Oleh: Hanimatul Umah
CemerlangMedia.Com — Sudah menjadi dambaan semua orang ingin menikmati pendidikan tinggi berkualitas unggul dengan biaya murah, bahkan gratis. Akan tetapi, di alam kapitalisme seperti sekarang, banyak terjadi penipuan (scam). Lantas, apa yang menyebabkan penipuan ini terjadi?
ABG (46) warga Bekasi melaporkan tersangka kasus penipuan berinisial BTC ke Polres Metro Bekasi (8-4-2024). Pasalnya, sebanyak 207 orang menjadi korbannya dengan mengatasnamakan program doktoral (S3) di Filipina.
Berawal dari sebuah iklan di media sosial pada November 2023 lalu terkait program S3 di Philippines Women’s University (PWU). Pelunasan biaya pendidikannya dapat diangsur dua kali dengan iming-iming beasiswa sehingga hanya membayar Rp30 juta yang semula Rp60 juta. Malangnya, uang yang sudah masuk terpakai untuk bisnis trading oleh pelaku (suarabekaci.id, 17-4-2024).
Kejahatan Digital
Pesatnya kemajuan teknologi digitalisasi ibarat dua mata pisau. Di dalamnya ada manfaatnya, tetapi banyak pula dimanfaatkan oleh penipu. Penipuan adalah bentuk kejahatan digital yang dilakukan melalui platform media sosial yang bertujuan untuk mendapatkan uang.
Aksi jahat ini banyak macamnya, seperti mengajak kerja sama, menjual barang dagangan, lowongan pekerjaan, mengaku pihak bank berujung peretasan data, sebagai penyalur ilegal melalui beasiswa di luar negeri, undangan pernikahan, hingga penipuan cinta. Tentu saja perbuatan dengan menipu akan merugikan orang lain.
Mirisnya, selama kurun waktu 3 tahun (2020—2023), sebanyak 3.428 kasus penipuan daring melibatkan WNI (Warga Negara Indonesia) dan tersebar di delapan negara. Umumnya berada di Kamboja, Myanmar, dan Filipina. Dari semua kasus tersebut, 40 persen terindikasi TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang) (suara.com, 5-3-2024).
Sekularisme dan Kapitalisme Biang Keladinya
Sifat manusia yang mengedepankan nafsu umumnya mengajak kepada kemaksiatan. Ini membuat makin mudah untuk melakukan perbuatan tanpa menimbang halal atau haram. Terlebih lagi, sekularisme tidak menjadikan agama sebagai pengatur kehidupan seseorang. Pun, pola hidup era digital membuat masyarakat makin hedon dan materialistik. Selama masyarakat tidak mengubah gaya hidup yang sekuler, maka sampai kapan pun, benang ruwet kasus penipuan tidak akan berhasil diuraikan.
Negara seharusnya memiliki kekuasaan dan kewenangan untuk menumpas seluruh kejahatan, termasuk kasus penipuan. Namun, sampai saat ini, peran negara sebatas fasilitator. Ini karena sistem kapitalisme sekuler selalu meniscayakan peran kebebasan bertingkah laku. Pengawasan yang kurang ketat dan tidak tepat membuat pelaku berkeliaran mencari sasaran. Begitu pula hukum pidana, sangat lemah dan tidak membuat jera pelaku penipuan daring.
Negara sebagai pilar utama pemutus rantai persoalan rakyat haruslah mengambil tindakan tegas. Jika tidak, pelaku kejahatan digital akan terus memakan korban.
Islam Problem Solver Kehidupan
Peliknya problematika kehidupan ini pasti dapat teratasi dengan mengadopsi hukum dan aturan Islam. Islam memandang, hal sekecil apa pun yang berkaitan dengan seluruh perbuatan manusia diatur oleh Allah sebagai Pengatur alam semesta ini, termasuk perbuatan menipu yang erat kaitannya dengan berdusta dan Allah mengharamkannya.
“Celakalah bagi setiap orang yang banyak berdusta lagi banyak dosa.” (QS Al-Jaasiyah [45]: 7).
“Allah tidak memberi petunjuk bagi orang yang berdusta.” (QS Al-Gaafir [40]: 28).
Rasul juga menyatakan bahwa salah satu tanda orang munafik adalah jika berkata ia berdusta.
Lebih lanjut, Islam mengatur agar semua warga negara memiliki hak dalam pendidikan. Islam juga memberi kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat untuk menuntut ilmu setinggi-tingginya. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki akan berguna bagi kemaslahatan manusia dan mengatur urusan negara. Bukan hanya sekadar mengejar materi semata.
Oleh karena itu, negara wajib membekali umat dengan sistem pendidikan yang berlandaskan akidah Islam yang menghasilkan pola pikir dan pola sikap islami sehingga terbentuk kepribadian Islam. Negara dalam Islam akan memberikan fasilitas dan biaya pendidikan secara murah, bahkan gratis, upah guru yang memadai karena pengaturan SDA (sumber daya alam) sepenuhnya dikelola oleh negara untuk kepentingan umat melalui baitulmal. Dengan demikian muncullah para ilmuan yang bertakwa sehingga mencapai peradaban yang gemilang seperti pada masa kekhalifahan Islam 1400 tahun yang lalu.
Pada saat berkembangnya ilmu sains, peran utama negara memiliki kewenangan mengawasi media agar tidak ada praktik scam secara mutlak. Jika diduga adanya penipuan, negara mengambil sikap memberi peringatan hingga memberhentikan informasi tersebut. Hal ini dilakukan oleh negara, tanpa campur tangan asing. Dalam hal ini, negara menugaskan pegawai di lembaga informasi atau Departemen Penerangan, sebagaimana diterangkan dalam Kitab Ajhizah karangan Syekh Taqiyyudin an-Nabhani. Alhasil, keamanan cyber akan tercipta jika aturan Islam diterapkan secara kafah dalam bingkai Daulah Khil4f4h. Wallahu a’lam. [CM/NA]