Oleh. Ratty S Leman
(Kontributor CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — Kasus perdagangan manusia tak hanya terjadi di masa lalu saja. Di abad modern ini pun kasus perdagangan manusia makin marak. Mengapa manusia modern masih mengadopsi perilaku jahiliah?
Satgas TPPO Polri terus memberantas praktik perdagangan orang yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Dalam 3 bulan, yakni sejak 5 Juni sampai 5 September 2023, hampir seribu tersangka perdagangan orang ditangkap. “Jumlah kasus tersangka pada kasus TPPO sebanyak 994 orang,” ujar Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan dalam keterangannya, Jumat (8-9-2023). “Jumlah korban TPPO yang diselamatkan sebanyak 2.585 orang,” jelasnya. Ramadhan merinci, para pelaku memperdagangkan korban untuk dipekerjakan dengan berbagai profesi. Paling banyak, para korban dipekerjakan sebagai asisten rumah tangga (Kumparan.com, 15-9-2023).
Problematika Sistem Kufur
Kasus perdagangan orang masih menjadi momok di negeri Indonesia tercinta ini. Kasus ini menunjukkan gagalnya negara membuka lapangan pekerjaan yang luas dan memadai guna menjamin kesejahteraan bagi rakyatnya. Pasalnya, para oknum pelaku perdagangan orang ini menyasar masyarakat terkategori miskin, berpendidikan rendah, dan kurang cukup mendapatkan informasi. Keadaan memaksa korban perdagangan manusia ini untuk memilih bekerja di tempat yang jauh dari domisilinya. Mereka bekerja sebagai buruh tenaga kerja wanita atau tenaga kerja asing untuk pekerja lapangan.
Kemiskinan yang menimpa penduduk negeri yang kaya raya sumberdaya ini tak lepas dari penerapan sistem kapitalisme yang dianut. Penguasa melegalkan liberalisme pada semua sektor kehidupan. Tentu saja sistem yang rusak dan merusak ini akhirnya melahirkan berbagai kerusakan di tengah-tengah kehidupan individu, masyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Dalam sistem kapitalisme ini, kebebasan kepemilikan begitu diagungkan. Pemilik modal yang kuat dapat seenaknya menguasai sumberdaya yang besar dan strategis. Sedangkan negara berlepas tangan dari tanggung jawab utamanya sebagai pengurus urusan rakyat dan persoalan rakyat diserahkan kepada swasta atau asing. Pemerintah hanya berfungsi sebagai regulator yang membuka link bagi para korporasi dan mempersilakan mereka untuk menguasai aset-aset strategis negeri yang sejatinya milik rakyat dengan dalih investasi untuk membuka lapangan pekerjaan bagi rakyat. Padahal negaralah yang seharusnya menjamin terbukanya lapangan pekerjaan yang luas bagi rakyatnya. Bukan diserahkan kepada swasta atau asing.
Meskipun korporasi mampu menyerap tenaga kerja, mereka tak akan mampu untuk menjamin terselesainya masalah pengangguran di negeri ini. Para korporasi mengoperasikan perusahannya demi meraih keuntungan yang sebesar-besarnya dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya. Korporasi tidak segan-segan melakukan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) terhadap karyawannya dengan dalih menyelamatkan dan mengembangkan perusahaan.
Di atas dasar prinsip sekularisme dan liberalisme, negara tidak akan mampu mengeluarkan rakyat dari problema kemiskinan. Demikian pula problematika perdagangan manusia yang menjadi turunan dari kemiskinan sistemik ini. Kemiskinan yang terjadi saat ini adalah kemiskinan akibat diterapkannya sistem yang salah, yakni sistem rusak dan merusak tatanan alam semesta, manusia, dan kehidupan.
Sistem pendidikan sekuler juga telah menjadikan pemahaman masyarakat menjadi lemah. Tujuan pendidikan dialihkan dari mencetak sumber daya manusia yang unggul, yakni mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai Pencipta menjadi sekadar menyiapkan tenaga kerja yang siap dipakai untuk memenuhi kebutuhan industri. Manusia dianggap sebagai bagian dari proses produksi saja.
Tak sedikit individu muslim yang akhirnya mudah menyerah pada keadaan yang makin hari makin susah. Tak segan-segan dan bahkan ikut terjerumus dalam kemaksiatan demi bertahan hidup atau meraup materi sebanyak-banyaknya, seperti berjudi, berzina, mabuk, narkoba, mencuri, merampok, korupsi, membunuh, telah menjadi berita sehari-hari. Kemiskinan (kefakiran) telah menyebabkan banyak kekafiran sehingga seseorang tak segan menjual agama untuk memenuhi nafsunya.
Islam Sebagai Solusi
Sistem yang dipakai saat ini sangat jauh bertentangan dengan sistem Islam yang tegak di atas paradigma yang sahih. Islam merupakan solusi sempurna atas seluruh problematika kehidupan manusia. Syariat Islam akan mencegah seseorang melakukan tindakan kejahatan dan menjaga berbagai hal yang mendasar dan urgen bagi manusia.
Di dalam Islam diyakini bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Sang Maha Pencipta dan Maha Pengatur kehidupan alam semesta. Hakikat kehidupan manusia terkait dengan misi penciptaannya yakni sebagai khalifatul fil ardhi. Oleh karenanya, manusia akan dimintai pertanggungjawaban sekaligus akan mendapat balasan atas apa yang telah dilakukannya.
Dalam Islam, negara adalah pihak yang bertanggungjawab penuh atas rakyatnya. Tanggung jawab tersebut diserahkan kepada kepala negara yang disebut khalifah sebagai imam atau pemimpin dari kaum muslimin di seluruh dunia. Maqasit syariah akan menjaga jiwa, keturunan, akal, kehormatan, agama, harta, keamanan dan negara. Kedelapan hal ini tidak akan didapatkan di dalam negeri yang tidak menerapkan syariat Islam secara menyeluruh.
Sebagai raa’in, kepala negara harus melindungi rakyatnya dan kelak akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. “Imam adalah raa’in atau penggembala dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR Bukhari).
Sistem Islam akan menjamin terwujudnya kesejahteraan umat manusia. Banyaknya sumber pemasukan negara akan menjamin terselesaikannya problematika kemiskinan sampai ke ranah teknis. Negara dengan aturan Islam akan menjamin tersedianya mata pencaharian bagi rakyatnya secara layak. Negara akan menegakkan 3 pilar ekonomi Islam, menerapkan konsep kepemilikan di dalam Islam, tegasnya pembagian sumberdaya dalam konsep kepemilikan, pengolahan dan pengembangannya diatur sesuai syariat Islam, penekanan pada distribusi yang merata baik secara ekonomis maupun nonekonomis kepada rakyat.
Jika masih ada yang berani melakukan kemaksiatan demi mendapatkan harta, maka negara akan memberlakukan sangsi Islam yang tegas dan memberikan efek jera. Dengan demikian, penerapan aturan Islam secara sempurna di bawah institusi Khil4f4h akan mampu mengeluarkan manusia dari problematika kemiskinan sistemik dan kasus perdagangan manusia. Wallahu a’lam bisshawwab. [CM/NA]