Jaminan Perlindungan yang Hakiki Bagi Anak, Mungkinkah Terjadi?

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh: Titin Kartini
(Marketing & Advertising CemerlangMedia.Com)

CemerlangMedia.Com — Kasus demi kasus kekerasan terhadap anak terus meningkat. Sampai saat ini, masih menjadi pekerjaan rumah (PR) besar bagi negeri ini. Setiap detik, ada saja kekerasan menimpa para calon generasi bangsa, entah kekerasan itu dilakukan oleh keluarga ataupun orang lain.

Viral! Beberapa pekan yang lalu, kekerasan dialami oleh seorang balita berusia 3 tahun. Ia dianiaya oleh suster atau pengasuhnya. Peristiwa tersebut disebabkan hal sepele saja, yakni sang anak tidak mau diobati guna menyembuhkan luka cakarnya. Penolakan tersebut membuat kesal pengasuh sehingga terjadi penganiayaan keji tersebut (liputan6.com, 30-3-2024).

Data dari KPAI menyebutkan, kasus kekerasan terhadap anak meningkat selama 2023. KPAI mencatat, 2.355 kasus terjadi di Indonesia hingga Agustus 2023. Sementara itu, 723 kasus kekerasan yang berhubungan dengan satuan pendidikan, terdiri dari anak sebagai korban bullying atau perundungan (87 kasus), anak korban kebijakan pendidikan (27 kasus), anak korban kekerasan fisik atau psikis (236 kasus), anak korban kekerasan seksual (487 kasus).

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Aries Adi Leksono memaparkan terkait adanya pelanggaran mengenai kesehatan, seperti HIV dan eksploitasi. Ia pun melanjutkan, sisanya adalah data pelanggaran terhadap perlindungan anak, misalnya menyangkut pengasuhan, terkait hak sipil, kesehatan, dan perlindungan lainnya, seperti korban TTPO, anak korban HIV, eksploitasi, dan sebagainya.

Menurut KPAI, ada beberapa penyebab tingginya angka kekerasan di lingkungan satuan pendidikan. Pertama, learning loss sebagai dampak pembelajaran jarak jauh (PJJ) pada masa pandemi covid-19. Kedua, pengaruh game online. Ketiga, media sosial yang menyajikan tayangan penuh kekerasan sehingga anak lemah dalam berkarakter, berakhlak, dan budi pekerti.

Adanya penyimpangan relasi kuasa antara pendidik dengan peserta didik menyebabkan kebijakan atau hukuman yang diberikan berujung kekerasan. Adanya penyalahgunaan relasi kuasa sesama peserta didik, menimbulkan persaingan yang lebih kuat sehingga mendorong mereka untuk melakukan kekerasan terhadap yang lebih lemah (jawapos.com, 9-10-2023).

UU Hanya Seremonial

Mirisnya, kekerasan terhadap anak tidak juga mendapatkan penyelesaian yang tuntas hingga ke akarnya. Pemerintah memang telah membuat undang-undang untuk melindungi hak-hak anak yang tercantum dalam UU Perlindungan Anak. Namun, hingga saat ini, peraturan tersebut tidak mampu membendung kejahatan terhadap anak-anak, yang ada, justru terus meningkat.

Hal ini membuktikan bahwa kurang maksimalnya negara dalam menerapkan suatu aturan. Undang-undang hanya dibuat sebagai seremonial dan nihil hasil. Penyebab utama tentu saja pada sistem yang diterapkan di negeri ini, yaitu kapitalisme dengan asas liberal dan sekuler. Bukan hanya negara yang abai terhadap kepengurusan generasi, orang tua dan lingkungan juga turut andil memperbesar kasus demi kasus kekerasan terhadap anak.

Sekularisme telah menjauhkan akidah (Islam) dari diri masyarakat. Kurangnya edukasi terhadap seorang ayah dan ibu terkait bagaimana tugas dan peran mereka dalam mendidik dan mengasuh buah hati tercinta ikut memperburuk situasi.

Hari ini, orang tua mendidik anak-anaknya sesuai dengan arahan sistem kapitalisme yang liberal dan sekuler. Tidak bisa dimungkiri, perkembangan teknologi turut andil dalam membentuk karakter anak. Mereka dengan bebas dapat mengakses konten, tayangan, tontonan, dan film yang berbau pornografi dan kekerasan.

Anak-anak menjadi lost control karena negara tidak mengawasi hal tersebut, padahal sejati, negara mampu. Lagi-lagi, semua ini karena sistem kapitalisme yang segala sesuatu itu dikerjakan jika mendapatkan manfaat dan keuntungan.

Hukuman yang saat ini berlaku pun tidak membuat jera para pelaku kekerasan terhadap anak. Terbukti dengan makin meningkatnya kasus tersebut. Ini makin membuktikan lemahnya negara dalam menjamin dan melindungi anak-anak dari kekerasan.

Hilangnya saling nasihat menasihati dalam diri masyarakat sehingga mereka bersikap acuh tak acuh karena pemahaman sekuler telah menancap pada diri masyarakat. Lantas, bagaimana penyelesaian atas problematika ini?

Ganti Sistem

Persoalan ini hanya bisa diatasai dengan mengganti sistem kapitalisme sekuler dan liberal dengan sistem yang sesuai fitrah manusia, yakni Islam. Islam sebagai agama sekaligus ideologi mempunyai aturan kehidupan, termasuk bagaimana memandang dan memperlakukan buah hati, serta bagaimana mendidiknya agar tumbuh kuat, sehat, terjamin kesehatannya, dan pendidikannya.

Islam juga menjamin keamanannya sehingga anak selamat dari segala bentuk kekerasan, baik secara verbal maupun non-verbal. Sistem Islam menjamin hal tersebut terlaksana secara hakiki karena anak-anak adalah aset berharga yang akan meneruskan peradaban manusia.

Ada beberapa perlindungan anak dalam sistem Islam yang meliputi fisik, psikis, intelektual, moral, dan lainnya. Islam memenuhi semua hak-haknya, menjamin segala kebutuhan, baik sandang, dan pangannya. Islam juga menjaga nama baik dan martabatnya, kesehatannya, hingga memilihkan teman bergaul yang baik untuk mereka agar terhindar dari kekerasan.

Islam pun membagi tiga pihak yang wajib menjaga dan menjamin kebutuhan anak-anak. Pertama, keluarga sebagai madrasah utama dan pertama. Ayah dan ibu haruslah bersinergi dalam mendidik, mengasuh, mencukupi gizi anak, dan menjaga mereka dengan basis keimanan serta ketakwaan kepada Allah Swt.. Kedua, lingkungan harus mampu menciptakan suasana yang kondusif bagi anak-anak. Ketiga, masyarakat menjadi pengontrol perilaku anak dari kejahatan dan kemaksiatan. Masyarakat tidak segan untuk beramar makruf nahi mungkar (saling mengingatkan dalam kebaikan).

Peran penting dan kunci utama tentunya ada pada negara yang menjamin terwujudnya sistem pendidikan, sosial, dan keamanan dalam melindungi generasi. Negara akan memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan setiap generasi. Negara juga menerapkan sanksi tegas tanpa pandang bulu agar terwujud efek jera bagi pelaku kekerasan terhadap anak demi mencegah hal serupa terulang kembali.

Semua itu hanya akan terwujud dengan penerapan hukum Islam dalam sebuah institusi, yakni Daulah Islam. Negara ini akan menerapkan hukum yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunah. Alhasil, perlindungan anak yang hakiki akan terjadi.

Oleh karena itu, mari kita campakkan dan hempaskan sistem busuk kapitalisme sekuler dan liberal ini. Lindungi generasi dengan Islam kafah dalam naungan Daulah Khil4f4h ala Minhaj an Nubuwwah.
Wallahu a’lam. [CM/NA]

Loading

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *