Hari Santri: Momen Aktivasi Santri sebagai Agen Perubahan

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Penulis: Ayu Winarni

Dari karakteristik santri yang disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwasanya santri itu adalah panutan yang mengajak masyarakat untuk menjalankan perintah dan meninggalkan larangan-Nya dengan bimbingan dan dakwah yang ahsan. Oleh karena itu, sepatutnya peringatan Hari Santri tidak sebatas untuk dikenang akan jasanya, tetapi memperjuangkan kembali peran penting itu dimasa kini dalam menyongsong perubahan besar dunia menuju penerapan Islam yang sempurna.

CemerlangMedia.Com — Peringatan Hari Santri Nasional ditetapkan pada 22 Oktober. Peringatan ini adalah bentuk apresiasi terhadap peran santri dan para ulama terdahulu dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari penjajah. Hari Santri kemudian menjadi perayaan nasional yang dilakukan setiap tahun, baik di pesantren, sekolah, maupun instansi pemerintah. Peringatan Hari Santri Nasional dirangkai dengan berbagai kegiatan seremonial, seperti upacara bendera, kirab, pembacaan kitab kuning, hingga festival sinema.

Dilansir dari laman Kompas.com pada (25-10-2025), presiden RI melalui siaran kanal YouTube Sekretariat Kepresidenan pada 24 Oktober 2025 menyampaikan ucapan selamat Hari Santri Nasional. Presiden Prabowo juga turut mengingatkan kembali kontribusi santri dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, merujuk pada momen Resolusi Jihad 22 Oktober 1945 yang dipelopori K.H. Hasyim Asy’ari.

Menurut Presiden Prabowo, semangat jihad yang digelorakan para santri 80 tahun silam tetap relevan hingga hari ini, yaitu menjaga keutuhan bangsa dengan ilmu dan keimanan. “Kita tidak boleh lupa, Resolusi Jihad 22 Oktober 1945 atau 1367 Hijiriah yang digelorakan K.H. Hasyim Asy’ari adalah tonggak penting dalam sejarah bangsa —sebuah perjalanan menuju Indonesia merdeka yang berdaulat dan bermartabat,” ungkapnya.

Tema Hari Santri Nasional tahun ini, “Mengawal Indonesia Merdeka, Menuju Peradaban Dunia”, dinilai sebagai cerminan betapa besarnya kontribusi santri serta peran penting santri sebagai agen perubahan dan kemajuan bangsa dalam dunia globalisasi tanpa harus menghilangkan identitas keislamannya.“Saya percaya, santri hari ini bukan hanya penjaga moral bangsa, tetapi juga pelopor kemajuan yang menguasai ilmu agama dan ilmu dunia yang berakhlak dan berdaya saing,” ucap Presiden.

Pembajakan Peran Santri

Peringatan hari santri seharusnya menjadi refleksi untuk mengaktivasi peran santri sebagaimana mestinya. Akan tetapi, kini peringatan Hari Santri Nasional seolah sebatas kegiatan seremonial yang tidak membangkitkan girah perjuangan. Pasalnya, pujian tentang peran santri dalam jihad melawan penjajah di masa lalu tidak sejalan dengan berbagai kebijakan dan program yang menyangkut santri dan pesantren masa kini.

Pesantren yang seharusnya menjadi wadah untuk mencetak anak didik yang faqih fiddin, tegas mengatakan yang hak itu hak dan yang batil itu batil, serta tidak mengaburkan antara halal dengan yang haram. Namun, kini peran pesantren justru bertolak belakang dengan khittahnya sebagai pencetak generasi yang faqih fiddin tersebut. Sebab, pesantren mulai menanamkan paham moderasi dan toleransi bablas yang justru bertentangan dengan nilai Islam itu sendiri.

Penyebaran paham moderasi beragama ini masif dilakukan melalui pesantren dengan alasan sebagai upaya mencegah munculnya prasangka negatif terhadap penganut agama atau demi terwujudnya sikap toleran dan mencegah ekstrimis di tengah masyarakat yang multikultural ini. Tanpa disadari, arah dari penggembosan paham moderasi beragama ini sebenarnya adalah membendung semangat perjuangan menegakkan penerapan syariat Islam yang kafah.

Oleh karena itu, tidak heran, ada pesantren yang mencetak santri-santrinya menjadi ahli ibadah, tetapi di sisi lain menerima ide-ide yang berasal dari Barat yang jelas bertentangan dengan Islam. Akibatnya, sebagian mereka bersikap apatis, bahkan menentang penerapan Islam secara sempurna.

Inilah bahaya yang belum banyak disadari umat hari ini. Hanya karena ide itu dibawa oleh pesantren dan santri sehingga dianggap sebagai legitimasi kebenaran, sebab santri dan pesantren masih dijadikan sebagai representasi dari penerapan ajaran-ajaran Islam. Peran strategis santri dan pesantren kini sudah dibajak demi kepentingan mengukuhkan sistem kapitalisme sekuler hari ini.

Mengembalikan Esensi Penting Hari Santri

Secara gamblang, masyarakat memahami bahwa santri adalah orang yang faqih fiddin yang artinya memiliki pemahaman yang mendalam tentang Islam atau dapat diartikan sebagai orang yang ahli agama. Adapun karakteristik dari ahli agama ini adalah:

Pertama, memiliki ilmu yang luas. Artinya memiliki pemahaman mendalam mengenai ajaran Islam, baik itu terkait akidah maupun akhlak.

Kedua, berakhlak mulia. Secara ideal, ahli agama diharapkan memiliki akhlak yang baik dan mulia karena pemahaman mereka tentang yang halal dan haram serta yang terpuji dan tercela.

Ketiga, sebagai panutan. Mereka menjadi figur atau panutan di tengah masyarakat karena memiliki keunggulan dalam ilmu, integritas, dan yang lainnya.

Keempat, pembimbing dan pengayom. Membimbing masyarakat dalam menjalankan kewajiban sebagai umat, baik dalam masalah keagamaan maupun dalam kehidupan sehari-hari.

Dari karakteristik santri yang disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwasanya santri itu adalah panutan yang mengajak masyarakat untuk menjalankan perintah dan meninggalkan larangan-Nya dengan bimbingan dan dakwah yang ahsan. Oleh karena itu, sepatutnya peringatan Hari Santri tidak sebatas untuk dikenang akan jasanya, tetapi memperjuangkan kembali peran penting itu dimasa kini dalam menyongsong perubahan besar dunia menuju penerapan Islam yang sempurna.

Mewujudkan eksistensi pesantren dengan visi mulia, yakni mencetak santri yang siap berdiri di garda terdepan melawan penjajahan dan kezaliman tentu menjadi tanggung jawab utama dari negara. Sayangnya, visi mulia itu tidak akan pernah lahir dari negara yang melanggengkan penjajahan dan kezaliman.

Khatimah

Negara dengan asas sekuler hari ini justru menghendaki adanya berbagai kezaliman karena tidak menghadirkan peran agama untuk mengukur standar perbuatan dan kebijakannya. Saat ini, negara hanya menjadikan simbol-simbol agama (Islam) dan menjunjung nilai agama demi mendapat simpati rakyat. Dengan begitu, umat tidak akan berpikir tentang perjuangan menerapkan Islam secara sempurna. Wallahu a’lam bisshawwab. [CM/Na]

Views: 4

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *