Negara Gagal: Sulitnya Masyarakat Membangun Tempat Tinggal

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh: Juhanah Zara

Cemerlangmedia.Com — Rumah adalah tempat tinggal, tempat kembali ketika selesai beraktivitas, tempat ternyaman ketika lelah dan letih. Rumah menjadi tujuan yang utama, dibutuhkan oleh setiap insan manusia. Akan tetapi, percaya atau tidak, Indonesia masih menjadi negara dengan sebagian besar penduduknya tidak memiliki tempat tinggal. Ada yang memiliki tempat tinggal, tetapi tidak layak, aman, dan nyaman. Padahal negara memiliki SDA yang kaya, dari batu bara hingga pepohonan yang dapat digunakan untuk menjadi bahan pemukiman warga.

Meningkatnya Harga Rumah: Masyarakat Kesulitan

Dilansir dari CNBC Indonesia, harga rumah terus merangkak naik dari waktu ke waktu. Masyarakat yang memerlukan rumah pun harus merogoh kocek dalam-dalam. Rata-rata budget yang perlu disiapkan untuk menebus rumah pun sudah mencapai miliaran. Dengan harga semahal itu, tentu sangat sulit dijangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah. Apalagi rata-rata masyarakat Indonesia banyak yang tidak berkecukupan. Hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) Bank Indonesia mengindikasikan, perkembangan harga properti residensial atau harga rumah di pasar primer secara tahunan meningkat pada kuartal III 2023. Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) kuartal III 2023 tumbuh sebesar 1,96 persen (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 1,92 persen (yoy) (Liputan6.com, 16-11-2023).

Dilansir dari Bisnis.com, harga rumah subsidi pada 2023 mengalami kenaikan sebesar 8 persen. Dari semula di kisaran Rp150,5 juta—Rp219 juta menjadi Rp162 juta—Rp234 juta. Tak cukup sampai di situ, kenaikan harga rumah murah ini juga akan kembali disesuaikan pada 2024 dengan harga dimulai dari Rp166 juta—Rp240 juta sesuai dengan zona wilayah.

Padahal subsidi bertujuan untuk meringankan, tetapi tetap saja masyarakat belum mampu untuk meraihnya. Ditambah lagi dengan penghasilan pekerja sekarang dan kebutuhan sehari-hari, baik pangan dan sandang yang sangat tidak sesuai. Pun, gaji menjadi seorang pegawai kantoran tidak dengan mudah bisa membeli satu unit rumah. Apalagi bagi mereka yang hanya sekadar jualan di jalan dan menjadi pengamen serta pemulung.

Di daerah Kota Bima, harga rumah juga mengalami peningkatan secara drastis hingga mencapai ratusan juta. Membangun sendiri pun membutuhkan biaya yang cukup besar karena biaya bahan-bahan bangunan yang mulai meningkat. Walau berada di negeri yang kekayaan alamnya melimpah, tetapi tidak mengubah harga rumah menjadi murah dan dapat dijangkau. Hal ini membuat masyarakat kesulitan, bahkan harus bekerja keras bertahun-tahun hingga puluhan tahun untuk meraih satu unit rumah. Padahal rumah adalah kebutuhan utama yang harus dipenuhi. Sebab, rumah tempat berlindung, berteduh, beristirahat, serta menyimpan barang-barang berharga.

Negara Gagal dalam Menangani Persoalan Hunian

Dilansir dari dataindonesia.id, berdasarkan data Kementerian PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat), sebanyak 10,51 juta rumah tangga di Indonesia belum memiliki rumah pada 2022. Dari jumlah itu, sebanyak 4,39 juta rumah tangga yang belum punya rumah merupakan generasi millenial. Dengan harga rumah yang tinggi, maka sudah dipastikan bahwa penduduk Indonesia kesulitan untuk membeli rumah.

Alhasil, banyak di antara mereka yang tinggal di kontrakan bertahun-tahun, di bawah kolong jembatan, di tempat tumpukkan sampah, di jalanan, dan banyak tempat yang mereka jadikan tempat bermalam. Terlepas dari itu, untuk meraih sesuap nasi saja mereka kesulitan apalagi membeli rumah. Bahkan banyak anak-anak yang terlantarkan, bukan hanya generasi millenial yang baru berumah tangga.

Sementara itu, proses pernikahan di Indonesia pasti terjadi setiap tahunnya, bahkan mungkin setiap hari, dan di antaranya banyak yang tidak memiliki kesiapan tempat tinggal. Walhasil, hanya bisa mengontrak dan tinggal bersama orang tua. Hal ini terjadi karena ekonomi yang rendah, yakni dengan pemasukan yang sedikit dan pengeluaran yang banyak, tentu tidak ada jaminan bisa menabung.

Ditambah lagi dengan sulitnya mendapatkan pekerjaan, baik yang pendidikannya SD, SMP, SMA, dan bahkan yang bergelar sarjana itu sendiri. Oleh karenanya, angka pengangguran juga meningkat. Kalau seperti ini, bagaimana caranya masyarakat memenuhi kebutuhan utamanya, yaitu memiliki tempat tinggal, jika dipersulit dari berbagai arah.

Dilansir dari CNN Indonesia, Menteri Keuangan Sri Mulyani buka-bukaan soal bantuan Rp4 juta yang diberikan pemerintah kepada masyarakat berpenghasilan rendah untuk membeli rumah. Sri Mulyani mengatakan, bantuan itu akan diberikan dalam bentuk biaya administrasi. Bantuan akan diberikan atau berlaku selama 14 bulan. Disampaikan secara terang-terangan pada Jumat (27-10-2023). Tersebar pula bantuan dari pemerintah untuk rakyat yang tidak mampu terhadap persoalan hunian.

Akan tetapi, hingga saat ini, masyarakat masih belum mendapatkan bantuan tersebut. Kalau pun diberikan, belum tentu penerima bantuan itu tepat sasaran. Belajar dari berbagai macam bantuan yang ada, penerimannya bukan dari kalangan miskin, tetapi malah sebaliknya. Tidak dapat dipastikan bahwa cara ini dapat membantu masyarakat yang benar-benar membutuhkan, jika tidak dikontrol oleh pemerintah untuk jatuh kepada tangan yang tepat.

Persoalan ini membuktikan secara valid bahwa negara gagal dalam menangani persoalan tempat tinggal bagi masyarakat. Masyarakat dibiarkan hidup pontang-panting tanpa memiliki tempat untuk mereka beristirahat dengan nyaman. Padahal banyak rumah kosong, tanah kosong yang tidak terpakai, perumahan berpuluh-puluh dibiarkan begitu saja tanpa ada yang menempati. Ya, karena pemiliknya adalah pihak bermodal dan negara tidak memiliki wewenang dalam mengambil alih hal tersebut. Begitu pula dengan SDA, walaupun Indonesia memiliki kekayaan alam yang luar biasa, tetapi yang mengelolanya bukanlah negara, melainkan pihak asing dan pemilik modal.

Tentunya berbagai persoalan yang ada, tidak terjadi begitu saja. Semua terjadi karena diterapkannya sistem kapitalisme sekularalisme, yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Agama tidak berhak mengatur kehidupan individu, masyarakat, maupun negara. Alhasil, perbuatan manusia dilakukan sesuai dengan hawa nafsu mereka, tanpa pertimbangan. Begitupun soal aturan dalam negara, jikalau menguntungkan akan diterapkan, apabila tidak ada keuntungan akan dibiarkan oleh negara. Sebab, materi adalah segala-galanya tanpa peduli dampak bagi masyarakat. Seperti halnya dengan hunian untuk masyarakat, tidak ada keuntungan, maka tidak diseriusi dalam penanganannya.

Cara Islam Menangani Persoalan Hunian untuk Umat

Berbeda dengan kapitalisme, Islam selalu memiliki solusi terbaik untuk berbagai macam problematika. Sebab, sandarannya adalah Al-Qur’an dan As-Sunah sehingga persoalan-persoalan umat dapat dituntaskan. Ya, sebagaimana Islam menjamin keamanan, kenyamanan, serta kelayakan untuk umat. Maka umat akan diarahkan agar tidak ada yang kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya, termasuk soal hunian yang menjadi kebutuhan pokok bagi umat.

Diterapkannya sistem Islam secara fundamental meniscayakan umat untuk mendapatkan hunian yang layak ditempati. Pastinya nyaman, aman, harga yang dapat dijangkau dan syar’i. Dalam hal ini, Islam menjadikan negara yang bertanggung jawab penuh untuk memenuhi kebutuhan umat. Dari pangan, papan, serta layanan pendidikan dan kesehatan. Negara bukan menjadi regulator, tetapi wajib mengurusi umat sehingga dan tidak boleh mengabaikan tanggung jawabnya sehingga yang berkuasa malah para pemilik modal seperti yang terjadi saat ini.

Ada pun mekanisme dalam Islam untuk memenuhi kebutuhan hunian umat, yaitu dengan menerapkan sistem ekonomi Islam dan memastikan laki-laki bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan keluarganya. Dimudahkan dalam mendapatkan lapangan pekerjaan dan tidak dibiarkan untuk menjadi pengangguran apabila kondisinya mampu bekerja. Hasil pekerjaan tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok, baik pangan, sandang, dan termasuk papan itu sendiri.

Negara akan memastikan pemenuhan kebutuhan hunian masyarakat, yaitu dengan menggunakan lahan-lahan milik negara yang dimanfaatkan untuk membangun perumahan bagi umat muslim. Bagi yang tidak mampu, lahan-lahan tersebut diberikan secara gratis agar umat dapat membangun hunian mereka. Dengan demikian, tampak jelas bahwa Islam sangat memudahkan umat untuk memiliki tanah dan hunian.

Islam juga melarang menelantarkan tanah selama tiga tahun oleh pemiliknya. Jikalau terjadi, maka negara berhak untuk memberikan kepada orang lain yang dapat mengelolanya. Rasulullah saw. bersabda, “Siapa yang mempunyai sebidang tanah, hendaknya dia menanaminya atau hendaknya diberikan kepada saudaranya. Apabila dia mengabaikannya, maka hendaklah tanah itu diambil.” (HR Bukhari).

Harta milik umum adalah milik bersama dalam sistem Islam dan tidak boleh dikomersialisasikan oleh sekelompok orang. Pemanfaatan secara langsung maupun tidak langsung bisa memudahkan umat untuk memiliki rumah. Secara langsung, yakni dengan mengambil kayu di hutan atau bebatangan di sungai untuk bahan-bahan pembangunan rumah mereka. Negara juga dapat memproduksi tambang dan kayu-kayu untuk menjadi bahan-bahan bangunan. Dengan begitu, umat dapat mengambil secara gratis maupun membeli dengan harga terjangkau.

Cara Islam -seperti yang dijelaskan di atas- untuk menangani persoalan hunian hanya bisa diterapkan ketika Islam dijadikan satu-satunya aturan. Bagaimana caranya? Yaitu dengan mengganti sistem kapitalisme sekularisme dengan menerapkan sistem Islam secara kafah dalam naungan Khil4f4h. Untuk mencapai hal tersebut, haruslah dengan terus berdakwah di tengah-tengah umat untuk bersama-sama mengembalikan kehidupan Islam dalam naungan Khil4f4h.
Wallahu a’lam. [CM/NA]

Loading

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *