Header_Cemerlang_Media

Learning Poverty, Butuh Solusi dari Islam

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh: Eva Fatmah Hasan, S.Pd.I.
(Pegiat Literasi)

CemerlangMedia.Com — Hingga kini dunia pendidikan masih saja menyisakan masalah. Padahal kurikulum terus diubah sejalan dengan pergantian Menteri Pendidikan. Dengan dalih untuk perbaikan, tetapi nyatanya kurikulum yang berubah-ubah itu belum membuahkan hasil signifikan.

Di sisi lain, dunia pendidikan juga sedang diterpa oleh situasi learning poverty. Apa itu learning poverty? Learning poverty adalah ketidakmampuan seorang anak dalam membaca atau memahami cerita sederhana (ruangguru.com).

Seperti dikutip Republika.com, pada (24-09-2023) di 14 negara (dari 22 negara), tingkat learning poverty ini berada di atas angka 50 persen termasuk Indonesia, Myanmar, Kamboja, Filipina, dan Republik Demokratik Rakyat Laos.

Sangat disayangkan bukan? Padahal jika kita lihat, anak-anak usia dini sudah banyak yang cakap membaca. Bahkan ada yang sejak usia 4 tahun di-drilling agar bisa membaca. Seharusnya, jika sejak dini anak sudah di-drilling untuk bisa membaca, maka saat sudah besar mereka bisa memahami konsep bacaan yang dibaca.

Penyebab Aliterat

Masyarakat di era kapitalisme ini cenderung menginginkan hal instan. Mudah, tetap hasilnya cepat didapat dan terlihat jelas kuantitasnya. Termasuk mengajari anak membaca pun ingin cepat. Padahal ada tahap tertentu yang harus dilalui. Sebagai permulaan, kita harus memahami dulu bahwa keterampilan membaca termasuk pada aspek bahasa. Dalam aspek bahasa terdapat keterampilan mendengar, bahasa reseptif, bahasa ekspresif, menulis, dan membaca. Itu adalah tahapan dalam membaca.

Namun, faktanya saat ini, masyarakat malah merasa bangga saat anaknya bisa membaca sejak usia dini. Jika ada sekolah anak usia dini yang tidak men-drilling anaknya untuk membaca, dinilai sekolah yang tidak bagus. Maka para orang tua berbondong-bondong mencari sekolah anak usia dini (AUD).

Katakanlah, kurikulum merdeka saat ini melarang adanya drilling pada anak AUD. Namun, di lapangan tidak seperti itu. Masih banyak sekali sekolah AUD yang mempraktikkan hal itu. Bahkan sengaja dibuat jam tambahan “les membaca”.

Yang tidak dipahami oleh kebanyakan orang tua dan guru adalah tujuan dari belajar membaca. Membaca seharusnya bukan sekadar agar anak bisa merangkai urutan huruf untuk dibaca, tetapi lebih dari itu. Belajar membaca justru harus menghadirkan kesukaan pada diri setiap anak. Anak harus merasakan kegiatan membaca adalah hal yang menyenangkan.

Solusi dalam Islam

Jika melihat pada tahapan anak membaca, yang harus distimulasi pertama adalah keterampilan mendengar. Maka sejak anak masih dalam kandungan, di saat organ koklea (organ pendengaran pada janin) sudah terbentuk, seorang ibu harus mengajarkan anak membaca dengan cara mengajaknya berbicara dan memverbalkan setiap aktivitas yang ibu lakukan.

Saat Nabi Adam pertama kali menginjakkan kaki ke dunia, Allah juga mengajari Nabi Adam nama-nama benda. Hal tersebut terekam dalam Al-Qur’an yang artinya, “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar orang-orang yang benar!” (TQS [2]: 31).

Berdasarkan firman di atas, maka setiap orang tua harus mengenalkan setiap benda dan setiap aktivitasmkepada anaknya sedini mungkinm supaya apa yang dia dengar disimpan di otaknya. Makin banyak kosakata yang didengar, maka makin banyak kosakata yang dipahami oleh setiap anak. Maka kemudian hal ini disebut bahasa reseptif yang dalam skill bahasa adalah tahapan kedua.

Kemudian tahapan ketiga adalah bahasa ekspresif. Secara sederhana bahasa ekspresif adalah kemampuan anak dalam mengungkapkan apa yang dia pahami. Bahasa ekspresif tidak akan keluar sebelum bahasa reseptifnya terpenuhi.

Selanjutnya adalah keterampilan menulis. Anak akan mulai menuangkan ide yang ada di kepalanya dalam bentuk coretan. Meski yang kita lihat adalah coretan sederhana, tetapi anak yang sudah sesuai tahapannya akan menjelaskan apa yang telah dituliskan dalam secarik kertas. Ketika tahapan menulis sudah masuk pada menulis huruf, maka selanjutnya anak akan belajar cara membaca. Anak akan penasaran bagaimana menuliskan nama sebuah benda dalam bentuk huruf.

Tugas kita sebagai orang tua, guru, atau orang dewasa di sekitar anak-anak adalah menumbuhkan gairah belajarnya. Caranya adalah dengan teladan seperti yang dicontohkan oleh baginda Nabi Muhammad saw.. Jika ingin anak didik senang membaca, maka guru dan semua pihak harus mencontohkan serta menciptakan lingkungan yang membuat nyaman untuk membaca.

Tahapan seperti inilah yang luput dari pemahaman para orang tua dan guru-guru di pra-sekolah, ataupun di sekolah dasar. Jika kita mau menggali lagi wahyu pertama yang Allah turunkan kepada Nabi Muhammad saw., yaitu QS Al-Alaq ayat 1-5, maka cara kita mengajarkan membaca kepada anak tak lagi menggunakan cara drilling.

Iqra’ dalam bahasa arab adalah fiil amr atau kata perintah. Dengan kata lain, kita diperintahkan untuk membaca dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Arti membaca dalam ayat tersebut bukan sekadar membaca rangkaian huruf, tetapi lebih luas lagi.

Inilah bukti bahwa sistem kapitalisme sudah sukses menjauhkan masyarakat khususnya para orang tua dari Islam. Alhasil, untuk urusan kemampuan dasar siswa atau membaca pun tidak menggali fondasi dari Islam. Padahal Islam sudah menunjukkan fondasinya. Tinggal sejauh mana kita menggali tahapannya.

Maka jalan keluar terbaik dalam menuntaskan permasalahan pendidikan adalah dengan kembali menerapkan apa yang ada dalam Al-Qur’an maupun Sunah karena dengan mengacu kepada keduanya, maka manusia tidak akan tersesat.
Wallahu a’lam bisshawwab.

Loading

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tulisan Terbaru

Badan Wakaf Al Qur'an