Oleh. Normah Rosman
(Pegiat Literasi)
CemerlangMedia.Com — Pengamat Perbankan Doddy Ariefianto meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ikut melakukan investigasi merespon kendala yang dialami sistem Bank Syariah Indonesia (BSI). Mengingat lagi, ada dugaan kebocoran 15 juta data nasabah BSI. Doddy menyebut, investigasi ini perlu dilakukan oleh OJK sebagai lembaga pengawas sekaligus independen. Tujuannya, mencari akar masalah kendala BSI, apakah terjadi kendala internal, atau ada serangan siber (liputan6.com, 13/5/2023).
Layanan Bank Syariah Indonesia (BSI) mengalami gangguan berhari-hari. Keluhan para nasabah membanjir. Bahkan ada nasabah yang mengaku rugi ratusan juta rupiah. Lockbit mengancam akan merilis semua data di web gelap jika negosiasi dengan pihak BSI gagal. Melalui wabsitenya, lockbit mengaku menyerang BSI pada 8 Mei 2023. Serangan tersebut membuat Bank Syariah terbesar di Indonesia itu menghentikan semua layanannya (tempo.co.id, 13/5/2023).
Meski tidak secara gamblang meminta tebusan, lockbit telah dikenal dengan serangan ransomware-nya yang menyandera data dan meminta sejumlah tebusan. Total data yang dicuri 1,5 TB. Di antaranya 15 juta data pengguna dan password untuk akses internal dan layanan yang mereka gunakan. Data yang diklaim bocor meliputi data karyawan, dokumen keuangan, dokumen legal dan NDA. Dalam pengumuman tersebut, lockbit juga memberi pesan kepada para pengguna BSI agar tidak khawatir pada data mereka. Pasalnya data mereka tidak terancam jika BSI segera menyelesaikan masalah ini (cnnindonesia.com, 13/5/2023).
Lemahnya Keamanan Data
Setelah sempat down berhari-hari dengan alasan maintenance, akhirnya pihak Bank Syariah Indonesia atau yang lebih dikenal dengan BSI akhirnya mengakui jika mereka memang terkena ransomware. Tentu saja kejadian ini merugikan banyak pihak. BSI sejatinya adalah salah satu BUMN, yang berarti bank ini adalah milik negara. Seharusnya negara memberikan fasilitas yang memadai dalam melindungi data para nasabah bank. Baik dari sarana dan prasarana yang mendukung hingga merekkrut tenaga ahli di bidangnya. Ini bertujuan agar masyarakat lebih percaya dan merasa aman saat menyimpan ataupun menggunakan layanan bank yang berplat merah ini.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga pengawas dan independen sudah semestinya menginvestigasi pihak BSI agar bisa mencari kendala yang terjadi pada bank tersebut. Apakah kendalanya merupakan kendala internal atau adanya serangan siber. Terkait dengan data nasabah yang bocor tentu saja membuat para nasabah semakin was-was untuk memberikan data pribadi mereka kepada pihak yang bersangkutan. Bukan tanpa pasal, ini karena tak ada jaminan dari pihak penyelenggara dalam menjamin keamanan data para nasabahnya. Bank syariah terbesar di Indonesia yang notabenenya milik negara saja bisa terkena serangan siber hingga berhari-hari dan membuat panik para nasabahnya.
Bukan hanya BSI yang terkena serangan siber, berbagai bank juga kerap mengalaminya. Tapi berbeda kali ini, di mana BSI mendapat gangguan selama berhari-hari dan nasabah tak bisa mengakses mobile banking mereka. Berbeda dengan bank swasta yang lebih tanggap dalam menyelesaikan masalah mereka jika terkena serangan siber maupun kendala internal. Ini membuktikan lemahnya peran negara dalam menjaga BUMN sehingga tak mampu berkutik saat terjadi serangan siber. Padahal negara memiliki segalanya sebagai institusi tertinggi.
Khil4f4h Menjamin Keamanan Data Rakyatnya
“Sesungguhnya seorang imam adalah perisai, orang-orang yang berperang dari belakangnya dan menjadikannya pelindung, maka jika ia memerintahkan ketakwaan kepada Allah Azza wa Jalla dan berlaku adil, baginya terdapat pahala dan jika ia memerintahkan selainnya maka ia harus bertanggungjawab atasnya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, An-Nasai dan Ahmad)
Negara dengan sistem Islam akan bertanggungjawab penuh atas keamanan data warga negaranya, atas dasar ini kebocoran data tidak akan terjadi. Negara akan proaktif dalam menjaga, melindungi dan menjamin keamanan data warga negaranya, termasuk menjaga harta rakyatnya. Bahkan lebih dari itu, negara akan menjaga semua data pribadi rakyat dengan baik karena merupakan suatu hal yang sangat penting dan menyangkut ketahanan nasional.
Negara dengan sistem Islam juga sangat memahami arus digital yang menawarkan kecepatan dan kemudahan dalam mengakses data. Namun pada saat yang sama arus ini juga menjadi portal kejahatan online, seperti hacking atau social engineering. Karena itu negara akan mengerahkan tim IT terbaik negeri untuk menciptakan mekanisme keamanan yang terkuat dengan dukungan teknologi yang paling canggih dan terbaru. Negara Islam tidak akan berhenti hanya pada sistem mobile app shielding multifactor authentication, dan electronic sinnature, yang saat ini populer digunakan sebagai pelindung data digital.
Negara akan terus melakukan inovasi, riset dan evaluasi teknologi, dan peningkatan layanan. Tugas ini akan diemban secara penuh oleh sebuah instutisi negara Khil4f4h. Sebuah institusi yang tidak akan membiarkan pihak swasta menjadi pelayan utama dalam perlindungan data warga negaranya, seperti halnya negara kapitalisme. Pihak swasta hanya diperbolehkan menjadi pendukung dan pembantu negara dalam melayani masyarakat. Untuk mengoptimalkan perannya, Khil4f4h akan memastikan para pegawai negeri yang khususnya melayani pendataan digital adalah orang yang amanah dan profesional. Tentu saja kriteria ini akan menjadi penjaga dari sisi faktor human error. Pegawai yang amanah akan menjalankan tugasnya dengan sebaik mungkin, karena adanya kesadaran hubungannya kepada Allah Sang Khalik. Oleh karenanya ia tidak akan berani melakukan keculasan dan kelalaian dalam pekerjaannya. Sementara itu pegawai yang profesional akan membuat pelayanan menjadi lebih mudah dan lebih cepat, karena ia memang ahli di bidangnya.
Jika memang terjadi kasus peretasan, Khil4f4h memiliki sistem sanksi yang akan membuat siapapun pelakunya menjadi jera. Tindakan peretasan, kecurangan, penipuan, dan semua jenis kejahatan siber lainnya yang membuat data bocor adalah tindakan yang merugikan banyak pihak dan negara. Dalam sanksi Islam, pelaku akan diberi sanksi takzir. Dalam kitab Nidzamul Uqubat fil Islam karya Syekh Abdurrahman Al Maliki, takzir adalah sanksi pidana untuk perbuatan-perbuatan atau kejahatan-kejahatan yang hukumannya tidak diatur dalam nash (Al-Qur’an dan Hadis). Hukuman yang diberikan akan diserahkan kepada ijtihad qadhi (hakim) atau Khil4f4h. Hukuman akan diberikan sesuai kadar kejahatan. Hukuman paling ringan adalah pewartaan dan paling berat adalah hukuman mati. Keistimewaan hukuman yang diberikan ini akan menjadi penebus dosa dan pecegah di tengah-tengah masyarakat. Wallahu a’lam. [CM/NA]
Views: 9






















