Oleh: Rahmah Athyefah, A.Md.A.K.
(Aktivis Muslimah Peduli Umat)
CemerlangMedia.Com — Keterlibatan perempuan dalam memajukan ekonomi makin digenjot oleh pemerintah, terutama sejak terjadinya pandemi. Para perempuan dilibatkan dalam dunia usaha dan makin hari makin diperhitungkan karena mereka dianggap memiliki potensi yang lebih besar dibanding laki-laki dalam banyak jenis pekerjaan. Fakta adanya PHK massal dan terbatasnya aktivitas ekonomi laki-laki sejak pandemi, tak heran banyak pihak menaruh harapan pada perempuan agar bisa membantu pemulihan ekonomi pasca pandemi. Berbagai kebijakan dan program atas nama Pemberdayaan Ekonomi Perempuan (PEP) pun terus diaruskan. Namun, akankah ini mengarahkan masyarakat, khususnya para perempuan pada kesejahteraan yang hakiki?
UMKM dan Perempuan
Jumlah pengusaha di Indonesia terus meningkat. Hal ini berdasarkan data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Bukan hanya jumlah pengusaha secara keseluruhan, tetapi jumlah wirausaha wanita di Indonesia juga terus meningkat. Berdasarkan hasil riset Global Entrepreneurship Monitor, jumlah womenpreneur di Indonesia mencapai 14% dari total penduduk. Pada sektor usaha mikro, sekitar 52 persen dari 63,9 juta pelakunya adalah para perempuan. Sedangkan di tingkat usaha kecil, 56 persen dari 193 ribu pelakunya adalah perempuan dan pada usaha skala menengah jumlahnya mencapai 34 persen dari 44,7 ribu pelaku usaha.
“Banyak perempuan yang harus menjalankan kegiatan ekonomi dan ini tidak selalu identik dengan karir seorang perempuan di luar rumah. Bahkan yang masih ada di dalam rumah juga tetap menjaga dan memelihara ekonomi mereka. Yakni yang berada di bagian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang banyak sekali di Indonesia,” ungkap Menkeu Sri Mulyani pada acara The 1st International Conference on Women and Sharia Community Empowerment tahun lalu (Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 11-08-2022).
Dilansir dari cnbcindonesia.com (11-08-2022), Deputi Gubernur BI Juda Agung menyatakan bahwa “Pemberdayaan ini bukan hanya pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga memberikan efek tambahan dalam pengurangan kemiskinan, peningkatan ketahanan pangan, dan kesejahteraan masyarakat.” Berdasarkan hasil survei BI, didapatkan fakta bahwa sekitar 65% dari total 65,5 juta UMKM di Indonesia dimiliki atau dikelola oleh perempuan. Mayoritas bergerak di bidang usaha busana, makanan dan minuman. Selain itu, selama pandemi nyatanya jumlah UMKM yang mampu bertahan adalah yang dikelola perempuan dibanding oleh laki-laki. Menurutnya, pemberdayaan perempuan dalam ekonomi akan meningkatkan kapasitas perekonomian 20% hingga 25%.
Sebagai dukungan terhadap hal itu, pada 2021 Pemerintah Kota Bima menyerahkan bantuan kewirausahaan dan kelompok usaha ekonomi produktif bagi perempuan dengan jumlah bantuan yang diberikan, yakni alat obras berjumlah 185 unit dan alat pembuatan kue berjumlah 83 unit. Komitmen ini terus dilakukan sehingga tercatat pada September 2023, Kota Bima masih terus memberikan bantuan untuk mendorong dunia wirausaha. Kali ini Pemerintah Kota Bima kembali memberikan bantuan Peralatan Kewirausahaan untuk Perempuan sebagai bentuk dukungan terhadap usaha masyarakat.
Selain itu, Pemkot dan Pemkab Bima memberikan apresiasi tinggi kepada perempuan yang dianggap produktif secara ekonomi, dimulai dari pembentukan IKABOGA Kota dan Kabupaten Bima yang mayoritas anggotanya adalah perempuan, dukungan terhadap UMKM tenun yang dilakukan Pemprov NTB juga Pemkot dan Pemkab Bima, hingga pinjaman modal, pendampingan, dan berbagai pelatihan yang ditujukan untuk meningkatkan skill pegiat UMKM, bahkan para ibu rumah tangga yang bercita-cita membangun bisnisnya sendiri.
PEP adalah Agenda Global
Upaya meningkatkan ekonomi dengan melibatkan perempuan di dalamnya tertuang pada tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (TPB/SDGs) yang merupakan agenda pembangunan global baru periode 2016-2030. SDGs terdiri dari 17 tujuan dan 169 target yang mencakup dimensi sosial, ekonomi, dan lingkungan secara terintegrasi. Beberapa tujuan SDGs yang bertalian dengan PEP antara lain, tanpa kemiskinan, tanpa kelaparan, kehidupan sehat dan sejahtera, kesetaraan gender, pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi, [industri, inovasi, dan infrastruktur], dan berkurangnya kesenjangan. SDGs merupakan agenda internasional yang disepakati anggota PPB sehingga berlaku bagi seluruh negara peserta, termasuk Indonesia. Maka dari itu, Indonesia memiliki beban moral untuk mencapai tujuan dan target SDGs dan meratifikasinya dalam berbagai kebijakan dan program skala nasional hingga daerah.
Salah satu amanat penting dari SDGs adalah keterlibatan perempuan dalam ekonomi yang dianggap menjadi salah satu kunci dari pertumbuhan ekonomi. Asumsi yang dikembangkan adalah ketika lebih banyak perempuan yang bekerja, ekonomi akan tumbuh. Kenaikan partisipasi perempuan dalam angkatan kerja konon akan mengantarkan pada penurunan kesenjangan. Hal ini pada gilirannya dianggap akan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat. Oleh karenanya, wajar, dorongan agar perempuan bekerja seolah menjadi program yang wajib terlaksana dan perempuan juga diwajibkan untuk mengambil peran sebagai aktor ekonomi dalam pembangunan.
Ketika pemerintah menyusun program Pemulihan Ekonomi Nasional pasca pandemi, digaungkan satu prinsip, yakni no one left behind. Maka dengan ini,salah satu komponen yang takkan dibiarkan tanpa kontribusi adalah para perempuan. Hal ini sejalan dengan pandangan ekonomi kapitalisme yang melihat manusia, siapa pun dia, merupakan salah satu faktor produksi yang harus digenjot agar berpartisipasi aktif menggerakkan perekonomian. Tidak kurang, tidak lebih.
Kapitalisme Gagal Menyejahterakan Perempuan
Banyaknya problem kehidupan yang dialami para perempuan sehingga mereka dikatakan menjadi triple burden sebenarnya menjadi bukti gagalnya kapitalisme menjamin kesejahteraan dan mengentaskan kemiskinan. Untuk menutupi borok tersebut, dibuatlah program pemberdayaan ekonomi perempuan agar seolah mereka tidak menjadi beban ekonomi, dalam artian tidak melulu menengadah tangan meminta nafkah kepada kaum laki-laki. Sebab, kalau perempuan bekerja, maka akan ada tambahan pendapatan yang bisa meningkatkan kesejahteraan keluarga. Dibuat pula slogan yang seakan memuji potensi dan peran perempuan dalam dunia kerja seperti “perempuan adalah tumpuan dan harapan pertumbuhan ekonomi”.
Partisipasi kerja perempuan juga menyisakan persoalan baru, seperti pemberian upah yang tidak standar, buruknya kondisi tempat kerja, kekerasan di dunia kerja, dan perlakuan buruk terhadap buruh hamil dan menyusui. Ini ibarat simalakama. Ingin mendulang untung, tetapi malah buntung. Akhirnya, terjadilah kebingungan dalam berbagai narasi pembelaan perempuan yang dilakukan pegiat gender. Mereka kerap menyuarakan agar perempuan berdaya dengan bekerja, pada akhirnya mereka pula yang menggugat lantaran diskriminasi gender di tempat kerja.
Pelibatan perempuan dalam partisipasi kerja sejatinya adalah bentuk eksploitasi pada perempuan karena potensi besar mereka bukanlah di sektor ekonomi. Tenaganya diperas dan di waktu bersamaan perannya sebagai ibu dipangkas. Negara yang seharusnya memenuhi kebutuhan dasar justru menjadikan perempuan sebagai tameng dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Padahal kemiskinan terjadi bukan karena ketimpangan gender dalam dunia kerja, tetapi karena tidak terpenuhinya kebutuhan pokok karena kebijakan ekonomi yang kapitalistik. Walhasil, euforia UMKM yang dimiliki dan digerakkan oleh perempuan, pun pelibatan mereka dalam berbagai proyek investasi asing hanya akan mempersempit pandangan terhadap potensi perempuan. Mereka hanya akan dilihat sebagai lumbung cuan dan malah makin terjauhkan dari fitrah perempuan sebagai ummun wa rabbatul bayt.
Islam Menyejahterakan Perempuan
Syariat Islam menempatkan perempuan dalam kedudukan mulia. Segenap aturan yang mengikat perempuan sejatinya dalam rangka menjaga kemuliaan mereka sebagai “pabrik” generasi, bukan mesin ekonomi. Merekalah penentu bangkit dan runtuhnya sebuah peradaban dan sekaligus menjadi penentu kesejahteraan itu sendiri. Di antara ketentuan mulia dari Allah ar-Ra’uf terhadap para perempuan tersebut ialah:
Pertama, perempuan adalah ummun wa rabbatul bayt, yaitu ibu dan pengelola rumah tangga. Peran ini adalah hukum asal perempuan sehingga harus menjadi poros aktivitas mereka di dalam kehidupan. Jika peran ini terpinggirkan akibat sibuk menjadi srikandi ekonomi, maka efeknya akan meluas sehingga tidak terbentuknya generasi khairu ummah.
Kedua, pemberdayaan perempuan dalam Islam adalah mengoptimalkan potensi dan peran publiknya untuk kemaslahatan umat, yaitu berdakwah, melakukan amar makruf nahi mungkar, dan membina umat dengan tsaqafah Islam. Peran ini tak boleh dinomorsekiankan, apalagi dilalaikan hanya karena dinilai bukan aktvitas produktif (secara ekonomi).
Ketiga, perempuan bekerja hukumnya mubah. Pekerjaan tidak boleh melalaikannya dari tugas utamanya sebagai ibu dan pendidik generasi, juga tak boleh sampai membuatnya melanggar syariat Allah. Dalam Islam, kewajiban nafkah hanya dibebankan kepada laki-laki. Oleh karenanya, negara akan memberikan kesempatan dan lapangan kerja kepada laki-laki. Negara juga akan memenuhi kebutuhan pokok rakyat dengan maksimal, baik melalui mekanisme langsung maupun tidak langsung sehingga perempuan tidak perlu turut mencari tambahan penghasilan dan bisa tetap fokus pada peran utamanya.
Inilah pandangan Islam tentang peran aktif perempuan dan bagaimana Islam menempatkan perempuan pada kedudukan mulia. Ditambah lagi dengan penerapan sistem Islam secara kafah, tidak akan ada perempuan yang termarginalkan dan terpinggirkan karena mereka dipandang sebagai individu yang punya kebutuhan sebagai manusia dan rakyat yang berhak mendapat pemeliharaan terbaik oleh negara. Beban ekonomi tidak akan dipikulkan pada pundak mereka karena masyarakat disejahterakan secara sistemik.
Hal ini bisa terwujud karena negara sebagai pengatur urusan umat akan menjamin meratanya distribusi barang dan jasa kepada seluruh individu rakyat yang membutuhkan. Hal ini sangat realistis karena hanya dalam sistem Islamlah keadilan yang hakiki akan terwujud, sebab semua aturan dilandaskan kepada aturan Allah, Dzat Yang Maha Bijaksana lagi Maha Adil. Wallahu a’lam bisshawwab. [CM/NA]