Oleh: Irsad Syamsul Ainun
(Creative Design CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — Sejarah peradaban manusia khususnya perempuan masih saja menjadi polemik. Jika dahulu perempuan hanya sebagai pemuas hawa nafsu dan tidak berguna, maka Islam hadir dengan seperangkat aturan yang mengangkat martabat, bahkan memuliakan makhluk yang satu ini.
Sepatutnya seluruh umat manusia berbangga akan kehadiran Islam sebagai din yang sempurna, memuaskan akal, juga sesuai fitrah manusia. Perempuan tidak perlu mengumbar kehormatan untuk mendapatkan pahala jihad.
Di tengah kemunduran berpikir ini, lagi-lagi perempuan dibutakan dengan gerakan feminisme. Oleh karenanya, tidak heran jika gerakan tersebut membuat gebrakan dengan semboyan “wanita harus setara dengan laki-laki”.
Kesetaraan yang dimaksudkan sebenarnya bukan dalam hal adu kekuatan fisik, tetapi lebih daripada itu. Gerakan ini menuntut agar perempuan memiliki hak yang sama dalam kancah sosial, politik, maupun publik secara umum.
Tuntutan kesetaraan ini tidak hanya menyasar para perempuan Barat, tetapi juga seluruh perempuan muslim di berbagai negeri sehingga tidak heran misi Barat untuk mengumbar kehormatan wanita muslimah dinyatakan berhasil. Terbukti dengan adanya berbagai event yang diikuti oleh para muslimah, meskipun hal itu sangat tidak relevan, juga bertentangan dengan hukum syarak.
Salah satunya adalah adanya kontes kecantikan yang diikuti oleh Rumy Al-Qahtani yang berasal dari Saudi Arabia. Dilansir dari CNN Indonesia, Rumy menjadi wanita pertama di Arab yang mengikuti ajang Miss Universe (26-03-2024).
Keikutsertaan Rumy dalam acara bergengsi tersebut menjadi salah satu bukti bahwa wanita dari negeri manapun jika tidak lagi memakai aturan agama sebagai standar perbuatan, maka semua akan ditabrak. Tidak peduli apakah dia berasal dari negeri muslim atau pun bukan. Ini karena, -baik negara muslim maupun nonmuslim- selama tidak menerapkan aturan Islam, maka tidak ada jaminan terjaganya harkat dan martabat manusia itu sendiri.
Banyak ungkapan yang selalu menjadikan Arab Saudi sebagai kiblat untuk kehidupan Islam. Namun, faktanya, Arab Saudi sendiri juga tengah digerogoti oleh pemikiran sekuler kapitalisme dan juga gerakan feminis. Di sinilah pentingnya umat memiliki pemahaman bahwa sampai kapan pun, perempuan akan menjadi bulan-bulanan sebuah pemikiran feminisme selama tidak menerapkan sistem Islam.
Saat ini, aturan manusia dianggap sebagai standar pokok perbuatan sehingga apa pun yang dilakukan manusia, meskipun melanggar kodratnya sebagai makhluk, akan tetap dilakukan dengan alasan kebebasan atau HAM. Dalam kehidupan sekuler inilah perempuan ditelanjangi secara keseluruhan, mulai dari menjadi tulang punggung, hingga menjadi gerbang dalam berbagai fasion. Ini sungguh sangat bertolak belakang dengan standar penjagaan yang diberikan oleh sistem Islam ketika berjaya.
Dalam sistem hari ini, perempuan dengan mudahnya mengekspos kecantikan, tubuh, dan juga aspek lainnya dengan alasan popularitas. Bahkan, tidak jarang akibat yang dilakukannya justru mengancam keselamatan raga, jiwa, dan juga nyawa mereka. Hal ini sungguh ironis bukan?
Islam Bukan Sekadar Agama
Hadirnya Islam dalam sejarah peradaban manusia terbukti mampu menjaga sekaligus memuliakan wanita sebagai rahim peradaban. Sejarah mencatat bahwa penerapan sistem Islam secara kafah mampu mencetak perempuan yang melahirkan generasi cemerlang. Selain itu, terbukti bahwa dengan adanya penerapan tersebut, tidak sedikit anak muda yang berjasa dalam berbagai penaklukan.
Jika ditelisik lebih jauh, akan ditemukan bahwa semua itu merupakan keberhasilan yang dicapai oleh junnah atau perisai umat yang menjalankan sistem pemerintahan Islam. Halal dan haram sebagai dasar perbuatan. Setiap perilaku yang bertentangan akan diberantas dengan hukum Islam.
Setiap wanita diberi kebebasan untuk menuntut ilmu, bukan untuk mencari nafkah. Lagi-lagi semua ini tidak lepas dari peran negara sebagai pelindung bagi rakyatnya.
Perhatikan kembali bagaimana para ibunda ulama yang mendidik putra-putrinya agar terikat dengan hukum syarak sehingga keberadaan mereka, yakni mewariskan ilmu yang mampu dijadikan referensi hingga saat ini. Ada Fatimah al-Fihri, sebagai pendiri universitas pertama di dunia yang diberi nama Al-Qarawiyyin. Fatimah tidak harus mengekspos tubuhnya untuk menjadi wanita mulia yang akan dikenang hingga akhir zaman.
Khatimah
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
اَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُوْنَۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ ࣖ
“Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?” (QS Al-Ma’idah [5]: 50).
Penerapan hukum buatan manusia sungguh telah nyata sebagai salah satu bentuk yang menyengsarakan umat, terlebih lagi bagi kaum perempuan. Ini bukanlah hal yang diinginkan oleh Islam, tetapi para penguasa masih enggan untuk mengambil hukum Allah sebagai aturan hidup. Lihatlah, bagaimana akhirnya hukum buatan manusia yang justru merusak fitrah wanita sebagai makhluk terbaik.
Wallahu a’lam bisshawwab [CM/NA]