Oleh. Hanum Hanindita, S.Si.
CemerlangMedia.Com — Geger, ditemukan jasad bayi di trotoar Jalan Sultan Hasanuddin, RT 001 RW 001, Desa Tambun, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Berdasarkan keterangan dari Kanit Binmas Polsek Tambun, Iptu Gigih Purwo, jasad bayi ditemukan oleh seorang pemulung ketika tengah mencari botol dan barang bekas di pinggir jalan pada Senin, 24 Mei 2023. Selanjutnya peristiwa penemuan jasad bayi itu dilaporkan kepada petugas Binmaspol Polsek Tambun (medcom.id, 25/05/23).
Masih dari wilayah Bekasi, bayi berjenis kelamin laki-laki ditemukan di sebuah kontrakan di Kampung Mariuk, Desa Gandasari, Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Ditemukan bersama bayi tersebut secarik kertas dan kalung berwarna emas. Pelaku meminta warga yang menemukan untuk menjaga bayi. Pelaku beralasan akan pergi bekerja di luar negeri dan berjanji suatu saat akan datang kembali untuk menemui bayi tersebut (news.detik.com, 30/05/23).
Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Bekasi, Ani Gustini mengatakan kasus pembuangan bayi di Kabupaten Bekasi meningkat selama 2023 yakni 6 kasus, sedangkan 2022 yang hanya ditemukan 1 kasus. Semuanya mendapat penanganan DP3A Kabupaten Bekasi. Selain penanganan, DP3A Kabupaten Bekasi juga sudah memiliki program pencegahan agar kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat diatasi. Bahkan bersama Dinas Pendidikan juga mensosialisasikan secara door to door ke sekolah (bekasimedia.com, 08/05/23).
Ada beberapa point yang patut diperhatikan dari berulangnya kasus pembuangan bayi ini;
Pertama, pergaulan bebas yang saat ini menjadi gaya hidup individu bahkan masyarakat. Kebebasan ini melahirkan perilaku-perilaku keji di luar batasan norma juga agama. Sudah lumrah diketahui, terjadinya pembuangan bayi kebanyakan diawali dengan adanya free seks, yang berujung pada kehamilan tidak diinginkan. Kehamilan bisa saja dihilangkan dengan aborsi atau kehamilan dilanjutkan namun bayinya dibuang. Sisanya, bisa karena masalah ekonomi atau belum siap mental.
Kedua, kasus ini menunjukkan tidak adanya keyakinan bahwasanya Allah Swt. pasti menyaksikan perbuatan keji tersebut. Pada kasus ini, para pelaku hanya memikirkan keegoisan diri sendiri demi menghilangkan rasa malu akibat memiliki anak dari hubungan terlarang atau tidak mau terbeban karena belum mapan secara ekonomi. Akhirnya perasaan tersebut membutakan hati nurani dan menghilangkan rasa takut kepada Allah akan perbuatan dosa.
Ketiga, ketiadaan peran negara yang seharusnya melakukan proses preventif agar kasus buang bayi tak lagi terjadi. Hal ini terbukti dari terus berulangnya kasus buang bayi. Negara tidak memberikan solusi hakiki agar pemicu kasus buang bayi tidak terulang. Nyatanya program bantuan penanganan terhadap korban saja tidak cukup. Pendampingan hukum dan psikolog terhadap perempuan yang menghadapi kekerasan secara psikis tidak menyentuh sampai ke permasalahan agar.
Sudah jelas, yang banyak menyebabkan hal ini adalah zina yang merajalela. Namun, tidak ada hukuman tegas bagi yang berzina, pun yang melalukan pembuangan bayi. Wajar akhirnya kasus ini tidak pernah berhenti. Di sisi lain, sistem pendidikan saat ini tidak mempersiapkan generasi penerus untuk menjadi orang tua yang siap secara fisik, mental dan spiritual. Para pembuang bayi, baik karena hubungan gelap maupun alasan ekonomi adalah orang-orang yang tidak siap menjalani peran sebagai orang tua. Ketidaksiapan mereka diantaranya adalah akibat tidak ada bekal atau ilmu terkait menjadi orangtua dari fese kehidupan mereka sebelumnya. Parenting tidak memiliki tempat khusus dalam sistem pendidikan saat ini. Padahal mayoritas orang akan menjalani fase hidup sebagai orang tua.
Maraknya kasus buang bayi juga menunjukkan krisis akidah yang sudah menyerang semua lapisan masyarakat. Krisis akidah terjadi akibat sekularisme akut yang kian menancap kuat di kehidupan masyarakat. Sekularisme telah mencetak profil individu yang kering dari iman, tidak memiliki rasa takut berbuat dosa, dan meninggalkan agama sebagai landasan hidup. Sekularisme juga membuat kebijakan pemerintah tidak menyentuh akar permasalahan sebab agama hanya dikembalikan ke urusan individu masing-masing. Kebijakan yang lahir juga jauh dari tuntunan agama sehingga tidak memberi efek jera.
Maka sejatinya tidak cukup menjadikan edukasi sebagai satu-satunya solusi, namun butuh penanganan serius dari negara untuk mewujudkan perlindungan terhadap jiwa manusia dan apapun yang menyebabkan adanya peluang munculnya pengabaian terhadap jiwa. Mengapa? Sebab ini sudah masuk masalah sistemik. Bukan hanya masalah individu, makin negara abai, makin kasus berulang.
Sungguh akan berbeda kondisinya manakala Islam digunakan sebagai landasan kehidupan. Sebab dari akidah Islam lahir aturan yang dapat menjadi solusi paripurna dari segala problematika kehidupan. Mengapa? Karena Islam datang dari Allah Swt. Maha Pencipta dan Pengatur kehidupan yang Maha Tahu atas segalanya. Hanya Allah yang tahu, aturan yang mampu menjaga kehidupa manusia dari segala kerusakan.
Di dalam Islam, penyiapan ketahanan individu, keluarga dan masyarakat tak bisa lepas dari peran negara. Selain edukasi, juga butuh sanksi yang mampu membuat jera dan takut untuk berbuat maksiat. Dalam hal ini negara akan mengedukasi masyarakatnya dengan sistem pendidikan Islam sehingga menghasilkan profil individu berkepribadian Islam yang punya rasa takut berbuat dosa. Negara menyiapkan generasi agar siap menjadi orang tua, baik secara fisik, mental, dan juga spritual. Bahkan persiapan menjadi orang tua akan dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan Islam dan mata pelajaran khusus.
Negara akan menutup segala pintu perzinahan yang memicu maraknya kasus buang bayi. Negara akan memberikan sanksi tegas bagi yang berzina dan membuang bayi. Pelaku zina, jika belum menikah hukumannya adalah dijilid, jika sudah pernah menikah akan dirajam. Pelaku buang bayi akan dihukum sesuai dengan beratnya tingkat kejahatan yang ia lakukan, yang pasti akan menjerakan.
Demikianlah Islam menjadi solusi hakiki untuk menihilkan kasus pembuangan bayi. Namun, selama sistem sekuler yang berkuasa, kasus ini akan terus terjadi. Sebab sistem ini membentuk masyarakat dan kehidupan menjadi tidak peduli dengan kebebasan berperilaku, bertindak sesukanya dan tak hargai jiwa manusia. Sementara sistem Islam memiliki mekanisme lengkap dalam memelihara jiwa manusia, menjaga akidah manusia, dan tidak membiarkan manusia terjatuh dalam kubangan hitam kebebasan berperilaku. Dari sini, tak ada lagi alasan untuk menolak menerapkan Islam secara paripurna dalam kehidupan, jika tidak ingin kerusakan semakin tak terelakkan. Wallahu a’lam bisshowab. [CM/NA]