Oleh: Neni Nurlaelasari
(Kontributor CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — Ibu adalah sosok pertama yang memberikan cinta pada anaknya. Sosok yang selalu melindungi buah hatinya dari sejak dalam kandungan. Segala upaya akan dilakukan demi kehidupan anaknya. Akan tetapi, saat ini, naluri keibuan yang melekat perlahan mulai terkikis. Ibu yang seharusnya melindungi anaknya, seketika berubah menjadi sosok yang merenggut nyawa buah hatinya.
Terjadi di Desa Membalong, Kabupaten Belitung. Seorang ibu berinisial R (38) tega membunuh dan membuang bayi yang baru dilahirkannya. Faktor ekonomi menjadi penyebab R tega melakukan hal kejam kepada buah hatinya (Bangkapos.com, 23-01-2024). Melihat realitas ini, lalu faktor apakah yang mendorong matinya naluri keibuan?
Penyebab Matinya Naluri Keibuan
Jika kita cermati, banyak faktor yang bisa menyebabkan seorang ibu tega membunuh buah hatinya. Faktor lemahnya iman, mandulnya fungsi keluarga, tekanan ekonomi, minimnya kepedulian masyarakat, dan tidak adanya jaminan kesejahteraan dari negara, tentu memengaruhi keadaan psikologis seorang ibu hingga tega membunuh buah hatinya. Lemahnya iman seorang ibu dapat mendorongnya melakukan perbuatan dosa sebagai akibat sistem sekularisme yang diterapkan.
Sistem sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan menyebabkan individu melupakan kehidupan akhirat sehingga tidak memiliki idrak sillah billah (kesadaran seorang hamba akan hubungannya dengan Allah) ketika melakukan sebuah perbuatan. Oleh karena itu, tidak heran, perbuatan membunuh menjadi mudah dilakukan, sebab tidak menyadari jika semua perbuatan akan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah.
Di sisi lain, faktor tekanan ekonomi mendorong matinya naluri keibuan. Tingginya biaya hidup dan minimnya penghasilan keluarga, membuat ibu khawatir tidak mampu mencukupi segala kebutuhan buah hatinya. Kekhawatiran ini mendorong ibu untuk memilih membunuh buah hatinya, daripada anaknya kelak hidup menderita.
Tekanan ekonomi yang dialami merupakan akibat penerapan sistem kapitalisme. Sebuah sistem yang menjadikan materi sebagai tujuan utama, membuat individu berlomba mengumpulkan materi sebanyak mungkin.
Sementara itu, penerapan ekonomi kapitalisme membuat bebasnya penguasaan sumber daya alam oleh kaum oligarki. Sumber daya alam yang seharusnya dikelola negara untuk menyejahterakan rakyat, nyatanya hanya dinikmati oleh para pengusaha sehingga negara tidak mampu memaksimalkan perannya untuk menyejahterakan rakyat. Hal ini disebabkan karena negara tidak memiliki sumber pendapatan yang cukup.
Selain itu, sedikitnya lapangan pekerjaan yang tersedia menjadikan para kepala keluarga kesulitan dalam mendapatkan penghasilan yang layak. Di sisi lain, dipangkasnya berbagai subsidi akibat penerapan ekonomi kapitalisme berimbas pada naiknya harga kebutuhan pokok. Akhirnya, rakyat merasakan kesulitan akibat mahalnya biaya hidup. Hal ini tentu berdampak pada kesehatan mental seorang ibu.
Keadaan psikologis seorang ibu pun dipengaruhi oleh faktor lingkungan sekitar. Minimnya kepedulian masyarakat ikut memiliki andil terjadinya kasus pembunuhan. Gaya hidup hedonisme menjadikan kepekaan terhadap tetangga dan masyarakat sekitar terkikis. Masyarakat seakan menutup mata ketika ada keluarga tidak mampu yang merasakan kesulitan hidup dan kelaparan. Lalu, solusi apakah yang mampu menuntaskan persoalan tersebut?
Sistem Islam Menjaga Fitrah Ibu
Berbeda dengan sistem kapitalisme yang mendorong matinya naluri keibuan, sistem Islam justru menjaga fitrah seorang ibu. Islam memandang ibu adalah sosok penting dalam mencetak generasi penerus peradaban. Untuk itu, berbagai upaya dilakukan guna menjaga kaum ibu agar mampu memaksimalkan perannya.
Dalam Islam, kewajiban nafkah atas ibu dan anak-anaknya dibebankan kepada pundak suami. Berbagai upaya dilakukan negara agar para ayah mampu menafkahi keluarganya. Upaya yang dilakukan negara di antaranya, menyediakan lapangan pekerjaan yang memadai, mengelola sumber daya alam agar mampu menyejahterakan rakyat, menyediakan kebutuhan pokok dengan harga murah, menggratiskan berbagai fasilitas umum, seperti pendidikan dan kesehatan.
Dalam sistem Islam, negara tidak mengalami kesulitan untuk menyejahterakan rakyat. Sebab, sumber pendapatan negara begitu banyak, seperti hasil pengelolaan sumber daya alam, zakat, ghanimah, jizyah, fa’i, dan lainnya sehingga stres yang dialami ibu akibat tekanan ekonomi tidak akan terjadi.
Sementara itu, negara pun berperan menciptakan suasana keimanan dalam masyarakat. Amar makruf nahi mungkar terus dijalankan agar keimanan individu terus terjaga sehingga individu memiliki iman yang kuat dalam menghadapi berbagai ujian hidup yang menyapanya. Kuatnya keimanan akan mendorong individu memiliki kesadaran untuk selalu terikat dengan hukum syarak dalam setiap perbuatannya sehingga perbuatan dosa, seperti membunuh anak tidak akan terjadi. Sebab, hal itu merupakan dosa besar.
Sebagaimana dalam firman Allah Swt.,
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu. Membunuh mereka itu sungguh suatu dosa yang besar.” (QS Al-Isra’: 31).
Dengan demikian, menerapkan sistem Islam secara menyeluruh (kafah) merupakan sebuah kebutuhan agar tekanan ekonomi tidak menjadi kekhawatiran para ibu. Alhasil, fitrah keibuan terjaga dan ibu mampu memaksimalkan perannya dalam mencetak generasi penerus peradaban. Wallahu a’lam bisshawwab. [CM/NA]