Oleh. Mega Puspita
CemerlangMedia.Com — BMKG memprediksi puncak musim kemarau yang dipicu oleh fenomena El Nino akan terjadi pada minggu terakhir Agustus 2023. BMKG menjelaskan musim kemarau tahun ini akan lebih kering dan curah hujan akan sangat rendah dibanding 3 tahun sebelumnya. Hal ini terjadi karena adanya fenomena El Nino dan Indian Ocean Dipole yang terjadi di samudra dalam kurun waktu bersamaan.
Untuk menghadapi kondisi tersebut, BMKG mengimbau masyarakat untuk hemat air dan tidak membakar sampah. Meski prediksi dari BMKG demikian, faktanya di beberapa daerah sudah terjadi kekurangan air bersih, bahkan telah mengalami kekeringan air selama puluhan tahun.
Dampak Kekeringan
Warga Desa Binangun Kota Banjar Jawa Barat kesulitan memperoleh air bersih. Selama 20 tahun, air sumur milik warga tidak bisa digunakan untuk kebutuhan sehari-hari karena terasa asin, sedangkan tidak ada pasokan air bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum atau PDAM Tirta Anom (tvonenews.com, 07-08-2023).
Kesulitan mendapat air bersih di musim kemarau tahun ini juga melanda warga Kabupaten Bogor. Akibatnya, Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor menyatakan penyakit diare mulai meningkat (Republika, 07-08-2023).
Masalah kekeringan air, bukanlah masalah baru. Mirisnya, kepemimpinan saat ini hanya mampu memberikan solusi jangka pendek tanpa menyentuh akar masalah. Seperti yang dialami warga Kota Banjar Jawa Barat tersebut. Memasuki musim kemarau, warga makin sulit mendapatkan air bersih. Akhirnya, selain mengandalkan air bersih bantuan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Banjar, warga harus rela mengeluarkan uang untuk membeli air bersih (tvonenews.com, 07-08-2023).
Akar Masalah
Demikianlah pengurusan dalam sistem kapitalisme, pemimpin mengurus rakyatnya seolah setengah hati. Akan tetapi, terhadap para pemilik modal, sikap mereka sangat sepenuh hati. Buktinya, di tengah bencana kekeringan air, masih banyak air kemasan yang dijual bebas. Tentunya, air kemasan ini merupakan produk dari kapitalisasi sumber-sumber air oleh industri air kemasan. Sebenarnya banyak teknologi yang dapat mengolah air laut menjadi air bersih. Namun, nyatanya ketersediaan air bersih masih menjadi masalah yang sering terulang. Sebab, teknologi ini tidak dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat. Namun, hanya untuk kepentingan industri. Akibatnya, bencana kekeringan air makin membuat rakyat menderita.
Islam Solusi Hakiki
Sangat berbeda dengan mekanisme pengelolaan air untuk warga dan pencegahan bencana kekeringan yang dilakukan oleh negara yang menerapkan aturan Islam. Rasulullah saw. bersabda, “Imam atau khalifah itu laksana pengembala dan hanya ialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Hadis tersebut menjelaskan bahwa keberadaan negara adalah sebagai pengurus kebutuhan rakyatnya. Negara akan dengan serius memastikan tercukupi semua kebutuhan rakyatnya, termasuk ketersediaan air bersih. Negara tidak hanya mencukupkan dengan memberi solusi jangka pendek dan pragmatis seperti kapitalisme hari ini
Dalam Islam, ada paradigma fundamental terkait pengelolaan air oleh negara yang menerapkan sistem Islam. Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani dan Syaikh Abdul Qodim Zallum menjelaskan dalam kitabnya, yakni Nidzamul Iqtishadiyyah dan Al Amwal bahwa sumber air yang jumlahnya melimpah ruah seperti sumber-sumber mata air, sungai, laut, selat, teluk, dan danau merupakan milkiyaah ammah atau kepemilikan umum. Hal ini dijelaskan dalam hadis Rasulullah saw., “Muslim berserikat dalam tiga hal, dalam padang gembala, air, dan api.” (HR Abu Daud)
Ketersediaan air seperti termasuk tipe yang secara alaminya, mencegah individu untuk menguasainya, ini berdasarkan hadis Rasulullah saw., “Mina adalah tempat peristirahatan untuk siapa yang mencapainya terlebih dahulu.” (HR Tirmidzi)
Sehingga jelas bahwa dalam sistem Islam, sumber air tidak akan bisa dikomersialisasi oleh pihak swasta. Sumber air akan bisa dimanfaatkan penuh oleh rakyat secara langsung dengan pengawasan negara agar ketika dimanfaatkan tidak menimbulkan kemudaratan. Negara akan mempersilakan rakyat untuk mengambil manfaat dari sumber-sumber air tersebut untuk minum, keperluan rumah tangga, peternakan, irigasi untuk pertanian, dan untuk keperluan transportasi. Negara akan melakukan pemeliharaan semaksimal mungkin terhadap sumber air agar tetap terjaga kelestariannya.
Negara juga tidak akan mengabaikan kekeringan yang diakibatkan bencana hidrometerologi yang merupakan bagian dari fenomena alam. Untuk menghadapi kondisi ini,negara akan mengerahkan semua ahli terhebat yang dimiliki oleh negara seperti ahli hidrologi, geologi, BMKG, dan ahli terkait lainnya untuk menyusun strategi jangka pendek dan jangka panjang.
Dari strategi merekalah, negara akan membuat kebijakan agar masyarakat terhindar dari bahaya kekeringan, meskipun mereka tinggal di daerah yang kering. Salah satu contohnya adalah ketika masa Khilafah Abbasiyah, negara memiliki teknologi bernama konat atau sistem saluran air bawah tanah yang menyuplai persediaan air di daerah gurun. Selain itu negara juga tentu akan bertindak sangat tegas, terhadap pihak-pihak yang melakukan kerusakan lingkungan, seperti deforestasi, kapitalisasi sumber air oleh perusahaan air minum kemasan, dan sejenisnya.
Dengan demikian, sejatinya potensi air bersih di Indonesia yang mencapai 2,83 triliun meter kubik per tahun sangat mampu memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat asalkan dikelola sesuai syariat Islam, yakni dalam kepemimpinan Daulah Khil4f4h Islamiyah. [CM/NA]