Oleh. Wening Cahyani
CemerlangMedia.Com — Bagaikan ayam yang mati di lumbung padi. Inilah gambaran rakyat Indonesia yang mengalami kemiskinan di tengah melimpahnya hasil kekayaan alam. Begitu pula dengan Kabupaten Klaten yang ternyata termasuk salah satu wilayah yang mengalami kemiskinan ekstrem dan termasuk yang terbanyak di antara beberapa kabupaten di Jawa Tengah.
Dilansir dari laman Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Selasa (21/02/2023), kemiskinan ekstrem merupakan kondisi ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar, yaitu makanan, air bersih, sanitasi layak, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan, dan akses informasi terhadap pendapatan dan layanan sosial.
Upaya Pemerintah Kabupaten Klaten
Program prioritas Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah daerah dan/ atau masyarakat dalam bentuk kebijakan dan kegiatan pemberdayaan, pendampingan serta fasilitasi untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara.
Adapun tiga strategi program penghapusan kemiskinan ekstrem adalah:
1. Penurunan beban pengeluaran masyarakat dengan program jaminan dan bantuan sosial, seperti PKH, BLT dana desa, kartu sembako, dan jamkesmas.
2. Peningkatan pendapatan masyarakat miskin ekstrem dengan peningkatan akses pekerjaan seperti program padat karya. Peningkatan kapasitas SDM melalui vokasi dan pelatihan. Peningkatan akses terhadap produktif, seperti pinjaman modal, penggunaan lahan.
3. Meminimalkan kantong wilayah kemiskinan dengan pemenuhan pelayanan dasar, misalnya peningkatan akses layanan dan infrastruktur pendidikan, kesehatan, dan infrastrktur sanitasi air minum layak.
Kemiskinan Ekstrem Masih Terjadi
Hingga saat ini kemiskinan masih terjadi dan justru semakin bertambah. Hal ini disebabkan penguasa (pemerintah) belum menuntaskan problem ini hingga akarnya. Solusi-solusi yang diberikan tidak dibarengi kebijakan yang memudahkan rakyat. Kemiskinan yang terjadi di negeri ini merambah ke berbagai wilayah-wilayah, dan merupakan kemiskinan struktural.
Melimpahnya hasil panen tidak bisa dinikmati oleh seluruh rakyat secara merata. Penyebab utama kondisi saat ini karena diterapkannya sistem ekonomi kapitalisme, di mana distribusi kekayaan tidak adil dan bisa dinikmati oleh rakyat. Selain itu muncul kesenjangan yang semakin lebar. Akses kekayaan hanya bisa dinikmati oleh beberapa gelintir orang kaya atau pemilik modal. Rakyat miskin tidak memiliki akses dan terus terjerembab dalam jurang kemiskinan. Andaipun ada program-program pengentasan kemiskinan ternyata tidak bisa dinikmati oleh setiap individu rakyat. Data yang tidak valid dan salah sasaran memunculkan kecemburuan di tengah masyarakat.
Fungsi negara dalam sistem saat ini bukan sebagai pelayan umat tapi pemulus aksi pemilik modal untuk menguasai kekayaan dan aset-aset negara dengan dibuatnya kebijakan dalam bentuk undang-undang. Selain itu, sistem ini mencetak penguasa dan pejabat yang tidak amanah dan mudah melakukan korupsi berjamaah. Uang negara yang berasal dari rakyat berupa pajak yang seharusnya untuk kemaslahatan rakyat justru diembat. Uang bansos untuk rakyat pun tak luput disunat.
Kondisi di atas menjadi bukti negara ini telah salah urus hingga angka kemiskinan tak kunjung turun apalagi dituntaskan. Kebijakan-kebijakan berpihak pada pemilik modal sebab negara menerapkan ekonomi liberal yang lahir dari kapitalisme dan sistem politik demokrasi. Sampai kapanpun sistem ini tidak akan mampu menuntaskan problem kemiskinan dan problem-problem yang lainnya.
Menurut pengamat ekonomi Dr. Arim Nasim, kemiskinan yang menimpa Indonesia merupakan kemiskinan struktural (kemiskinan sistemis). Oleh karena kebijakan pemerintah yang menerapkan sistem ekonomi kapitalisme melalui sistem liberalisasi dan swastanisasi pengelolaan SDA.
Solusi Luar Biasa Islam Mengentaskan Kemiskinan
Islam sebagai agama yang sempurna sungguh memiliki solusi yang luar biasa bagi permasalahan-permasalahan manusia termasuk pengentasan kemiskinan. Penyelesaian ini akan terwujud dengan diterapkannya politik ekonomi Islam yang disandarkan pada syariat Islam. Negara bertindak sebagai pengatur dan pemelihara urusan rakyatnya. Negara bertanggung jawab mewujudkan kemaslahatan bagi mereka melalui penerapan hukum Islam secara kafah. Sabda Rasulullah saw. yang artinya, ”Seorang imam seperti penggembala dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang digembalakannya.”
Khalifah atau kepala negara Islam akan mengelola harta untuk memenuhi seluruh kebutuhan rakyat. Khalifah akan memenuhi kebutuhan mendesak dan jangka panjang. Departemen Sosial bertugas membantu mendata orang secara detail terkait penghasilan rakyat. Jika rakyat miskin dan tidak memiliki kemampuan untuk bekerja, maka khalifah akan memberi modal.
Upaya Islam dalam menyelesaikan masalah kemiskinan sistemis sebagai berikut:
Pertama, menjalankan strategi ekonomi melalui pemberian jaminan pemenuhan kebutuhan pokok dan asasi masyarakat. Kebutuhan pokok dilakukan dengan cara memerintahkan setiap laki-laki untuk bekerja memenuhi kebutuhannya dan keluarganya. Negara pun wajib menyediakan lapangan pekerjaan. Negara juga akan menciptakan iklim usaha yang sehat dan kondusif, menjalankan sistem administrasi dan birokrasi yang mudah, sederhana, cepat, dan tanpa pungutan, memberikan bantuan teknis, informasi, dan modal kepada masyarakat yang mampu bekerja. Selain itu, menghilangkan sektor nonriil sehingga harta berputar dan sektor riil dan berdampak langsung pada perekonomian riil.
Kedua, menjalankan strategi nonekonomi yakni zakat, infak, dan sedekah. Pemenuhan asasi masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, keamanan dipenuhi negara secara langsung dengan cuma-cuma atau minim biaya. Semua biaya diambil dari harta milik negara dari hasil pengelolaan harta milik umum seperti migas, tambang, danau, sungai, hutan dan lain sebagainya.
Dengan demikian, kemiskinan sistematis hanya bisa dituntaskan dengan menerapkan Islam secara kafah dalam bingkai Khil4f4h, yang menjamin kesejahteraan rakyat individu per individu dan tidak mengambil keuntungan sedikit pun dari rakyat. Wallahu a’lam bisshawwab. [CM/NA]