Oleh: Yulweri Vovi Safitria
(Managing Editor CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — Pemilu 2024 tinggal menghitung hari. Berbagai elemen masyarakat ikut terlibat aktif dalam event lima tahunan ini, tidak terkecuali generasi muda yang dianggap mampu mendulang suara. Suara generasi muda diperebutkan, begitu pula dengan kiprah mereka selalu dinantikan untuk terjun dalam kancah perpolitikan.
Di tengah hiruk-pikuk persiapan Pemilu 2024, sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Mahasiswa Indonesia Bersatu melakukan aksi serentak di 899 kampus yang tersebar di 35 provinsi di Indonesia. Dalam aksinya, mahasiswa membagikan pamflet sebagai penolakan terhadap politik dinasti dan usut tuntas pelanggaran HAM (Sindonews, 11-1-2024).
Melihat aksi generasi muda, khususnya mahasiswa, menunjukkan bahwa mereka memiliki kepedulian terhadap kondisi umat hari ini. Akan tetapi, kadang kala kepedulian para pemuda dianggap mengancam eksistensi pihak tertentu sehingga kondisi tersebut sering pula dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu pula.
Peran Pemuda dalam Sistem Politik Demokrasi
Dikutip dari dataindonesia.id, ketertarikan pemuda terhadap politik sangatlah rendah, cenderung apatis, dan skeptis. Begitu pula ketertarikan untuk mencalonkan diri sebagai wakil rakyat. Ya, jumlah pemilih pemuda memang naik dari tahun sebelumnya, tetapi mereka yang peduli dengan politik hanyalah 1,1%. Bahkan, berdasarkan hasil survei Centre for Strategic and International Studies (CSIS), hanya 14,6% pemuda yang memiliki keinginan untuk mencalonkan diri sebagai anggota DPR/DPRD dan 14,1% pemuda ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah (7-9-2022).
Bukan itu saja, para pemuda juga berpotensi menjadi swing voter atau belum menentukan pilihannya sehingga hal ini menjadi jalan untuk menggaet pemuda agar terjun ke dunia politik. Suara generasi muda seolah dibutuhkan dan sangat berharga kala pemilu tiba. Padahal, politik yang menganggap ‘suara rakyat adalah suara tuhan’ tak lebih dari tipu-tipu ala demokrasi yang menyengsarakan rakyat.
Karakter pemuda yang kritis memang identitas generasi muda, terlebih mahasiswa. Akan tetapi, kekritisan tersebut sering kali dipengaruhi oleh narasi-narasi dan opini-opini yang berkembang di tengah masyarakat. Perjuangan yang tadinya lurus akhirnya berbelok, bahkan terhenti karena takut diberi label negatif.
Lebih mirisnya lagi, terkadang muncul pula sekelompok massa yang mengatasnamakan mahasiswa dan pemuda, tetapi gerakannya menggembosi perjuangan pemuda yang menginginkan adanya keadilan dan kesejahteraan. Alhasil, generasi muda hanya sibuk memikirkan urusan masing-masing, bagaimana bisa sukses, berprestasi, lulus dengan nilai terbaik, sehingga tidak sempat lagi memikirkan urusan umat.
Peran Politik Pemuda dalam Islam
Dalam Islam, pemuda merupakan agen perubahan. Kepeduliannya terhadap umat, kekritisan terhadap kebijakan, membela kaum yang lemah, memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan adalah identitas pemuda Islam.
Dalam sistem politik Islam, para pemuda dibina agar mengkaji dan mempelajari Islam secara kafah, lalu mendakwahkannya ke tengah umat. Oleh karena itulah, kerangka berpikir dan pergerakan para pemuda haruslah berada pada pijakan yang kuat, yakni berlandaskan pada akidah Islam sehingga tidak mudah digembosi dan dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran di luar Islam.
Sementara itu, kekuasaan dalam Islam adalah menerapkan aturan Allah secara kafah dalam seluruh aspek kehidupan. Terkait kritik terhadap penguasa, Islam membolehkannya karena pemimpin atau khalifah adalah manusia biasa yang tidak luput dari salah. Di sinilah peran politik pemuda, yakni menasihati penguasa ketika memimpin tidak sesuai dengan tuntunan syariat.
Dalam Islam, para pemimpin membuka ruang kritik sebagai kontrol terhadap kebijakan yang dijalankan untuk perbaikan. Bahkan, pemerintah yang menerapkan sistem Islam bukan antikritik. Jika pemerintah, dalam hal ini khalifah atau penguasa melakukan pelanggaran syariat, maka menjadi kewajiban masyarakat termasuk pemuda untuk melakukan koreksi dan meluruskannya.
Aktivitas ini semata-mata sebagai bentuk ketaatan kepada Allah Swt., sebagaimana firman-Nya,
“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunah), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian.” (QS An-Nisa: 59).
Bukan hanya itu, kritikan pemuda terhadap penguasa adalah bentuk cintanya kepada pemimpin. Oleh karena cinta hakiki yang dimilikinya, maka mereka ingin melindungi orang-orang yang dicintainya agar tidak terjerumus pada kemaksiatan sehingga mendatangkan kemurkaan Allah Swt.. Cinta pula yang menjadikan umat untuk selalu beramar makruf nahi mungkar, menyeru umat agar meninggalkan kapitalisme sekularisme, dan selalu berdakwah untuk menegakkan kembali Daulah Khil4f4h yang dahulu pernah berjaya. Dengan demikian, mengembalikan peran politik Islam menjadi sesuatu yang urgen untuk diperjuangkan agar peran politik pemuda berjalan sesuai dengan tuntunan syariat.
Khatimah
Kehancuran sistem kapitalisme adalah sebuah keniscayaan. Sementara Khil4f4h sudah di depan mata. Kapan tegaknya, mutlak rahasia Allah Swt.. Akan tetapi, kita memiliki pilihan, berjalan menyongsong tegaknya Daulah Islam atau sebagai pecundang yang menggerogoti para pejuang. Wallahu a’alam. [CM/NA]