Oleh: Rina Herlina
(Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — Pemerintah resmi mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 25/2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) No. 96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Melalui aturan tersebut, Presiden Joko Widodo resmi memperpanjang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) kepada PT Freeport Indonesia sampai dengan masa umur cadangan tambang perusahaan. Sebagai kompensasinya, Freeport harus memberikan saham 10% lagi kepada pemerintah Indonesia sehingga menjadikan kepemilikan Indonesia di PT Freeport Indonesia menjadi 61% dari saat ini 51% (ekbis.sindonews.com, 31-05-2024).
Sejatinya, Indonesia kaya akan sumber daya alam (SDA), tetapi mayoritas SDA-nya berada dalam penguasaan asing sehingga rakyatnya tetap berada dalam garis kemiskinan. Sebut saja, tambang emas di Tembagapura Papua, yang dikuasai oleh AS.
Melalui Freeport, Indonesia kehilangan kontrol atas mineral-mineral ikutan, sedangkan Freeport bisa memperoleh semua itu secara gratis. Akibatnya, kekayaan bangsa Indonesia terkuras habis, sedangkan AS menikmati devisa terbesar dari tambang di negeri ini. Sungguh, sebuah kondisi yang menyedihkan karena rakyat tidak dapat menikmati SDA yang dimiliki akibat para penguasa membiarkan pihak asing mengeruk habis kekayaan alam Indonesia.
Sejak Perang Dingin, AS terus-menerus mengobok-obok Indonesia agar kekayaan alam di Papua itu tidak jatuh ke pihak lain. Itu sebabnya, AS selalu berusaha mencampuri urusan politik dalam negeri Indonesia agar tetap menguasai Freeport. Sungguh luar biasa tipu muslihatnya, para penguasa negeri ini dibuat tidak berdaya.
Saat itu, setelah tiga dekade kejatuhan Soekarno, seorang penulis kenamaan Lisa Pease, merangkum sebuah tulisan. Semuanya terangkum dalam tulisannya, “JFK, Soekarno, CIA, dan Freeport”. Kemudian tulisan tersebut menjadi arsip penting di National Archive di Washington DC. Faktanya, Freeport ternyata adalah pertambangan emas terbesar di dunia! Bukan tembaga, tulis Lisa Pease.
Melalui majalah Minning International rakyat bisa tahu bahwasanya Freeport bukan saja tambang emas terbesar, tetapi juga mempunyai emas berkualitas terbaik di dunia dengan biaya operasional paling murah. Dengan ini dapat disimpulkan bahwa sebagian kemegahan dan kebesaran yang terlihat pada AS saat ini merupakan hasil perampokan resmi mereka atas gunung emas di Papua.
Sebaliknya, bagi segelintir pejabat, beberapa jenderal, dan sebagian politisi di negeri ini, Freeport cukup memberikan kenikmatan hidup. Mereka bergelimang harta di atas kemiskinan bangsa ini. Bahkan, menurut Lisa Pease, “Mereka ini tidak lebih baik dari seekor lintah.”
Freeport sama sekali tidak ingin kehilangan emasnya, meski sedikit. Sebab itulah mereka membangun pipa–pipa raksasa yang kuat dari Grasberg ke Tembagapura yang langsung menuju ke laut Arafura, sepanjang 100 kilometer, yaitu sebuah tempat yang di sana telah menunggu kapal-kapal besar guna mengangkut emas dan tembaga tersebut ke AS. Sungguh, sebuah perampokan besar yang direstui oleh pemerintah sampai sekarang.
Pengelolaan Tambang dalam Islam
Islam adalah sebuah ideologi yang memiliki tata kelola yang khas terkait pengelolaan SDA. Di dalam Islam, air, hutan, dan energi hakikatnya adalah milik umum. Sebagaimana hadis Rasulullah saw.,
“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad).
Dalam hadis tersebut telah disampaikan dengan tegas bahwa ketiganya tidak boleh dimiliki oleh individu. Begitu pula dengan pengelolaannya pun tidak boleh diserahkan ke swasta (asing), melainkan harus sepenuhnya dikelola negara dan dikembalikan kepada rakyat dalam berbagai bentuk layanan publik.
Mengenai barang tambang, telah dijelaskan oleh HR Imam At-Tirmidzi dari Abyadh bin Hamal. Saat itu, Abyad meminta kepada Rasulullah saw. agar dapat mengelola sebuah tambang garam. Saat itu Rasul membolehkannya. Namun, tidak lama kemudian, beliau diingatkan oleh sahabat, “Wahai Rasulullah, tahukah engkau apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan (bagaikan) air mengalir (ma’u al-‘idda).” Berkata (perawi), “Kemudian beliau saw. menarik kembali tambang tersebut.”
Mandirinya negara dalam mengelola SDA setidaknya dapat memberikan dua keuntungan. Pertama, hasil pengelolaannya menjadi sumber pemasukan negara yang amat besar sehingga dengan begitu, negara mampu memenuhi kebutuhannya secara mandiri. Kedua, negara terbebas dari utang luar negeri yang amat menyandera kebijakan dalam negeri sehingga bisa terlepas dari campur tangan asing.
Kas negara (baitulmal) yang begitu besar dari pengelolaan SDA tersebut bisa dialokasikan guna membiayai eksplorasi dan eksploitasi SDA, seperti biaya tenaga kerja, pembangunan infrastruktur, penyediaan perlengkapan, dan segala hal yang berhubungan dengan pengelolaan SDA. Khalifah bisa secara langsung membagikan hasil SDA yang siap dikonsumsi kepada rakyat, bisa juga dalam bentuk pelayanan kebutuhan dasar, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Yang jelas, semua hasil pengelolaan SDA tersebut harus kembali kepada rakyat, sebab pemilik hakiki SDA yang melimpah adalah rakyat.
Khatimah
Seandainya sejak dahulu Indonesia mau menerapkan syariat Islam, tentu tidak akan ada yang namanya “perampokan” harta rakyat atas nama investasi. Tambang emas di Papua, pengelolanya sudah pasti bukanlah swasta, melainkan negara yang siap memberikan hasil sepenuhnya untuk rakyat.
Jangan terus-terusan mau dijajah asing, sebab pada dasarnya kaum muslim mampu untuk menjadi bangsa besar dan mandiri. Mental penjajah harus segera dikubur, yaitu dengan melenyapkan sistem kapitalisme dan demokrasi.
Seharusnya kaum muslim berusaha menghentikan perampokan ini dengan berupaya memperjuangkan penerapan syariat Islam secara kafah agar kehidupan umat manusia sejahtera dan bahagia. Inilah sebaik-baik keberkahan hidup. Wallahu a’lam [CM/NA]