Oleh. Bunga Ayu Wiryanti
(Kontributor CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — Kisruh sistem zonasi kembali mencuat. Dugaan adanya kecurangan yang dilakukan oknum tertentu dalam Proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) membuat geram masyarakat. Alhasil, banyak calon peserta didik tidak mendapatkan haknya untuk bisa bersekolah sesuai wilayah zonasi mereka.
Walikota Bogor Bima Arya langsung terjun ke lapangan untuk menanggapi serius kasus ini setelah mendapat sebanyak 300 aduan dari masyarakat. Setelah disidak langsung oleh Bima Arya dan tim di sekitaran Gang Selot yang dekat dengan SMP 1, ternyata banyak ketidakcocokan antara data dengan fakta, banyak alamat yang dimanipulasi. Bima Arya menyampaikan bahwa sistem zonasi di Bogor tidak siap dan tidak tepat sehingga harus dibatalkan. Menurutnya, PPDB melalui sistem zonasi belum bisa diterapkan selama sistem dan infrastruktur sekolah belum merata (detik.com, 6-7-2023).
Persoalan Sistem Zonasi
Setelah ditelusuri ternyata ada beberapa faktor yang menyebabkan sistem zonasi akhirnya menjadi polemik yaitu:
Pertama, jumlah sekolah negeri yang minim menjadi satu hal yang paling krusial dalam gagalnya sistem zonasi. Di Kota Bogor, jumlah SMA negeri ada 10 sekolah dan SMP negeri ada 20 sekolah. Dedie A Rachim mengatakan jumlah ideal untuk SMP negeri di suatu daerah yaitu 20—30 sekolah dan SMA negeri yaitu 15—20 sekolah (rejabar.republika.co.id, 11-07-2023).
Kedua, masih adanya kasta di dunia sekolah yaitu sekolah favorit dan non favorit, ini yang menyebabkan banyak para orang tua calon peserta didik bersikeras untuk memasukan anaknya ke sekolah yang mereka anggap favorit walaupun dengan cara yang ilegal.
Hal ini dilakukan karena dari pengalaman yang sudah- sudah, sekolah favorit mempunyai kans besar untuk diterima di PTN yang favorit pula. Alasan lainnya pun karena biasanya sekolah favorit memiliki sarana dan prasarana yang lebih bagus daripada sekolah lain pada umumnya. Tidak meratanya kualitas sarana dan prasarana seyogianya menjadi perhatian pemerintah.
Sistem zonasi ini sudah berjalan selama 6 tahun, tetapi kasus yang terjadi di lapangan terkait PPDB melalui sistem zonasi bukannya berkurang tetapi malah makin bertambah.
Kesiapan pemerintah ketika meluncurkan sebuah kebijakan dinilai kurang matang. Wajar apabila pada pelaksanannya banyak menuai masalah. Banyak pihak mengatakan sistem zonasi ini telah gagal dan harus dibatalkan.
Pelayanan Pendidikan dalam Sistem Islam
Dalam Islam, pendidikan adalah kebutuhan dasar yang harus dipenuhi dan dijamin oleh negara. Baik dari segi jumlah maupun kualitas. Tidak ada sistem kasta dalam dunia pendidikan. Semua sekolah dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang bagus dan bermutu, baik sekolah yang ada di pusat kota maupun sekolah yang ada di pelosok desa dan itu semua mudah diakses bahkan gratis bagi seluruh warga negara.
Seperti pada masa pemerintahan Khalifah Al Muntashir. Khalifah mendirikan Madrasah Al Muntashiriah di kota Baghdad. Di sekolah ini para siswa diberikan beasiswa berupa emas seharga satu dinar. Tidak hanya itu, kehidupan keseharian pun ditanggung oleh negara seperti perpustakaan, rumah sakit, dan pemandian.
Dalam sistem Islam, para guru pun diberikan perhatian yang luar biasa. Sebagai contoh pada masa Kekhalifahan Umar bin Khattab. Khalifah Umar pernah memberikan gaji pada tiga orang guru di Madinah yang mengajar anak-anak. Masing-masing guru tersebut digaji sebesar 15 dinar (1 dinar= 4,25 gram emas) yakni sekitar 29 juta rupiah dengan kurs sekarang.
Alokasi dana untuk pendidikan diambil dari baitulmal dan negara wajib memprioritaskan layanan pendidikan berupa pendirian sekolah dengan kualitas bagus dan merata yang tersebar hingga ke pelosok sehingga semua warga negara dapat mengenyam pendidikan yang berkualitas, murah, bahkan gratis.
Seorang pemimpin (khalifah) dalam sistem Islam akan bersungguh-sungguh dalam melayani seluruh kebutuhan dasar warganya termasuk penyelenggaraan pendidikan sebagai bentuk tanggung jawabnya. Sesuai dengan sabda Nabi saw.,
الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Imam itu adalah pemimpin dan ia akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR al-Bukhari)
Dengan demikian, pemerintahan yang berlandaskan pada sistem Islam-lah yang mampu untuk mewujudkan kembali penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas, murah, bahkan tanpa biaya bagi seluruh warganya negaranya. Wallahu a’alam. [CM/NA]