Oleh: Umi Hafizha
CemerlangMedia.Com — Sungguh miris, kasus KDRT makin tinggi dan terus berulang. Seorang istri mantan Perwira Brimob yang berinisial (RFB) mengalami penderitaan dalam rumah tangganya sejak 2020. RFB mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukan berulang kali oleh suaminya. Kejadian terakhir pada (3-7-2023) adalah yang paling berat. Korban mengalami luka fisik hingga psikologis akibat kekerasan yang diterima dari suaminya (Kompas.com, 22-4-2024).
Sementara itu, di Kecamatan Kutalimbaru, Deli Serdang, Sumatra Utara, kasus KDRT berujung maut. Seorang laki-laki bernama JS (49 th) tega menghabisi ibu mertuanya karena kesal ditegur melakukan KDRT terhadap istrinya (Kumparan News, 22-4-2024).
Buah dari Buruknya Sistem Sekularisme
Begitu mudahnya emosi tersulut sehingga mengakibatkan terjadinya kekerasan di dalam rumah tangga. Penganiayaan dan pembunuhan menjadi ujung pelampiasan egoisme para pelaku kekerasan. Kehidupan menjadi tidak aman dan nyaman, bahkan dalam skala terkecil yaitu keluarga. Ini merupakan gambaran nyata kenistaan dalam kehidupan hidup saat ini.
Kondisi buruk ini akibat penerapan sistem sekularisme dalam kehidupan. Cara pandang yang memisahkan agama dari kehidupan ini nyata telah memengaruhi sikap dan pandangan setiap individu, termasuk dalam hubungan keluarga.
Mereka tidak mengikatkan perbuatan dengan hukum syariat. Ketika ada masalah, egoisme yang memimpin. Akibatnya, ketika individu memiliki masalah dengan keluarganya, rasa marah dan kemurkaan justru yang mendominasi. Alhasil, kekerasan dalam rumah tangga tidak dapat dihindari lagi, padahal interaksi dalam keluarga khususnya antara suami dan istri seharusnya dipenuhi dengan kasih sayang sehingga akan memberikan jaminan perlindungan.
Mirisnya, KDRT terus berjalan meskipun ada UU P-KDRT yang sudah 20 tahun disahkan. Fakta ini menunjukkan mandulnya UU tersebut. Hal ini merupakan suatu keniscayaan karena sistem sekularisme menggunakan produk dari akal manusia yang terbatas. Ketika zat yang terbatas membuat hukum, maka makin terbatas pula produk yang dihasilkan.
Islam Solusi Permasalahan Keluarga
Sangat berbeda dengan cara Islam dalam memandang sebuah keluarga. Keluarga adalah institusi terkecil yang strategis dalam memberikan jaminan atau benteng perlindungan. Ini tidak lepas dari perintah Allah yang dibebankan kepada para suami.
Di dalam QS At-Tahrim ayat 6, Allah Swt. berfirman yang artinya,
“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang telah Allah perintahkan kepada mereka, dan selalu mengerjakan apa yang telah diperintahkan.”
Secara umum ayat ini ditujukan kepada setiap mukmin. Hanya saja, perihal ini mengarah kepada seseorang yang bertanggung jawab terhadap keluarga, yaitu ayah. Kepala keluarga wajib memastikan diri dan keluarganya terhindar dari neraka. Maksudnya, penjagaan yang diberikan oleh seorang suami tidak terbatas pada hal yang bersifat duniawi, tetapi juga bersifat akhirat.
Selain itu, Allah juga menegaskan bahwa kepemimpinan dalam keluarga terletak pada laki-laki. Allah Swt. berfirman dalam QS An-Nisa: 34,
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita.”
Maksud dari ayat ini bahwa laki-laki itu merupakan pelindung (pemimpin) bagi perempuan dalam mendidik dan mengajak mereka kepada apa yang telah diperintahkan oleh Allah Swt..
Laki-laki telah diberikan kelebihan atas perempuan, mulai dari memberikan mahar, nafkah atau memenuhi kebutuhan hidup, biaya rumah tangga, dan lain sebagainya. Oleh karenanya, mereka menjadi pemimpin bagi kaum perempuan. Ini merupakan gambaran sahih posisi seorang suami atau ayah dalam keluarga. Mereka diberikan amanah untuk memimpin, tetapi bukan berarti boleh bersifat otoriter dan bisa berlaku keji dengan melakukan KDRT.
Dengan demikian, terbentuklah keluarga yang sakinah, mawaddah, rahmah, dan sejahtera. Untuk mewujudkan keluarga yang samara tidak mungkin berhasil jika hanya dipahami dan diamalkan pada level individu saja. Oleh karena itu, diperlukan peran dan fungsi negara untuk menerapkan sistem kehidupan yang berasaskan akidah Islam.
Negara berperan menerapkan sistem pergaulan dan sosial di masyarakat agar tercipta suasana keimanan di antara masyarakat. Menerapkan sistem ekonomi Islam untuk menjamin kebutuhan setiap individu rakyat dengan baik dan menyediakan layanan publik yang mudah diakses oleh masyarakat.
Ketika dalam keluarga telah terbentuk keimanan, maka tindak kekerasan di dalam rumah tangga tidak akan kita temukan lagi. Seandainya ada tindakan kekerasan di dalam rumah tangga, maka akan ada sanksi pidana Islam yang siap menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga. Demikianlah Islam menyelesaikan masalah KDRT sesuai dengan hukum Islam.
Wallahu a’lam bisshawwab. [CM/NA]