangun kepribadian mulia.

Sistem informasi yang aman juga akan diwujudkan oleh negara guna menjamin kebersihan pemikiran generasi dan masyarakat. Tidak hanya itu, masyarakat juga akan dibentengi dari masuknya pemikiran yang tidak sesuai dengan syariat Islam.

Terakhir adalah adanya sistem sanksi yang tegas dan menjerakan. Ini juga menjadi tugas negara untuk menerapkannya. Tujuannya tentu saja untuk mencegah terjadinya kemaksiatan dan kejahatan yang berulang seperti kondisi saat ini.

Sejarah peradaban Islam yang panjang dan gemilang telah melahirkan banyak generasi berkualitas yang banyak meninggalkan jejak karya untuk meninggikan Islam. Beberapa di antaranya, Ali bin Abi Thalib sang menantu Nabi Saw. yang dijuluki sebagai ‘Pintunya Ilmu’, Shalahuddin al-Ayyubi, kesatria sang pembebas Masjidilaqsa, Sultan Muhammad al-Fatih yang diusia mudanya (22 tahun) berhasil menaklukan Konstantinopel, serta Imam Syafi’i yang dijuluki Nashih al-Hadits (Pembela Sunah Nabi).

Calon generasi seperti merekalah yang hari ini kita rindukan. Generasi yang berkualitas dengan segala macam pencapaiannya. Semua itu hanya bisa terwujud jika negara menerapkan Islam secara kafah dalam bingkai Khil4f4h Islamiah. Wallahu a’lam [CM/NA]

Loading

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *