Oleh. Meika Siti Rulia
CemerlangMedia.Com — Minuman beralkohol yang dalam bahasa Al-Qur’an dikenal dengan khamar adalah sesuatu yang dilarang dan diharamkan. Ketaatan kepada Allah dan Rasul akan membuat setiap individu muslim menjauhi benda haram tersebut karena mengonsumsi khamar tidak hanya merusak kesehatan, tetapi khamar merupakan biang dari berbagai perilaku kejahatan. Di antara salah satu jenis minuman beralkohol yaitu anggur merah atau red wine menjadi viral di media sosial beberapa hari ini. Pasalnya, red wine dengan merek Nabidz diklaim telah mengantongi sertifikat halal. Lantas hilangkah sisi keharaman yang ada dengan label halal pada botol minuman beralkohol itu?
Bantahan datang dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama. Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham dalam keterangannya berkata bahwa BPJPH tidak pernah menerbitkan sertifikat halal bagi produk wine. Melainkan untuk produk minuman jus buah dengan merek Nabidz. Dan kini Kementrian Agama memblokir sementara sertifikat halal produk tersebut. Selanjutnya, saat ini BPJPH sudah menurunkan tim Pengawasan Jaminan Produk Halal guna mendalami fakta di lapangan (cnnindonesia.com, 26-7-2023.
Kontrol Minimalis
Muslim mendominasi penduduk negeri ini. Adanya jaminan distribusi produk-produk halal menjadi bagian penting bagi masyarakatnya. Lembaga yang mempunyai kewenangan mengeluarkan label halal semestinya memiliki otoritas penuh dalam penjaminan label halal pada produk yang sudah diuji kehalalannya. Namun, faktanya kewenangan satu-satunya lembaga penerbit label halal tersebut berhasil dicurangi. Hal ini mengindikasikan rusaknya tatanan sistem yang digunakan hari ini. Upaya menegakkan kewenangan sebuah lembaga tidak disertai kontrol yang kuat untuk menutup celah kecurangan.
Kapitalisme sistem kufur produk manusia menunjukkan eksistensinya dalam memanipulasi aturan-aturan yang ditetapkan untuk diabaikan. Kaidah halal dan haram tidak menjadi pertimbangan dalam bertindak. Asalkan bisa mendatangkan keuntungan materi sebesar-besarnya, cara tipu-tipu pun ringan saja dilakukan. Pemisahan aturan agama dalam kehidupan (sekularisme) berjalan beriringan dengan kebebasan manipulatif.
Dalam spirit kapitalisme tidak ada aturan yang sempurna penerapannya, selalu ada celah bagi penguasa pemilik modal untuk mengelabui aturan-aturan tersebut agar tercapai tujuan meraup laba sebanyak mungkin. Alhasil, lembaga seperti BPJPH yang tujuannya membantu kontrol keamanan rakyat mayoritas dalam mendapatkan produk makanan atau pun minuman berlabel halal dapat disusupi kecurangan sekelompok orang dengan rekayasa penggunaan label halal. Yang ada dalam pemikiran kelompok pengusaha kapitalis “label halal” dapat menjadi alat untuk mendongkrak penjualan produk.
Acuan perbuatan bukanlah pada dorongan keimanan, melainkan upaya mengejar keuntungan materi. Gambaran nyata tersebut terjadi dan viral beberapa hari lalu. Sertifikat halal yang diterbitkan oleh BPJPH untuk produk minuman jus buah anggur bermerek Nabidz disalah gunakan untuk produk minuman beralkohol jenis red wine dengan merek yang sama yaitu Nabidz. Hal ini baru terdeteksi oleh BPJPH setelah adanya aduan dari masyarakat seperti yang dikatakan oleh ketuanya Muhammad Aqil Irham (cnnindonesia.com, 26-7-2023).
Dipaksa Selektif
Menjadi muslim di era kapitalisme laksana seorang anak balita yang harus bisa mandiri memilih apa yang baik untuk dikonsumsi tanpa campur tangan orang tua (baca negara). Kesulitan memastikan apakah sudah benar halal atau justru haram menjadi polemik. Mindset materialistis para pengusaha kapitalis mendorong mereka melakukan cara apa pun agar dapat memperoleh keuntungan berlipat, sampai-sampai yang jelas keharamannya direkayasa seolah halal. Menghadapi realita ini, maka seorang muslim dituntut lebih selektif memilih makanan dan minuman yang baik lagi halal.
Upaya negara menghadirkan lembaga khusus yang mengatur proses penjaminan sertifikasi halal selayaknya ditinjau ulang. Alih-alih melindungi masyarakat dengan rasa aman, menggunakan produk berlabel halal bisa berujung petaka karena manipulasi penggunaan label halal tersebut. Sistem kapitalisme nyata membentuk pribadi rakus yang bertindak penuh kebebasan untuk mencapai tujuan. Miris, muslim yang menjadi mayoritas masyarakat negeri kembali terabaikan haknya dalam jaminan perlindungan oleh negara.
Islam Pasti Melindungi
Islam merupakan agama sempurna yang mengatur kehidupan setiap umatnya dengan aturan-aturan baik yang Allah perintahkan. Di antaranya adalah mengonsumsi makanan juga minuman yang halal lagi thayyib. Memakan yang halal itu wajib hukumnya, jauh sebelum manusia berbicara soal food safety, Allah telah lebih dulu mengaturnya di dalam Al-Qur’an. Setiap mukmin sejatinya mendasari setiap perbuatan kepada hukum syarak, jadi apa pun yang dilakukan akan seiring dengan dorongan keimanan. Keberadaan pemimpin haruslah menjadi pelindung dan perisai bagi rakyatnya.
Sosok pemimpin dengan ketakwaan penuh kepada Allah yang mampu menyelamatkan dan melindungi setiap rakyatnya dari hal-hal yang menjerumuskan kepada perbuatan dosa. Penerapan hukum-hukum Islam dilakukan dengan kesadaran dilandasi ketakwaan bahwa setiap kepemimpinan yang diemban akan ada pertanggungjawabannya kelak di akhirat. Islam mempunyai landasan hukum yang jelas, tak ada yang disamarkan, seperti ketegasan halal dan haram bagi konsumsi makanan dan minuman. Minuman beralkohol atau khamar jelas keharamannya dari jenis yang manapun termasuk wine. Maka keharusan bagi setiap muslim menjauhi dan tidak mengonsumsinya, walaupun telah menempel pada kemasannya logo halal.
Jika saja manusia berpikir bahwa apa-apa yang diharamkan tentu tidak ada kebaikan di dalamnya, seperti larangan meminum khamar (minuman beralkohol). Minuman beralkohol adalah minuman yang berbahaya bagi individu maupun masyarakat, sebab khamar menjadi pemicu atau biang dari timbulnya kerusakan lainnya.
“Khamar adalah induk berbagai macam kerusakan. Siapa yang meminumnya, salatnya selama 40 hari tidaklah diterima. Jika ia mati dalam keadaan khamar masih diperutnya, berarti ia mati seperti matinya orang jahiliah.” (HR Ath-Thabrani)
Kembali Kepada Aturan yang Benar
Penegasan lainnya dari buruknya khamar ditegaskan oleh hadis dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi saw. bersabda:
“Allah melaknat khamar, orang yang meminumnya, orang yang menuangkannya, penjualnya, pembelinya, orang yang memerasnya, orang yang mengambil hasil perasannya, orang yang mengantarnya dan orang yang meminta diantar.” (HR Abu Daud, Ibnu Majah).
Dapat ditarik kesimpulan bahwa memproduksi, menjual, dan konsumsi minuman beralkohol dalam Islam hukumnya haram. Dalam atmosfer kapitalis banyak orang menjalani berbagai aktivitasnya tanpa menggunakan standar yang bisa mereka gunakan untuk mengukur perbuatannya. Adanya standar yang berfungsi untuk menilai setiap perbuatan adalah suatu keharusan terlebih untuk seorang pemimpin.
Sikap tegas pemimpin yang takwa dicontohkan langsung oleh Rasulullah saw. seperti dikisahkan oleh Abu Sa’id Al Kudri, berkata Nabi saw. dalam sebuah khutbahnya di Madinah, beliau bersabda, “’Sesungguhnya Allah telah mengharamkan khamar, maka barang siapa yang masih menyimpan khamar janganlah dia meminumnya dan janganlah dia menjualnya.’ Kemudian para sahabat kembali kerumahnya masing-masing dan menumpahkan khamr dijalan-jalan kota Madinah.” (HR Muslim)
Ketegasan itu karena ketakwaan yang mendalam juga keinginan untuk melindungi rakyat dari hal-hal yang dilarang Allah dan mendatangkan dosa. Ini karena setiap pemimpin bertanggung jawab untuk mengawasi dan memberikan kenyamanan hidup umat dengan penerapan hukum yang benar.
Negara melarang dan menutup pabrik-pabrik pembuat makanan dan minuman yang haram. Sanksi tegas mengikuti sesuai syariat kepada siapa saja yang berani melanggar aturan. Dengan demikian, penjagaan terhadap masyarakat terjamin dan peredaran produk-produk haram tidak melanglang buana.
Kesempurnaan penerapan syariat Islam mutlak dilakukan. Terlebih dengan kondisi sekarang, yakni aturan manusia dibuat serampangan dan dimanipulasi dengan gampangnya. Keniscayaan terhadap aturan Allah mampu ditegakkan dalam bingkai negara sebagai institusi penegak sistem Islam secara menyeluruh. Sistem Islam akan berdaulat dalam naungan Khil4f4h.
Wallahu a’lam bisshawwab [CM/NA]